Daya Racun Amonia Bagi Larva Udang Windu Penaeus monodon

Arsip Cofa No. B 008



Pada kebanyakan hatchery di seluruh dunia, amonia nitrogen merupakan parameter penting dalam tangki pemeliharaan udang. Amonia bisa menjadi kritis dan mematikan pada tahap zoea akhir dan tahap mysis sampai postlarva. Konsentrasi amonia letal diduga tergantung pada pH, salinitas dan suhu. Sisa-sisa nitrogen dari pencernaan protein dapat menumpuk sampai ke tingkat berbahaya di dalam tangki pemeliharaan larva. Seperti binatang lain, udang menggunakan komponen bernitrogen dari protein tercerna (gugus amino, NH2) untuk membentuk protein mereka sendiri, tetapi mereka tidak dapat memetabolisasi komponen nitrogen untuk menghasilkan energi.

Ketika protein dimetabolisasi menjadi energi, gugus amino dipecah dan secara langsung diekskresi sebagai amonia (NH3). Proses serupa juga terjadi selama penguraian oleh bakteri terhadap protein dan senyawa nitrogen lain yang terkandung di dalam pakan yang tak dimakan dan limbah. Amonia berkonsentrasi tinggi bisa berbahaya bagi hatchery. Amonia adalah umum di hatchery dan mencapai konsentrasi sampai 0,808 mg/liter amonia-N (amonia tak terionisasi dan terionisasi) meskipun 30 persen air diganti setiap hari. Amonia yang dilepaskan oleh ekskresi udang dan hasil penguraian oleh bakteri akan diserap sebagai nitrogen oleh bakteri nitrifikasi, Nitrosomonas dan Nitrobacter. Dalam tangki pemeliharaan larva udang intensif, bagaimanapun, amonia dapat tertimbun sampai ke tingkat beracun secara berkala.

Toleransi larva udang windu Penaeus monodon terhadap amonia meningkat ketika larva bermetamorfosis dari nauplius ke tahap postlarva. Nilai LC50 24-jam amonia untuk nauplius, zoea, mysis dan postlarva adalah 6.00, 8.48, 24.04, dan 52.11 mg/liter amonia-N (0.54, 0.76, 2.17, dan 4.70 mg/liter NH3-N), berturut-turut. Nilai LC50 48-jam amonia untuk mysis dan postlarva adalah 14,39 dan 27,73 mg/liter amonia-N (1,30 dan 2,50 mg/liter NH3-N). Nilai LC50 72-jam dan 96-jam amonia untuk postlarva adalah 17,05 dan 11,51mg/liter amonia-N (1,54 dan 1,04 mg/liter NH3-N). “Tingkat aman” amonia adalah 1,15 mg/liter amonia-N (0,10 mg/liter NH3-N) berdasarkan nilai LC50 96-jam untuk postlarva. Dugaan “tingkat aman” yang lebih konservatif bagi pemeliharaan larva Penaeus monodon dihitung berdasarkan nilai dugaan LC50 96-jam untuk nauplius, yaitu 0.13 mg/liter amonia-N (0.01 mg/liter NH3-N).

Pengaruh amonia terhadap postlarva udang windu Penaeus monodon (bobot 5,7 ± 0,9 mg, panjang 12,0 ± 1,4 mm) bervariasi sesuai dengan pH. Ketika postlarva dikenai 250 mg/liter amonia-N, nilai LT50 (lethal time 50) dan LT100 menurun dengan naiknya pH. Postlarva yang dikenai 60 mg/liter amonia-N dan pH 9,10 kurang toleran daripada postlarva yang dikenai 250 mg/liter amonia-N dan pH 8,31. Nilai LT50 untuk postlarva yang dikenai 0,07 mg/liter amonia-N dan pH 9,10 adalah kurang dari separuh nilai LT50 untuk postlarva yang dikenai amonia-N dengan konsentrasi sama tetapi pada pH 8,31. Peningkatan nilai pH dalam suatu larutan amonia meningkatkan proporsi NH3 dan meningkatkan daya racun amonia terhadap postlarva P. monodon. Pemantauan konsentrasi amonia dan pencegahan naiknya pH disarankan dalam budidaya udang.

