Produksi ikan patin ditarget 1,8 juta ton pada 2014
JAKARTA Pemerintah menargetkan produksi ikan patin pada 2014 mencapai 1,8 juta ton dan akan didorong untuk mengisi pasar ekspor.
"Selama kurang waktu 2007-2009 saja kenaikan rata-rata produksi komoditas patin selalu di atas 50% per tahun. Kami optimistis produksi patin Indonesia mampu mencapai 1,8 juta ton pada 2014," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad melalui siaran pers awal pekan ini.
Menurut dia, saat ini, sebagian besar produksi disalurkan untuk memenuhi pasar domestik. Ke depan, pasar ekspor pun sangat potensial.
Kabupaten Banjar merupakan salah satu kawasan minapolitan berbasiskan perikanan budi daya dengan komoditas unggulan patin. Komoditas pendukung adalah ikan nila dan mas.
Produksi patin di Banjar pada tahun lalu 12270,4 ton dan produksi ikan nila 17.472,6 ton. Secara perlahan tapi pasti, kawasan minapolitan di Kabupaten Banjar mulai terbentuk, masyarakat mulai meningkat kesejahteraannya dan sekaligus menunjang pertumbuhan ekonomi daerah. Bisnis Indonesia 25 August 2011 Hal.i2
Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)
Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)
Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)
Bio – Ekologi Patogen :
• Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
• Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
• Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
• Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).
Gejala Klinis
• Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
• Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
• Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
• Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod
Diagnosa :
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• In situ hybridization
Pengendalian
• Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
• Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mute
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010
Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)
Bio – Ekologi Patogen :
• Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
• Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
• Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
• Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).
Gejala Klinis
• Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
• Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
• Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
• Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod
Diagnosa :
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• In situ hybridization
Pengendalian
• Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
• Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mute
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, 2010
“Menuju Kawasan Konservasi lestari”
“Menuju Kawasan Konservasi lestari”
Program pelestarian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti NOAA, CTI (Coral Triangle Initiative), KKJI (Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan), pemerintah melaksanakan program-program pelatihan baik bagi masyarakat maupun petugas2 dengan harapan dengan semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin besar pula harapan untuk dapat melestarikan wilayah-wilayah konservasi.
Dalam rangka mendukung program ini, BPPP Aertembaga melaksanakan pelatihan MPA (Marine Protected Area) bagi para nelayan yang berlokasi di kawasan konservasi, pelatihan yang berlangsung selama 6 (enam) hari kalender terhitung dari tanggal 8 s.d 13 Agustus 2011 ini di hadiri oleh Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si selaku wakil dari KKJI (Ditjen KP3K), Kepala BPPP Aertembaga, Bpk. Pola S.T. Panjaitan., A.Pi., MM yang sekaligus membuka pelatihan ini, serta para fasilitator dari IPB, Bpk. DR. Ir. M. Fedi. A.Sondita., M.Sc, dari Unsrat, Bpk. Ir. Hermanto W.K. Manengkey., M.Si, serta dari APB ,Bpk. Daniel Heintje Ndahwali., S.Pi., M.Si.dan dari Balai Diklat Perikanan Aertembaga. selanjutnya................
Program pelestarian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti NOAA, CTI (Coral Triangle Initiative), KKJI (Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan), pemerintah melaksanakan program-program pelatihan baik bagi masyarakat maupun petugas2 dengan harapan dengan semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin besar pula harapan untuk dapat melestarikan wilayah-wilayah konservasi.
Dalam rangka mendukung program ini, BPPP Aertembaga melaksanakan pelatihan MPA (Marine Protected Area) bagi para nelayan yang berlokasi di kawasan konservasi, pelatihan yang berlangsung selama 6 (enam) hari kalender terhitung dari tanggal 8 s.d 13 Agustus 2011 ini di hadiri oleh Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si selaku wakil dari KKJI (Ditjen KP3K), Kepala BPPP Aertembaga, Bpk. Pola S.T. Panjaitan., A.Pi., MM yang sekaligus membuka pelatihan ini, serta para fasilitator dari IPB, Bpk. DR. Ir. M. Fedi. A.Sondita., M.Sc, dari Unsrat, Bpk. Ir. Hermanto W.K. Manengkey., M.Si, serta dari APB ,Bpk. Daniel Heintje Ndahwali., S.Pi., M.Si.dan dari Balai Diklat Perikanan Aertembaga. selanjutnya................
sumber : http://www.kkp.go.id
Produksi garam masih rendah
Produksi garam masih rendah
JAKARTA Produksi garam nasional pada saat Ini diperkirakan belum mencapai 10% dari kapasitas produksi sebesar 1,2-1,3 juta ton.
