Kualitas Pakan Larva
Meskipun beberapa spesies telah berhasil dipijahkan pada bak terkontrol, tetapi pemeliharaan larva dalam usaha pembenihan ikan laut masih sulit. Dengan demikian, produksi benih ikan laut tidak ekonomis. Salah satu kendala yang dihadapi pada pemeliharaan larva adalah penyediaan jasad pakan yang berkualitas. Tidak memadainya nutrisi jasad pakan yang digunakan (rotifera dan artemia) sebagai pakan larva telah diketahui sebagai salah satu penyebab kegagalan pemeliharaan larva.
Telah dilaporkan oleh para peneliti bahwa hubungan antara kualitas nutrisi jasad pakan dengan kebutuhan nutrisi larva ikan laut ditunjukkan oleh jumlah kandungan asam lemak esensial (ALE) jasad pakan yaitu asam lemak tak jenuh rantai panjang (akajerapa)o 3 (baca: omega-3) khususnya 20:5 o 3 (eicosa pentanoic acid/EPA) dan 22:6 o 3 (docosa hexaenoic acid/DHA) yang merupakan faktor utama untuk kebutuhan nutrisi larva ikan laut.
EPA maupun DHA merupakan asam lemak yang tidak dapat disintesis sendiri oleh larva ikan sehingga harus dipasok dari luar melalui makanan. Hal ini juga telah dibuktikan pada larva ikan kakap putih Lates calcarifer yang telah terbukti dalam pembenihannya sering terjadi kematian pada stadium larva-benih dalam jumlah besar. Larva yang mati ditandai dengan terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam had, pembengkakan gelembung renang, terdapatnya rongga di dalam otak dan mata, kesulitan dalam keseimbangan cairan tubuh, dan mudah terjadi stres. Gejala-gejala tersebut juga sering terjadi dan dijumpai pada larva ikan laut lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kedua unsur kimia itu sangat penting. Hasil analisis mengenai komposisi asam lemak pada telur dan larva ikan kakap merah seperti yang tersaji dalam Tabel 3.
TABEL 3. KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA TELUR DAN LARVA IKAN KAKAP MERAH,
Asam Lemak | Telur | Larva umur 3 hari |
14:0 15:0 16:0 16:1 18:0 18:2 0 9 18:2 0 6 18:3 0 6 18:3 0 3 18:4 o 3 20:0 20:1 o 9 20:2 o 9 20:2 o 6 20:3 o 6 20:4 o 6 20:4 o 3 20:5 o 3 22:1 0 1 22:4 o 6 22:5 o 6 22:5 o 3 22:6 o 3 o -3 HUFA | 3,8 0,3 19,5 8,4 5,0 22,1 6,5 0,0 0,6 0,5 0,2 1,0 0,1 0,2 0,1 1,0 0,7 7,7 0,0 0,3 0,1 2,3 17,8 28,5 | 5,5 0,7 26,5 6,8 7,0 14,2 5,2 0,1 0,4 0,2 0,2 0,6 0,0 0,2 0,1 1,6 0,5 7,2 0,2 0,1 0,2 1,6 18,7 28,0 |
Altajerapa jenis EPA dan DHA sangat dibutuhkan oleh larva sehingga para peneliti melaporkan bahwa kandungan kedua altajerapa ini di dalam jasad pakan yang biasanya digunakan sebagai pakan larva (rotifera dan artemia) harus memadai. Untuk itu, beberapa teknik untuk meningkatkan gizi jasad pakan telah diketahui dan dilaporkan. Upaya peningkatan kualitas jasad pakan untuk mendukung pertumbuhan larva ikan laut adalah sebagai berikut.
1). Teknik pengkayaan gizi rotifera dan artemia
Telah dikemukakan bahwa larva ikan laut sangat membutuhkan altajerapa EPA dan DHA, sedangkan kandungan EPA danDHA dalam tubuh jasad pakan rotifera dan nauplius artemia biasanya kurang memadai untuk mendukung pertumbuhan larva. Jika jasad pakan dengan keadaan kandungan EPA dan DHA seperti ini diberikan kepada larva ikan maka dapat menyebabkan kematian larva dalam jumlah besar setelah beberapa hari.
