TAWARAN KEMITRAAN KULINER: SATAI
Kebul asap waralaba satai kian tipis
Oleh Noverius Laoli, Eka Saputra - Senin, 05 Maret 2012 | 14:03 WIB
Lantaran minat masyarakat terhadap satai cukup tinggi, warung satai pun menjamur di mana-mana. Ini menyebabkan persaingan usaha satai ini terbilang sangat ketat.
Ada warung satai yang menggunakan bendera usaha sendiri, ada juga yang memakai konsep waralaba alias kemitraan. Ini yang menyebabkan kepulan laba dari waralaba warung satai ini kini tak sebanyak dulu.
Lesunya bisnis satai ini, setidaknya tertangkap dari sejumlah waralaba satai yang dihubungi KONTAN. Mereka mengaku roda usaha tetap berputar tapi sudah kesulitan mendapat mitra baru. Bahkan, ada waralaba warung satai yang belum mempunyai mitra meski sudah menawarkan kemitraan sejak lama.
Ada juga yang sudah putus hubungan dengan mitra, lantaran bisnis kurang lancar. Selain itu, ada usaha yang jalan biasa-biasa saja dan tak bisa berkembang sesuai harapan. Berikut beberapa ulasan pasang surut kemitraan warung satai;
• Sate Ayam Kenanga
Kemitraan Sate Ayam Kenanga berasal dari Banjar, Jawa Barat. KONTAN pernah mengupas kemitraan ini pada September 2010.
Sate Ayam Kenanga sudah mulai menawarkan kemitraan sejak Maret 2010. Namun, kala itu mereka belum memiliki mitra sama sekali. Sate Kenanga hanya memiliki dua gerai milik sendiri di Banjar, dengan rata-rata omzet senilai Rp 7,2 juta per bulan.
Kini, setelah dua tahun berlalu, Sate Ayam Kenanga juga masih sepi peminat. Rohani, pemilik Sate Ayam Kenanga, menceritakan, sampai saat ini masih terus gencar mempromosikan tawaran kemitraan Sate Ayam Kenanga. "Kami menargetkan pada tahun ini, ada delapan mitra yang akan bergabung," ujar Rohani.
Ia optimistis, bisa mendapatkan mitra karena terus melakukan perbaikan secara berkala, sambil gencar melakukan promosi, baik lewat media maupun relasi.
Rohani belum mengubah tawaran nilai investasi awal yakni sebesar Rp 15 juta untuk masa kontrak lima tahun. Dengan nilai investasi tersebut, sang mitra akan mendapatkan peralatan dan perlengkapan penjualan, gerobak satai, alat pemanggang dan bahan baku awal sebanyak 1.000 tusuk satai.
Nilai investasi Rp 15 juta tersebut juga sudah termasuk royalty fee selama lima tahun. Setelah itu, mitra hanya membayar royalty fee sebesar Rp 1 juta sebagai uang pembaharuan kontrak perjanjian kemitraan selama lima tahun berikutnya.
Rohani membanderol harga jual satai antara Rp 8.000 hingga Rp 15.000 per porsi. Harga tersebut tergolong wajar untuk penjualan satai pada umumnya.
Ia yakin, sang mitra bisa balik modal maksimal 10 bulan setelah tahap pertama menjalankan bisnis satai. Dengan catatan, si mitra berada di lokasi yang tepat dan banyak calon konsumen.
Menurut Rohani, tawaran kemitraan ini masih masuk akal dan juga terasa meringankan bagi mitra. Itulah alasan mengapa Rohani masih optimistis bisa mendapatkan mitra pada tahun ini, meskipun setelah dua tahun menawarkan kemitraan, belum juga ada yang cocok.
• Sate Ayam BK Ponorogo
KONTAN pernah mengulas tawaran waralaba satai ayam ini pada November 2008. Waralaba ini menyasar kalangan menengah dan saat itu mereka sudah memiliki tujuh cabang. Tiga di antaranya milik sendiri, dan empat lainnya merupakan terwaralaba, masing-masing ada di Yogyakarta dan Jakarta.