Uji daya racun letal amonia pada berbagai pH (7, 7.5, 8, dan 8.5) serta pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva tahap awal udang windu Penaeus monodon telah dilakukan. Peningkatan daya racun amonia ketika pH air naik ditemukan pada uji daya racun 96 jam. Nilai dugaan LT50 menurun dari 101,09 menjadi 25,16 jam untuk protozoea yang terkena 8 ppm amonia, menurun dari 115,79 menjadi 11,26 jam untuk mysis yang terkena 24 ppm amonia, dan dari 51,41 menjadi 22,58 untuk PL (postlarva) yang terkena 52 ppm amonia dengan peningkatan nilai pH. Pengaruh 3 dan 6 ppm amonia pada nilai pH 7.0, 7.5, 8.0 dan 8.5 terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva dan postlarva P. monodon juga telah diteliti dalam uji daya racun subletal 16 hari. Hasilnya menunjukkan bahwa amonia pada 3 dan 6 ppm mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang. Kelangsungan hidup menurun 27% pada 3 ppm dan 48% pada 6 ppm amonia, sedangkan laju pertumbuhan menurun 4,4% pada 3 ppm dan 6,5% pada 6 ppm amonia. Peningkatan pH air budidaya menyebabkan kelangsungan hidup menurun secara nyata pada tahap-tahap protozoea, mysis dan postlarva. Tidak terdeteksi adanya efek interaksi antara pH dan amonia.

Post-larvae (bobot badan 32,0 ± 3 mg, panjang 1,43 ± 0,03 cm) udang windu, Penaeus monodon Fabricius, telah dipaparkan terhadap amonia-N (amonia tak terionisasi ditambah amonia sebagai nitrogen) pada konsentrasi kontrol, 0.12, 0.60, 1.20 dan 2.40 mg/liter yang setara dengan kontrol, 6, 32, 63 dan 126 mikrogram/liter NH3-N (amonia tak terionisasi sebagai nitrogen) selama 8 minggu dalam salinitas 25 ppt, pH 7,85 – 8,18 dan suhu 26–28 °C dengan metode pembaharuan statis. Pertumbuhan (yang diukur dalam bobot badan dan panjang) udang yang dipaparkan terhadap 1,20 dan 2,40 mg/liter amonia-N adalah secara nyata lebih rendah (P < 0,05) daripada udang yang dipaparkan terhadap kontrol. Nilai EC50 (konsentrasi yang menurunkan pertumbuhan sebesar 50% pertumbuhan kontrol) adalah 1,33 mg/liter amonia-N, 70 µg/liter NH3-N untuk perolehan bobot badan, dan 2,35 mg/liter amonia-N, 123 µg/liter NH3-N untuk perolehan panjang postlarva Penaeus monodon. Konsentrasi racun maksimum yang dapat diterima untuk amonia-N dan NH3-N bagi postlarva Penaeus monodon adalah 0,60 mg/liter dan 32 µg/liter, berturut-turut setelah pemaparan selama 6 minggu.

Konsentrasi amonia sebaiknya dipantau paling sedikit satu kali setiap hari di hatchery udang. Bila beberapa bentuk gas oksidan, seperti ozon, dipertahankan pada tingkat residu yang rendah di dalam tangki pemeliharaan larva (yaitu, dimasukkan bersama aerasi), ia dapat mempertahankan konsentrasi NH3 (amonia tak terionisasi) dalam kisaran yang dapat diterima. Bagaimanapun, ozon secara langsung bersifat racun bagi organisme air, sehingga konsentrasi residunya harus diperhatikan.


REFERENSI :

ARTIKEL TERKAIT