Ini Alasan DPR Studi Banding Soal Pangan ke India dan Jepang Winda Veronica Silalahi - detikFinance
Jakarta - DPR-RI sedang menggodok RUU perlindungan, pemberdayaan petani dan RUU pangan. Mereka melakukan studi banding ke Jepang, Amerika, China dan India untuk mengorek informasi yang dilakukan negara-negara tersebut.
"Kita sedang dalam pembahasan RUU perlindungan, pemberdayaan petani dan RUU pangan. Jadi ke Jepang itu dalam rangka RUU perlindungan, pemberdayaan petani. Ke India RUU pangan," kata Wakil ketua komisi IV Herman Khaeron di DPR-RI, Senin (12/12/2011).
Ia mengatakan negara-negara itu dipilih karena dianggap sangat maju memberikan perhatian khusus terhadap pangan. Misalnya Jepang negara yang berorientasi kepada industri non agrikultur tetapi sekarang kebijakan politiknya itu lebih berorientasi kepada masalah pangan.
"Hanya dia tidak mensubsidi di hulu, subsidinya dihilir," katanya.
Menurutnya negara seperti Jepang mensubsidi harga, negeri itu membeli berapapun produk petani pada saat harga jatuh dia beli berapapun. Jepang juga memberikan proteksi khusus kepada beras hingga 700%. Bahkan untuk memproduksi gandum ataupun beras pada tingkat level tertentu pemerintah Jepang memberikan insentif kepada para petani.
"Namun problematikanya sama mereka juga. Masalah petani yang sekarang usia rata-ratanya semakin tua dan lahannya semakin menyempit sehingga intervensi teknologi yang sekarang bisa dilaksanakan. Dan menjadi catatan penting bahwa untuk masalah pangan hybrid ini menjadi pilihan mereka," jelasnya.
Selain itu, India dianggap menjadi negara yang sukses dalam hal swasembada pangan dengan surplus beras jutaan ton. Tercatat dari 100% produksi beras hanya 60% yang mereka konsumsi.
"Mereka hampir punya stok sekarang sekita 40 juta ton. Produksi rata-rata mereka diatas 100 juta ton. Dalam situasi kondisi alam yang begitu kering namun mereka bisa me-manage air melalui sumur-sumur pompa dalam," katanya.
Herman mengatakan di India terdapat 2 lembaga, yang mengurusi masalah budidaya itu adalah kementerian pertanian, yang mengurusi pangan mereka adalah kementerian pangan serta mengurusi produksi pangan dan distribusi. Untuk urusan irigasi dan segala macamnya mereka ada kementerin sumber daya air.
"Jadi pangan ini menjadi suatu yang diutamakan," katanya.
Mengenai RUU pangan, ia menegaskan bahwa undang-undang ini tak liberal. Ia membantah adanya pandangan soal memberikan peluang pada swasta untuk impor. "Kami sudah membatasi ruang gerak terhadap para spekulan dengan RUU ini. RUU ini lebih ditekankan kepada kemandirian dan kedaulatan pangan," katanya.
(hen/ang)