Anggota Presiden Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Apegar Pamekasan) Faishal Baidlawi mengungkapkan mulai 20 Juli hingga Agustus, produksi garam di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Pamekasan sekitar 8-9 ton per hektare dari luas area 888 hektare, sedangkan di Sampang sekitar 5-6 ton dari luas area 3.600-an hektare.
Luas area Sampang sesungguhnya sebesar 4.256 hektare, tetapi masih ada sekitar 15% dari luas area itu yang belum panen. Adapun produksi Sumenep sebesar 9-10 ton dari luas area 1.200 hektare.
Sementara Itu, menurut Faishal, produksi di Jawa Tengah tidak lebih dari 25.000 ton mengingat ada 30% area yang belum dipanen.
Realisasi produksi di Jawa Barat bah- kan lebih rendah karena intensitas hujan di wilayah tersebut yang masih tinggi. "Dari data Itu produksi nasional masih di bawah 10%," katanya di Jakarta, kemarin. Bisnis Indonesia 25 August 2011 hal.10
JAKARTA Produksi garam nasional pada saat Ini diperkirakan belum mencapai 10% dari kapasitas produksi sebesar 1,2-1,3 juta ton.
Anggota Presiden Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (Apegar Pamekasan) Faishal Baidlawi mengungkapkan mulai 20 Juli hingga Agustus, produksi garam di wilayah Jawa Timur yang terdiri dari Pamekasan sekitar 8-9 ton per hektare dari luas area 888 hektare, sedangkan di Sampang sekitar 5-6 ton dari luas area 3.600-an hektare.
Luas area Sampang sesungguhnya sebesar 4.256 hektare, tetapi masih ada sekitar 15% dari luas area itu yang belum panen. Adapun produksi Sumenep sebesar 9-10 ton dari luas area 1.200 hektare.
Sementara Itu, menurut Faishal, produksi di Jawa Tengah tidak lebih dari 25.000 ton mengingat ada 30% area yang belum dipanen.
Realisasi produksi di Jawa Barat bah- kan lebih rendah karena intensitas hujan di wilayah tersebut yang masih tinggi. "Dari data Itu produksi nasional masih di bawah 10%," katanya di Jakarta, kemarin. Bisnis Indonesia 25 August 2011 hal.10
Ekspor Komoditas Ikan Stabil
Ekspor Komoditas Ikan Stabil
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor produk perikanan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa belum terpengaruh dampak krisis keuangan yang melanda kawasan tersebut. Selama ini, Indonesia menguasai 65 persen pasar ekspor ke dua benua tersebut.
"Saya prediksi ekspor tidak akan turun, kecuali jika krisis keuangan di negara tersebut berkelanjutan," kata Direktur lenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Victor Nikjjuluvv, belum lama ini.
Selama ini, Indonesia mengekspor produk ikan berbagai jenis ke kedua benua tersebut, mulai dari tuna, udang, kepiting, sedangkan sesuai data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia termasuk eksportir terbesar kedua setelah China.
Apabila dikaitkan dengan kondisi kompetitor ekspor dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam, Indonesia masih diuntungkan karena Thailand sedang dilanda banjir yang mengganggu pasokan ekspornya, sedangkan Vietnam terkendala persoalan lingkungan.
Menurut Victor, jika kondisi itu bertahan dan ekspor tidak menurun, KKP optimistis nilai ekspor produk perikanan tahun ini bisa menembus angka 3,2 miliar doUar AS, dan hingga semester 1-2011, nilai ekspor sudah mencapai 1,6 miliar dollar AS. Koran Jakarta 24 August 2011 hal.15
JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor produk perikanan ke Amerika Serikat dan Uni Eropa belum terpengaruh dampak krisis keuangan yang melanda kawasan tersebut. Selama ini, Indonesia menguasai 65 persen pasar ekspor ke dua benua tersebut.
"Saya prediksi ekspor tidak akan turun, kecuali jika krisis keuangan di negara tersebut berkelanjutan," kata Direktur lenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP Victor Nikjjuluvv, belum lama ini.
