Budidaya Ikan Patin

1. SEJARAH SINGKAT

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang

berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin

dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual

yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan


diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup

responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan,

dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai

keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk

“membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan

kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan

ikan ini.

Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti

perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut

terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan

catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang

berfungsi sebagai peraba.

2. SENTRA PERIKANAN

Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa

Barat, Kalimantan.

3. JENIS

Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:

Ordo : Ostarioplaysi.

Subordo : Siluriodea.

Famili : Pangasidae.

Genus : Pangasius.

Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.

Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya:

a) Pangasius polyuranodo (ikan juaro)

b) Pangasius macronema

c) Pangasius micronemus

d) Pangasius nasutus

e) Pangasius nieuwenhuisii

4. MANFAAT

1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.

2) Sebagai ikan hias.

5. PERSYARATAN LOKASI

1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,

tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar

dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.

2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%

untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang

disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.

4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu

keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah

pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur,

maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin

atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).

5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium

adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif

rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang

relatif stabil.

6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi

menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan

ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya

masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan

lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.

Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada

ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang

umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat

diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim

kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.

Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih

dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2

minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan

air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih

ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan

ke dalam hampang yang sudah disiapkan.

Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan

sebagai berikut:

a) Pemilihan calon induk siap pijah.

b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan

mas.

c) Kawin suntik (induce breeding).

d) Pengurutan (striping).

e) Penetasan telur.

f) Perawatan larva.

g) Pendederan.

h) Pemanenan.

Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan

pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan

benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan

penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan

biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama

menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam

dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga

memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1) Kolam pemeliharaan induk

Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai

contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila

hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan

pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi

saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok

atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu

pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk

pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.

2) Kolam pemijahan

Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas

kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk

kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk

dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah

ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk

menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa

dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran

kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama

dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan

kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk

dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.

3) Kolam pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan

pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama

dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.

Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan

pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di

dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat

berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan

penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak

tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu

dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.

6.2. Pembibitan

1) Menyiapkan Bibit

Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam

sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk

yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam

sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.

2) Perlakuan dan Perawatan Bibit

Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus

di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi

makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk

memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai

Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan

makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan

ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras

25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%.

Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari

dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan

juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini

dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.

Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah

sebagai berikut :

a. Induk betina

- Umur tiga tahun.

- Ukuran 1,5–2 kg.

- Perut membesar ke arah anus.

- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.

- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.

- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.

- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang

bentuknya bundar dan besarnya seragam.

b. Induk jantan

- Umur dua tahun.

- Ukuran 1,5–2 kg.

- Kulit perut lembek dan tipis.

- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.

- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.

Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium

berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur

bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per

akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen

untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan

suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk

menghemat dana.

Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena

masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur.

Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning

telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan

makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan

kutu air dan jentik nyamuk.

Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui

sistem pen dan dalam karamba.

a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem

monokultur maupun polikultur.

b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,

bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses

pembesarannya.

c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan

lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran

benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.

d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:

pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan,

pengontrolan dan pemanenan.

Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang

dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan.

Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air ± 0,5-3 m

dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras,

tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan

dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang

kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada

perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk

membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar

0,5-1 m.

6.3. Pemeliharaan Pembesaran

1) Pemupukan

Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,

yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya.

Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk

hijau dengan dosis 50–700 gram/m2

2) Pemberian Pakan

Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan

yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan

peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan

kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan

cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang

dipelihara (smpel).

3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak

Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet

setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun

sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang

antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga

terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba.

Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.

Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa

ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain

berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan

kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin

dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.

Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit)

sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau

merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak

belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.

Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus),

pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis

capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan

lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong

jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih

besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin

juga tidak akan berlompatan keluar.

7.2. Penyakit

Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi

adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan

patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat

infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

1) Penyakit akibat infeksi

Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit,

jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih

menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan

parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang

mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran

patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan

penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat

infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.

a. Penyakit parasit

Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa

protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian:

menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram

metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air

yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan

dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang

selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

b. Penyakit jamur

Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.

Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.

Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada

kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.

Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga

kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan

yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai

adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30

menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang

sampai tiga hari berturut- turut.

c. Penyakit bakteri

Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang

sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan

yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama

di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin

menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang

ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas

sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah

menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah

harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum

parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1)

Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20

ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-

10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan

oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.

2) Penyakit non-infeksi

Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.

Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan

yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.

Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.

- Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus

yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,

ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan

ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.

- Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus

multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih

yang berumur 1-2 bulan.

- Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.

- Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai

ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.

- Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak

selaput lendir tersebut.

8. PANEN

8.1. Penangkapan

Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan

mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir

kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka

ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini

menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga

kematian ikan dapat dihindari.

8.2. Pembersihan

Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.

Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal

dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700

gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala

sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan

yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.

9. PASCAPANEN

Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan

ikan hidup maupun ikan segar.

1) Penanganan ikan hidup

Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam

keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke

konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:

a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat

C.

b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.

c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.

2) Penanganan ikan segar

Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang

perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:

a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.

b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.

c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak

dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan

daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan

seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi

kotak maksimum 50 cm.

d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.

Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan

jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian

ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es

lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian

juga antara ikan dengan penutup kotak.

3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah

sebagai berikut:

a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan

tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong

plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).

b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama

dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan

air sumur yang telah diaerasi semalam.

c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.

Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan

dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1

m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan

dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan

ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan

dengan ukuran benihnya.

d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Sistem terbuka

Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak

memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.

Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk

mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.

2. Sistem tertutup

Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan

waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media

pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer

Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang

diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam

kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan

kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung

dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga

(air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik

dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.

Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m

dapat diisi 2 buah kantong plastik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat

tujuan adalah sebagai berikut:

- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin

dalam 10 liter air bersih).

- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam

setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong

plastik terjadi perlahan-lahan.

- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama

1-2 menit.

- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak

pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan

pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut.

Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak

20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.

- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.

Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama

pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih

ikan patin yaitu:

- Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat

rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk

simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah

diaerasi selama 24 jam.

- Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan

serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.

- Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan

air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang

rangkap.

- Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.

- Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam

dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang

hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya

cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan

mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.

Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman

diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

10.1.Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha ikan patin pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat

adalah sebagai berikut:

1) Biaya produksi

a. Kolam pemijahan 2 x 2 m Rp. 200.000,-

b Bibit /benih

- 2 ekor induk @ Rp. 150.000,- Rp. 300.000,-

- Ikan donor 5 Kg @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-

c. Pakan/makanan (Artemia Salina) Rp. 80.000,-

d. Obat

- Alat suntik 0,5 cc (2 buah) @ Rp. 4000,- Rp. 8.000,-

- Pregnil Rp. 50.000,-

e. Alat

- Bangunan dan sumur Rp. 2.000.000,-

- Genzet Rp. 2.500.000,-

- Aerator Rp. 500.000,-

- Selang aquarium 50 m @ Rp 1000,- Rp. 50.000,-

- Kompor (4 unit) @ Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-

- 100 unit aquarium: 40×80 cm @ Rp 35.000,- Rp. 3.500.000,-

f. Tenaga kerja

- Tenaga kerja tetap 14 hari, 2 orang @ Rp.20.000,- Rp. 560.000,-

g. Biaya tak terduga 10% Rp. 989.800,-

Jumlah biaya produksi Rp. 10.887.800,-

2) Biaya investasi rata-rata/aquarium Rp. 98.000,-

3) Presentase output terhadap investasi/aquarium 3,15 %

4) Analisis usaha untuk menutup investasi

a. Periode 1: 2 Minggu pertama

Benih @ Aquarium:100 ekor=100×100xRp.125,- Rp. 1.250.000,-

b. Periode II :

Pengeluaran Tetap/2 mingguan Rp. 480.000,-

Dari perhitungan di atas pada periode ke 14 atau sekitar 7 bulan, telah dapat

menutup investasi, Pada Produksi ke 15 ke atas sudah dapat memetik

keuntungan

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis

Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,

danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi

alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.

Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh

pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal

pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,

penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.

Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar

lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil

penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.

Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat

berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir

di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak

ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan

faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor

perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.

11. DAFTAR PUSTAKA

1) Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru:

Lembar Informasi Pertanian.

2) Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu

Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.

3) Arifin, Zainal. (1987). “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Dengan Rangsangan Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1),

1987: 42 – 47.

4) Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk

Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

5) ————–, dkk. Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius pangasius)

dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

6) ————–, dkk. Pemberian Pakan Berbeda Pada Pembesaran Ikan Patin

(Pangasius pangsius) Dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.

7) ————–, dan Asyari, Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius)

dalam Sangkar di Kolam dengan Kualitas Air yang Berbeda dalam

Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992,

Balitkanwar, Bogor, 1992.

8) ————–, dan Asyari, Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius

pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi dalam Proseding Seminar Hasil

Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.

9) ————–; Asyari (1992). Pendederan Benih Ikan Patin (Pangasius

pangasius) dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian

Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.

10) Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya,

1999 ).

11) Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius

pangasius ) Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding

Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar,

Bogor, 1992.

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;

Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Editor : Kemal Prihatman