Mengingat sumber EPA dan DHA adalah minyak-minyak ikan maka berbagai jenis minyak yang ada di pasaran mengandung komposisi asam lemak sehingga dapat dan sering digunakan untuk memperkaya jasad pakan. Hal ini disajikan dalam Tabel 4.
TABEL 4. KOMPOSISI ASAM LEMAK (PERSEN TOTAL LEMAK) DARI BERBAGAI JENIS MINYAK IKAN
| Pollack Liver | Asam Lemak | Squid Liver | Sardine | Bonito |
14:0 16:0 16:1 18:0 18:1 o 9 18:2 o 6 18:2 o 3 20:1 o 9 20:4 o 6 20:5 o 3 22:1 o 9 22:4 o 6 22:5 o 3 22:6 o 3 o 3HUFA | 2,8 16,1 12,1 2,0 16,7 1,2 0,3 16,8 1,8 9,1 6,2 0,4 0,5 2,4 12,0 | 8,7 18,18 9,9 1,3 18,1 0,7 0,6 15,3 0,3 7,8 11,9 0,9 0,9 2,3 11,6 | 7,6 19,1 5,6 3,4 19,0 1,5 1,0 11,7 1,3 9,6 5,3 0,5 1,1 9,5 20,3 | 8,9 20,1 7,8 2,7 13,4 1,4 1,3 9,3 1,0 12,5 6,0 1,2 2,8 7,9 23,2 | 5,7 24,7 6,9 6,4 14,5 1,9 0,9 1,8 1,6 5,1 - 0,6 1,6 16,7 23,4 |
2. Metode ragi-omega (ragi-o)
Kultur ragi roti dapat digunakan sebagai pakan rotifera, tetapi kualitas nutrisi yang dihasilkan sangat rendah bagi larva. Di Negara Jepang telah dikembangkan ragi-o yang diproses dengan penambahan minyak ikan. Ragi-o harus selalu disimpan dalam kondisi beku (suhu rendah) agar nilai nutrisinya tetap terjaga. Pemberian pakan tambahan ragi-o terhadap rotifera dan nauplius artemia sebelum diberikan kepada larva ikan telah meningkatkan kandungan EPA dan DHA dan telah dibukrikan meningkatkan kelangsungan hidup benih.
3. Metode emulsi lemak
Para peneliti telah mendalami cara meningkatkan kandungan EPA dan DHA dalam rotifera dan artemia. Dewasa ini banyak para pelaksana di pand benih ikan laut menggunakan metode emuisi untuk meningkatkan kualitas nutrisi. Minyak ikan tidak dapat diberikan langsung sebagai pakan kepada jasad pakan sehingga harus dicampur dengan bahan lain seperti bahan protein melalui proses emuisi. Kuning telur segar atau lesitin atau kasein dapat dimanfaatkan untuk mengemuisi minyak ikan. Emuisi tersebut dicampur dengan ragi kemudian diberi pakan kepada rotifera dan nauplius artemia beberapa jam sebelum diberikan kepada larva. Teknik pengkayaan rotifera dan artemia seperti tercantum dalam Gambar 14.
Gambar 14. Teknik pengkayaan rotifera dan artemia dengan metode emulsi lemak
4. Metode pelet mikro (microencapsulated diet, MCD)
Telah ditemukan teknik untuk memperkaya gizi jasad pakan melalui pemberian pakan buatan dalam bentuk pelet mikro yang dikenal dengan microencapsulated diet (MCD). MCD adalah ransum pelet mikro yang dibuat dari bahan-bahan ramuan yang kaya energi
Ragi omega (kiri) dan salah saru produk pellet mikro (kanan) untuk
Pengkayaan gizi rotifera dan artemia
dengan ukuran partikel sangat kecil disesuaikan dengan kebutuhan rotifera dan nauplius artemia. Susunan partikel-parrikel pelet mikromi dilapisi oleh suatu membran protein dan akan pecah oleh enzim pencernaan. Penggunaan MCD ini telah dibuktikan dapat meningkatkan kelangsungan hidup benih ikan laut.
SUMBER
Drs. Pramu Sunyoto
Dr. Mustahal, M.Sc
Penebar Swadaya