Kerapu Sunu


Kerapu Sunu

Kerapu sunu merupakan komoditas ekspor yang harganya cukup tinggi. Dua jenis kerapu sunu yang berharga tinggi dan terdapat di Indonesia yaitu P. leopardus (leopard corraltrout) dan P. maculatus (barred cheek corral trout). Harga jenis leopardus hidup dilaporkan mencapai sekitar US$ 3o/kg pada tahun 20o6.


Kerapu sunu merupakan ikan konsumsi laut yang mempunyai prospek pengembangan yang cukup cerah karena teknologi pembenihan massalnya telah dikuasai. Permintaan pasarnya dalam keadaan hidup sangat tinggi, baik di dalam maupun di luar negeri.


A. Sistematika
Famili : Serranidae
Spesies : Plectropomus leopardus, P. maculatus
Nama dagang : spotted coralgrouper, spotted coraltrout, viele saintsilac, mero con pintas, mero de coral, coral cod, jin hou, sai sing
Nama lokal ; kerapu tiara


B. Ciri-ciri dan Aspek Biologi

1. Ciri fisik
Badan ikan memanjang tegap. Kepala, badan, dan bagian tengah dari sirip berwarna abu-abu kehijau-hijauan, cokelat, merah, atau jingga kemerahan dengan bintik-bintik biru yang berwarna gelap pada pinggirnya. Bintik-bintik pada kepala dan bagian depan badan sebesar diameter bola matanya atau lebih besar. Pada jenis kerapu sunu lodi kasar umumnya bintik-bintik biru di badan berbentuk lonjong. Sebaliknya, pada kerapu sunu lodi halus bintik-bintik ini berbentuk bulat dan lebih kecil ukurannya bintik-bintik yang ada di bagian belakang badan berbentuk bukat dan berukuran kecil.


Sementara itu, bagian bawah kepala dan badan tidak terdapat bintik-bintik biru. Namun, ada satu bintik biru pada pangkal sirip dada.

Bentuk ujung sirip ekor ikan kerapu sunu rata. Ujung sirip tersebut terdapat garis putih. Adapun pada sirip punggung ikan terdapat duri sebanyak 7-8 buah.



2. Pertumbuhan dan perkembangan

Laju pertumbuhan kerapu sunu bervariasi menurut kelas umurnya. Awal kehidupannya, laju pertumbuhan kerapu sunu berlangsung cepat, yaitu o,81 mm/hari dalam waktu 6 bulan sudah mencapai ukuran panjang total 14 cm.


Pada stadia larva, ikan ini termasuk jasad pemakan plankton. Adapun perubahan sifat menjadi karnivora dan predator terjadi sejak mencapai stadia juwana. Menjelang dewasa, ikan ini tergolong jenis ikan predator yang memangsa ikan-ikan keeil, udang, dan cumi-cumi.
Ikan ini termasuk hermaprhodite protogynous. Artinya, awal masa hidupnya secara seksual berstatus ikan betina, kemudian berubah menjadi jantan setelah mencapai ukuran tertentu. Perubahan kelamin terjadi pada saat panjang total ikan berukuran antara 23-62 cm atau panjang total rata-rata 42 cm.



C. Pemilihan Lokasi Budi Daya

Lokasi atau lahan yang cocok untuk kerapu sunu, di antaranya salinitas airnya 30-35 ppt dan bersuhu 27-32 derajat celcius. Adapun syarat lainnya seperti tercantum pada Tabel 1. Ikan kerapu sunu juga hidup di terumbu karang pada kedalaman 5-50 M.


D. Wadah Budi Daya
Tehnik pembesaran yang sudah diterapkan masyarakat adalah pembesaran di dalam KJA berukuran 4 m x 4 m x 3 m. KJA tersebut dipasang mencuat sekitar 0,5 m di atas permukaan air.


E. Pengelolaan Budi Daya

1. Penyediaan benih
Pembelian benih ikan sebaiknya berukuran lebih dari 12 cm dan dilakukan seleksi. Namun, biasanya harga benih akan lebih tinggi. Pemilihan benih yang benar, tepat ukuran, tepat waktu, dan sehat sangat membantu keberhasilan budi daya selanjutnya.

Benih yang sehat dengan pakan yang cukup akan tumbuh normal. Sebaliknya, benih yang tidak sehat, baik sakit maupun deformity (tidak normal), akan mengalami gangguan pertumbuhan meskipipun diberikan pakan yang baik dan cukup. Benih deformity bisa diketahui dengan pengamatan kondisi tubuh, kepala, insang, bentuk tubuh, ekor, dan tulang punggung.