Kini, bisnis waralaba Sate Ayam BK Ponorogo mulai meredup. Semua terwaralaba sudah gulung tikar, sehingga tinggal mengandalkan gerai milik sendiri. Saat ini, tiga cabang milik sendiri masih tetap beroperasi.
Juru Bicara Sate BK Ponorogo, Utomo Njoto bilang, Sate Ayam BK Ponorogo saat ini juga sudah tidak lagi menawarkan waralaba. Pasalnya, Sate BK Ponorogo sedang melakukan konsolidasi ke dalam. "Kami sedang membenahi usaha ini dari dalam," ujarnya.
Utomo mengaku alasan penutupan gerai milik mitra lantaran tak punya tenaga kerja yang andal. "Banyak tenaga kerja yang hanya keluar masuk," keluh Utomo.
Ke depan, Sate Ayam BK Ponorogo akan menghindari format kerja sama dalam bentuk gerobak atau sistem membuka gerai sendiri. Sebab, berdasarkan pengalaman lalu, format kerja sama semacam itu tidak manjur. Sate Ayam BK Ponorogo akan menjajaki konsep mini resto di mana mereka langsung membuka restoran untuk menjajakan satai miliknya.
Selain itu, Utomo juga sedang mengkaji menawarkan menu satai ke restoran-restoran yang sudah ada. Mereka akan menggunakan sistem kerja sama dengan sejumlah restoran untuk menjajakan satai yang mereka buat.
Sebelumnya, Sate Ayam BK Ponorogo menawarkan sistem waralaba dengan franchise fee Rp 20 juta untuk lima tahun. Selain itu, calon mitra harus menyediakan dana segar senilai Rp 10 juta untuk membeli gerobak dan perlengkapan operasional lain.
Nah setelah beroperasi, Sate Ayam BK Ponorogo memungut royalty fee sebesar 5% dari omzet, dan marketing fee sebesar 3% yang mulai dipungut pada bulan keempat pasca-beroperasi.
Mitra juga wajib membeli 5 kilogram bumbu satai dan 10 kg bumbu kacang untuk kebutuhan operasional. Nah, seorang calon mitra minimal harus menyediakan dana untuk investasi awal Rp 40 juta untuk membuka usaha Sate Ayam BK Ponorogo.
Mitra dijanjikan balik modal dalam satu tahun asal omzet Rp 13 juta per bulan, dengan asumsi penjualan rata-rata 300 - 400 tusuk per hari. Harga satai Rp 1.400 per tusuk atau Rp 14.000 seporsi (10 tusuk).
• Sate Haji Romli
Satu lagi waralaba warung satai yang tumbuh stagnan yakni Waralaba Sate Haji Romli yang berpusat di Jakarta. Saat KONTAN menulis waralaba ini Februari 2010, Sate Haji Romli sudah memiliki empat mitra. Mitra ini tersebar di Jalan Pulo Raya, belakang Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Selain itu ada pula yang berlokasi di Taman Sriwijaya 2, Bintaro Sektor III, dan Kuningan.
Sekarang, satai yang dikenal sebagai Sate Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) ini tinggal memiliki tiga mitra. Maerah, pemilik Sate Haji Romli bilang, mereka berencana membuka satu lagi cabang Sate Haji Romli di Tebet, Jakarta Selatan dalam beberapa bulan mendatang.
Meskipun pertumbuhan mitra tergolong lambat, Maerah mengklaim, bisnis Sate Haji Romli masih kinclong karena mereka sudah punya pelanggan yang loyal.
Sate Haji Romli juga masih tetap membuka peluang kemitraan dengan investasi Rp 5 juta. Mitra akan mendapatkan perlengkapan masak, peralatan makan, dan pelatihan.
Waralaba ini menjual satu porsi satai berisi 10 satai dan lontong ke mitra sebesar Rp 12.000. Perinciannya biaya 10 tusuk satai Rp 10.000 dan lontong Rp 2.000. Nah, mitra bisa menjualnya ke pelanggan seharga Rp 18.000 per porsi. Dengan demikian, mitra bisa meraup untung sebesar Rp 6.000 per porsi.
Nah apakah Anda masih tertarik bisnis satai?
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/kebul-asap-waralaba-satai-kian-tipis/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter