Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Jawa Tengah telah bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yoyakarta melaksanakan kegiatan Pemeriksaan Identifikasi dan Pemetaan Kasus Parasit Internal dan Kematian Pedet pada Sapi Potong di Propinsi Jawa Tengah tahun 2011.
Instansi lain yang memfasilitasi kegiatan ini yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang, Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Rembang, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri. Kelompok Peternak Sapi potong juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Kegiatan ini menyimpulkan bahwa kasus kematian pedet dan kecacingan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu kendala utama program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) 2014.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini sbb:
Peta tahun 2011 parasitisme gastrointestinal nematodosis dari sampel feses menunjukan bahwa nematodosis 24/210 (11,43%) meliputi Strongyloides sp (terendah di Kabupaten Kebumen 3,13% dan tertinggi di Kabupaten Banjarnegara 16,00%), Trichuris sp (terendah di Kabupaten Sragen 1,92% dan tertinggi di Kabupaten Semarang 9,52%), Moniezia sp (Brebes 3,64%), Ascaris sp (Sragen 1,92%).
Fasciola sp di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 42/210 (20,00%) kejadian. Parasit Eimeria sp ditemukan 34/291 (11,68%) (terendah Kabupaten Brebes 5,45 % dan tertinggi Kabupaten Sragen 30,77%).
Parasitisme internal ini menyebabkan kekurusan, emasiasi, penurunan fertilitas dan penurunan produktivitas sapi potong. Secara tidak langsung keadaan ini berdampak pada inefisiensi reproduksi sapi potong.
Kasus kematian pedet (anak sapi) di Provinsi Jawa Tengah tercatat 1.874/147.476 (1,27%) dengan rincian Kabupaten Kebumen 829/6.897 (12,02%), Banjarnegara 48/4.817 (1,00%), Semarang 96/10.526 (0,90%), Brebes 76/33.221 (0,29%), Blora 40/43.000 (0,10%), Rembang 742/37.164 (1,90%), Wonogiri 25/35.000 (0,07%) dan Sragen 18/5.263 (0,34%).
Kasus kematian gudel (anak kerbau) di Provinsi Jawa Tengah tercatat 137/2.125 (6,45%) dengan rincian Kabupaten Kebumen -/42 (-%), Banjarnegara 5/259 (1,93%), Semarang 80/730 (10,96%), Brebes 22/1097 (2,02%), dan Sragen 2/18 (11,11%).
Kematian pedet dan gudel berturut-turut disebabkan oleh kekurusan, gangguan pencernaan, diare, infeksi umbilicus (omphalitis, navel ill), kecacingan, gangguan pernapasan, malnutrisi disertai dengan kecacingan, pneumonia, dan diare putih (white scours). Ada kecurigaan bahwa inbreeding (silang dalam) juga mempunyai kontribusi dalam kejadian stillbirth dan kematian pedet hasil inseminasi buatan.
Kejadian abortus tercatat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 151/60.100 (0,25%), dengan rincian Kabupaten Kebumen 100/7.000 (1,42%), Banjarnegara 6/1.100 (0,54%), Semarang 75/4.000 (1,88%), Brebes 48/5.000 (0,96%) dan Blora 30/43.000 (0,07%). Sedangkan untuk Kabupaten Rembang, Wonogiri dan Sragen tidak ada catatan kejadian abortus.
Kasus kematian sapi dewasa di Propinsi Jawa Tengah sangat rendah rata-rata 0,25%, dengan angka terendah di Kabupaten Sragen (0,03%) dan tertinggi Kabupaten Kebumen (1,80%). Penyebab kematian sapi potong berturut-turut antara lain kekurusan, ambruk, kembung, indigesti, keracunan (toksisitas), distokia dan gangguan akut pasca beranak lainnya.
Sumber: Laporan Pemeriksaan Identifikasi dan Pemetaan Kasus Parasit Internal dan Kematian Pedet pada Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah, FKH UGM, 2011.
Instansi lain yang memfasilitasi kegiatan ini yaitu Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kebumen, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang, Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Rembang, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri. Kelompok Peternak Sapi potong juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
Kegiatan ini menyimpulkan bahwa kasus kematian pedet dan kecacingan sapi potong di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu kendala utama program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) 2014.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini sbb:
Peta tahun 2011 parasitisme gastrointestinal nematodosis dari sampel feses menunjukan bahwa nematodosis 24/210 (11,43%) meliputi Strongyloides sp (terendah di Kabupaten Kebumen 3,13% dan tertinggi di Kabupaten Banjarnegara 16,00%), Trichuris sp (terendah di Kabupaten Sragen 1,92% dan tertinggi di Kabupaten Semarang 9,52%), Moniezia sp (Brebes 3,64%), Ascaris sp (Sragen 1,92%).
Fasciola sp di Provinsi Jawa Tengah ditemukan 42/210 (20,00%) kejadian. Parasit Eimeria sp ditemukan 34/291 (11,68%) (terendah Kabupaten Brebes 5,45 % dan tertinggi Kabupaten Sragen 30,77%).
Parasitisme internal ini menyebabkan kekurusan, emasiasi, penurunan fertilitas dan penurunan produktivitas sapi potong. Secara tidak langsung keadaan ini berdampak pada inefisiensi reproduksi sapi potong.
Kasus kematian pedet (anak sapi) di Provinsi Jawa Tengah tercatat 1.874/147.476 (1,27%) dengan rincian Kabupaten Kebumen 829/6.897 (12,02%), Banjarnegara 48/4.817 (1,00%), Semarang 96/10.526 (0,90%), Brebes 76/33.221 (0,29%), Blora 40/43.000 (0,10%), Rembang 742/37.164 (1,90%), Wonogiri 25/35.000 (0,07%) dan Sragen 18/5.263 (0,34%).
Kasus kematian gudel (anak kerbau) di Provinsi Jawa Tengah tercatat 137/2.125 (6,45%) dengan rincian Kabupaten Kebumen -/42 (-%), Banjarnegara 5/259 (1,93%), Semarang 80/730 (10,96%), Brebes 22/1097 (2,02%), dan Sragen 2/18 (11,11%).
Kematian pedet dan gudel berturut-turut disebabkan oleh kekurusan, gangguan pencernaan, diare, infeksi umbilicus (omphalitis, navel ill), kecacingan, gangguan pernapasan, malnutrisi disertai dengan kecacingan, pneumonia, dan diare putih (white scours). Ada kecurigaan bahwa inbreeding (silang dalam) juga mempunyai kontribusi dalam kejadian stillbirth dan kematian pedet hasil inseminasi buatan.
Kejadian abortus tercatat di Provinsi Jawa Tengah sebesar 151/60.100 (0,25%), dengan rincian Kabupaten Kebumen 100/7.000 (1,42%), Banjarnegara 6/1.100 (0,54%), Semarang 75/4.000 (1,88%), Brebes 48/5.000 (0,96%) dan Blora 30/43.000 (0,07%). Sedangkan untuk Kabupaten Rembang, Wonogiri dan Sragen tidak ada catatan kejadian abortus.
Kasus kematian sapi dewasa di Propinsi Jawa Tengah sangat rendah rata-rata 0,25%, dengan angka terendah di Kabupaten Sragen (0,03%) dan tertinggi Kabupaten Kebumen (1,80%). Penyebab kematian sapi potong berturut-turut antara lain kekurusan, ambruk, kembung, indigesti, keracunan (toksisitas), distokia dan gangguan akut pasca beranak lainnya.
Sumber: Laporan Pemeriksaan Identifikasi dan Pemetaan Kasus Parasit Internal dan Kematian Pedet pada Sapi Potong di Provinsi Jawa Tengah, FKH UGM, 2011.