Selama ini, Indonesia mengekspor produk ikan berbagai jenis ke kedua benua tersebut, mulai dari tuna, udang, kepiting, sedangkan sesuai data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia termasuk eksportir terbesar kedua setelah China.
Apabila dikaitkan dengan kondisi kompetitor ekspor dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam, Indonesia masih diuntungkan karena Thailand sedang dilanda banjir yang mengganggu pasokan ekspornya, sedangkan Vietnam terkendala persoalan lingkungan.
Menurut Victor, jika kondisi itu bertahan dan ekspor tidak menurun, KKP optimistis nilai ekspor produk perikanan tahun ini bisa menembus angka 3,2 miliar doUar AS, dan hingga semester 1-2011, nilai ekspor sudah mencapai 1,6 miliar dollar AS. Koran Jakarta 24 August 2011 hal.15
Yopie Yuliarso Pembudidaya yang pantang menyerah
Pak Yopie, pernah menyelesaikan sekolahnya di negara Jerman di bidang studi yang sangat
jauh dari dunia perikanan yaitu elektro tehnik fachbereich technishe informatics Hamburg dan
lulus pada tahun 1988, dengan berkecimpungnya didunia perikanan beliau menyebutnya hijrah
dari high-tech ke mahluk-mahluk kecil.
Pada tahun 2008 Yopie Yuliarso pernah menggeluti pembesaran atau budidaya Kepiting Bakau
di lokasi yang produktif yaitu Mojo dan Cepiring di Jawa Tengah, berawal dari pemekaran
usahanya yaitu outlet kebab di Pekalongan, dimana pada waktu itu orang-orang disekeliling
beliau bercerita tentang penanaman benih pepohonan jati, mangga termasuk bakau yang
sangat erat hubungannya dengan ekosistem yang mengcover kepiting bakau, lalu mencoba
googling dan ternyata menarik. Karena tahu tidak ada benih dan seterusnya maka tim Yopie
Yuliarso mulai mendata dimana benih yang akan didapatkan dengan banyak (memenuhi
kebutuhan), bagaimana kontinuitasnya yang semuanya telah dilakoni tahap demi tahap dengan
baik.
Masa-masa berproduksi yang bagus pernah dialami dengan panen yang setiap hari dilakukan
dengan jumlah produksi antara 30-50 kg/hari dengan jumlah tanam isi 10-12 ekor benih per kg,
berat 60-80 gr asumsinya kalau molting besar dan beratnya naik 30% dimana 1 porsi menu
masak adalah 100 gram maka sempatlah Yopie dan timnya mengalami masa-masa
keberhasilan. kemudian tambak-tambak wadah budidaya kepiting tersebut mengalami
kebocoran terutama dari kepiting-kepiting muda terlebih mengalami kondisi riil bahwa
benih-benih kepiting selalu kekurangan dan pasti akan kekurangan terus Yopie Yuliarso
mengundurkan langkahnya. Tambak yang sudah disewa jadi menganggur, rakit terbuang
percuma basket-basket yang sudah tersewapun tergeletak sedih.
selanjutnya
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
jauh dari dunia perikanan yaitu elektro tehnik fachbereich technishe informatics Hamburg dan
lulus pada tahun 1988, dengan berkecimpungnya didunia perikanan beliau menyebutnya hijrah
dari high-tech ke mahluk-mahluk kecil.
Pada tahun 2008 Yopie Yuliarso pernah menggeluti pembesaran atau budidaya Kepiting Bakau
di lokasi yang produktif yaitu Mojo dan Cepiring di Jawa Tengah, berawal dari pemekaran
usahanya yaitu outlet kebab di Pekalongan, dimana pada waktu itu orang-orang disekeliling
beliau bercerita tentang penanaman benih pepohonan jati, mangga termasuk bakau yang
sangat erat hubungannya dengan ekosistem yang mengcover kepiting bakau, lalu mencoba
googling dan ternyata menarik. Karena tahu tidak ada benih dan seterusnya maka tim Yopie
Yuliarso mulai mendata dimana benih yang akan didapatkan dengan banyak (memenuhi
kebutuhan), bagaimana kontinuitasnya yang semuanya telah dilakoni tahap demi tahap dengan
baik.
