Analisa Kerajinan Akar Wangi



Awalnya Suparman hanya berniat membantu ibu-ibu rumah tangga di sekitar lingkungannya. Tapi ternyata laba dari kreasi seni akar wangi yang digelutinya bisa mendatangkan laba 100 persen.

Akar wangi atau Andropogon zizanioides sudah dikenal sejak lama sebagai pengharum pakaian, kain batik, atau keris yang disimpan di dalam lemari, di samping sebagai pengusir kehadiran tikus dan kecoa. Seiring dengan berjalannya waktu, tanaman yang tumbuh subur di Garut, Jawa Barat, ini dikreaksikan oleh Suparman menjadi suvenir berbentuk berbagai binatang berukuran mungil (baca: boneka, red.) sehingga tampak unik, menarik, dan tidak mengotori almari.

“Awalnya, saya hanya ingin membantu para ibu rumah tangga di sekitar sini, yang kebetulan secara ekonomi tergolong tidak mampu. Lalu, muncul ide untuk membuat kerajinan dari akar wangi. Ternyata, tanggapan mereka sangat baik, demikian pula dengan masyarakat konsumen saya,” kata Suparman yang memulai usaha ini sejak 1989 di workshop sekaligus rumahnya di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur.
Untuk bahan bakunya, Suparman mengambilnya dari Garut dengan harga Rp16 ribu/kg. “Ini bukan masalah akar wangi dari Garut lebih berkualitas daripada yang dari Yogya, misalnya, tapi cuma masalah hemat biaya. Selain itu, akar wangi dari Yogya dijual Rp26 ribu/kg,” ujar laki-laki yang setiap kali berbelanja, membeli 500 kg sampai 1 ton akar wangi.

Dari setiap kilogram tanaman yang dapat disuling menjadi minyak sebagai bahan dasar pembuatan parfum dan kosmetika ini, setiap hari dapat diproduksi 200 boneka berukuran sekitar segenggaman tangan atau lima boneka berukuran cukup besar, dengan peralatan yang sangat sederhana seperti lem, benang, dan gunting. Dengan demikian, dibantu 25 “karyawati dan karyawannya”, setiap bulan ia mampu memproduksi sekitar 1.000 produk berbagai ukuran. Dan, untuk setiap buah karya mereka, para “karyawati dan karyawan” tersebut mendapat uang lelah sebesar Rp750,-.

“Sehari, satu ‘karyawati’ saya mampu memproduksi 10 boneka berukuran kecil, sedangkan yang ‘karyawan’ bisa membuat satu boneka berukuran besar,” ucap Suparman yang mengombinasikan kreasinya dengan bahan-bahan lain seperti kerang, gedebog (pelepah, red.) pisang, tali tambang, enceng gondog, dan batok kelapa, agar tampak lebih menarik.
Selanjutnya, ia menjual boneka-boneka seharga Rp2.500,- hingga Rp250 ribu ini, ke berbagai toko suvenir di Jakarta dan Bali. Selain itu, ia juga menerima pesanan dari Batam, Dili, Cina, dan Korea, serta Amerika. “Saat ini saya sedang membuat 1.000 sajadah akar wangi seukuran tubuh, pesanan dari Malaysia,” kata pria yang memulai usaha ini dengan modal Rp25 juta dan kini mampu mengumpulkan omset rata-rata Rp10 juta/bulan.

Akar wangi bagi masyarakat Cina melambangkan panjang umur, bagi masyarakat umum dianggap sebagai tanaman yang wanginya tak pernah hilang, dan bagi pengrajinnya (perlahan namun pasti) memberi omset yang tak kalah harum dengan aromanya.

Analisa Bisnis Akar Wangi
(per 1.000 boneka)

Biaya Bahan Baku
5 kg akar wangi @ Rp16.000,- Rp 80.000,-
Biaya Produksi
1.000 boneka @ Rp750,- Rp 750.000,- +
Total Rp 830.000,-

Hasil Penjualan
1.000 boneka @ Rp2.500,- Rp2.500.000,- -
Laba kotor Rp1.670.000,-

Catatan: Laba kotor ini hanya didapat dari penjualan, tidak termasuk pemesanan produk. Harga per boneka diambil dari harga yang paling rendah yaitu Rp2.500,- sedangkan bonekanya diasumsikan yang berukuran paling kecil atau hanya berukuran segenggaman tangan perempuan dewasa.