2. Penebaran benih
Padat penebaran sangat tergantung pada ukuran ikan, wadah budi daya, dan bisnis yang sedang dilakukan. Untuk benih berukuran 150-300 g, padat penebarannya sekitar 20-4o ekor/ m3 sehingga akan dihasilkan laju pertumbuhan benih sebesar 2,3 g/hari.


Jika padat penebaran tinggi, akan terjadi persaingan pakan karena ukuran dan vitalitas yang berbeda. Semakin lama pemeliharaan, perbedaan tersebut akan semakin nyata sehingga perlu dilakukan grading untuk memisahkan antara yang besar dan kecil. Jika diperlukan, bisa dibuat tiga kelompok ukuran ikan sehingga masing-masing kelompok lebih seragam. Setiap kelompok dipisahkan pada karamba jaring yang berbeda. Dengan ukuran seragam, pertumbuhan ikan akan lebih normal.


3. Pembesaran

Benih yang digunakan dalam pembesaran di KJA disarankan berukuran lebih dari 12 cm sehingga masa pemeliharaan bisa dipercepat. Benih ukuran tersebut bisa diperoleh dengan cara membeli dari usaha pendederan. Ada juga pembudidaya yang
menggunakan benih berukuran lebih besar dengan bobot antara 50-100 g. Hal ini akan memperpendek waktu pemeliharaan untuk mencapai ukuran panen. Namun, harga benih dengan ukuran tersebut relatif mahal.


Untuk ikan berbobot sekitar 200 g/ekor, dapat dipelihara dalam karamba berukuran 4 m x 4 m x 3 m dengan jumlah sekitar 600 ekor.



4. Pemberian pakan

Selama tiga bulan pertama masa pemeliharaan, ikan diberi pakan berupa ikan rucah, seperti tembang, selar, dan peperek hingga kenyang (satiasi). Tujuh bulan berikutnya pemberian pakan hanya dilakukan satu hari sekali dengan dosis 4-6% bobot badan. Ikan tersebut akan tumbuh pesat dengan bobot awal rata-rata 209 g menjadi rata-rata 455 g selama 3 bulan pemeliharaan. Tingkat mortalitasnya berkisar 30% dengan catatan bahwa benih yang digunakan cukup baik mutunya. Dengan demikian, laju pertumbuhan ikan ini sekitar 2,67 g/hari. Adapun laju pertumbuhan ikan dengan menggunakan pelet untuk ukuran benih 150-300 g adalah 2,30 g/hari.


ikan yang akan diberi pakan buatan pada waktu pembesaran harus sudah dibiasakan diberi pakan buatan sejak benih. Hal ini disebabkan perubahan pakan ikan rucah ke pakan buatan perlu waktu, sedangkan perubahan dari pakan buatan ke pakan ikan rucah lebih respon. Sebagai acuan dosis dan frekuensi pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 8.




F. Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama utama dalam pemeliharaan ikan kerapu sunu adalah biawak dan burung. Upaya pengendaliannya adalah dengan cara bagian atas karamba ditutup dengan jaring atau terpal sehingga hama tidak bisa masuk.


Penyakit infeksi bakteri gram negatif merupakan penyakit utama pada kerapu sunu. Gejala akibat serangan penyakit ini, di antaranya ikan tidak mau makan dan lemah, berenang di permukaan, menyendiri, serta adanya luka di permukaan kulit. Penyakit tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.


prinsip pengendalian penyakit ini adalah "deteksi secara dini dan ambil tindakan secara cepat". Teknisi yang sudah terlatih dan berpengalaman sangat membantu dalam penerapan prinsip ini. Pengelolaan usaha budi daya yang baik, terutama persiapan secara baik, juga mendukung terwujudnya prinsip ini.

Penanggulangan penyakit yang dapat dilakukan adalah perendaman ikan yang sakit dengan formalin 1oo ppm selama 1 jam. Cara lainnya adalah ikan yang sakit dipisahkan, lalu direndam







dalam larutan streptomysin 1 g dalam 100 l air laut selama1 jam. adapun pencegahannya dengan mengganti jaring secara teratur dua minggu sekali, melakukan grading ukuran secara konsisten, memandikan ikan dengan air tawar selama 5 menit setiap 2-3 minggu, mengangkat atau memindahkan dengan cepat ikan yang mati atau ikan yang sakit dari jaring karamba.



G. Panen
Kerapu sunu dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi, yaitu sekitar 600 g dengan masa pemeliharaan 8—10 bulan. Sistem pemanenannya dapat dilakukan secara total, tergantung kebutuhan. Adapun cara panennya sama seperti paren ikan di KJA.
sumber : PEnebar Swadaya, 2008