Masa-masa berproduksi yang bagus pernah dialami dengan panen yang setiap hari dilakukan
dengan jumlah produksi antara 30-50 kg/hari dengan jumlah tanam isi 10-12 ekor benih per kg,
berat 60-80 gr asumsinya kalau molting besar dan beratnya naik 30% dimana 1 porsi menu
masak adalah 100 gram maka sempatlah Yopie dan timnya mengalami masa-masa
keberhasilan. kemudian tambak-tambak wadah budidaya kepiting tersebut mengalami
kebocoran terutama dari kepiting-kepiting muda terlebih mengalami kondisi riil bahwa
benih-benih kepiting selalu kekurangan dan pasti akan kekurangan terus Yopie Yuliarso
mengundurkan langkahnya. Tambak yang sudah disewa jadi menganggur, rakit terbuang
percuma basket-basket yang sudah tersewapun tergeletak sedih.
selanjutnya
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
DAYA SERAP KARBON OLEH RUMPUT LAUT
DAYA SERAP KARBON OLEH RUMPUT LAUT
Pemanasan global telah melanda di berbagai belahan dunia sekarang ini dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil, proses alami dan kegiatan alih guna lahan. Pemanasan global adalah peningkatan temperatur suhu bumi dan lautan dari tahun ke tahun karena konsentrasi gas rumah kaca (Houghton et al., 2001). Pemanasan global diakibatkan oleh adanya efek emisi gas-gas. Di antara gas-gas tersebut salah satunya yaitu karbondioksida (CO2) yang merupakan kontributor terbesar terhadap pemanasan global. CO2 menyumbangkan 70% dari jumlah total gas-gas rumah kaca. Penyebab utama semakin meningkatnya kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer, yaitu pemanfaatan bahan bakar fosil (5,4 billion metric per tahun) dan pemanfaatan hutan untuk keperluan industri, (1,6 billion metric per tahun) termasuk industri kertas berbasis kayu (Agus dan Rudi, 2008). Pemanasan global berdampak negatif bagi kelangsungan hidup organisme di bumi. Dampak dari sektor perikanan yaitu peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu dan kematian terumbu karang. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global:http://www.blogger.com/img/blank.gif
1. Bahan bakar fosil, mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
2. Sampah, menghasilkan gas metan yang diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan.
3. Kerusakan hutan, menurut data dari Yayasan Pelangi (1990), emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan mencapai 64% dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kt.
4. Pertanian dan peternakan, menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8,05% dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer. selanjutya.........
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Pemanasan global telah melanda di berbagai belahan dunia sekarang ini dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil, proses alami dan kegiatan alih guna lahan. Pemanasan global adalah peningkatan temperatur suhu bumi dan lautan dari tahun ke tahun karena konsentrasi gas rumah kaca (Houghton et al., 2001). Pemanasan global diakibatkan oleh adanya efek emisi gas-gas. Di antara gas-gas tersebut salah satunya yaitu karbondioksida (CO2) yang merupakan kontributor terbesar terhadap pemanasan global. CO2 menyumbangkan 70% dari jumlah total gas-gas rumah kaca. Penyebab utama semakin meningkatnya kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer, yaitu pemanfaatan bahan bakar fosil (5,4 billion metric per tahun) dan pemanfaatan hutan untuk keperluan industri, (1,6 billion metric per tahun) termasuk industri kertas berbasis kayu (Agus dan Rudi, 2008). Pemanasan global berdampak negatif bagi kelangsungan hidup organisme di bumi. Dampak dari sektor perikanan yaitu peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu dan kematian terumbu karang. Beberapa aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global:http://www.blogger.com/img/blank.gif
1. Bahan bakar fosil, mengemisikan gas rumah kaca sebesar 24,84% dari total emisi gas rumah kaca.
2. Sampah, menghasilkan gas metan yang diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan.
3. Kerusakan hutan, menurut data dari Yayasan Pelangi (1990), emisi gas CO2 yang dilepaskan oleh sektor kehutanan mencapai 64% dari total emisi CO2 Indonesia yang mencapai 748,61 kt.
4. Pertanian dan peternakan, menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 8,05% dari total gas rumah kaca yang diemisikan ke atmosfer. selanjutya.........
sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id
Langganan:
Postingan (Atom)