PAT I N
Bagi masyarakat Indonesia, patin yang termasuk ke dalam jenis ikan lele-lelean merupakan salah situ jenis ikan konsumsi yang sangat digemari. Secara umum ada dua jenis patin yang ada di pasaran saat ini, yaitu patin lokal dan patin siam. Patin lokal adalah patin asli Indonesia yang berasal dari sungai-sungai besar di Sumatera dan Kalimantan. Patin siam merupakan jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand.
Di beberapa daerah sentra penghasil patin lokal, seperti Sumatera dan Kalimantan, ikan ini dengan mudah ditemui di sungai-sungai atau di danau. Selain mengandalkan penangkapan di perairan umum, patin merupakan jenis ikan budi daya potensial yang banyak dipelihara pembudidaya ikan di Pulau jawa sampai ke kawasan timur Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran patin sudah hampir mencakup seluruh wilayah di tanah air.
Patin termasuk jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis penting. Harga jualnya cukup menjanjikan, umumnya di atas harga jual rata-rata ikan konsumsi jenis lain. Penyebab mahalnya harga jual patin terletak pada rasa dagingnya yang enak, lezat, dan gurih. Dari semua jenis ikan dari keluarga lele-lelean, rasa daging patin boleh dibilang termasuk yang sangat enak. Tidak mengherankan jika saat ini banyak rumah makan atau restoran yang menyediakan olahan ikan patin sebagai menu utamanya.
Tidak mengheran juga jika banyak orang yang menjadi fanatik
Mengonsumsi daging patin. Khusus di sumatera, menu patin yang paling terkenal adalah "patin asam pedas yang menjadi masakan favorit masyarakat etnis Melayu serta terkenal sampai ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Menu lainnya adalah
pepes dan sup patin.
Selain rasanya yang enak, nilai protein daging patin juga tergolong tinggi, mencapai 68,6%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 5,8%, abu ,5%, dan air 59,3%. Berat ikan setelah disiangi sebesar 79,7% dari berat awalnya, sedangkan fillet yang diperoleh dari bobot ikan seberat 1-2 kg mencapai 61,7%.
Minat peternak dalam membudidayakan patin memang belum sebesar minat membudidayakan ikan mas. Padahal tingkat permintaan konsumen terhadap ikan ini tidak pernah turun, bahkan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Faktor yang menyebabkan kurang berminatnya peternak membudidayakan ikan patin adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak yang masih rendah. selain itu, disebabkan juga masih terbatasnya informasi mengenai teknis pembudidayaannya. Sebenarnya, budi daya patin tidaklah sesulit serumit yang dibayangkan. Selain dapat dipelihara di kolam biasa, pemeliharaan patin juga dapat dilakukan di berbagai media lain di lokasi yang terbatas.
Bisa di dalam bak tembok atau bak fibreglass yang diletakan di dalam ruangan atau di kolam tanah pekarangan yang dilapisi plastik agar tidak bocor, atau di saluran air yang diberi pembatas agar ikan tidak kabur. Namun, pemeliharaan di media-media tersebut harus didukung dengan penguasaan teknik intensifikasi pembudidayaannya.
Dari segi produksi, ada dua hal yang merupakan keunggulan patin. Pertama ikan ini termasuk suka makan sehingga pertumbuhan cepat, mencapai panjang 35-40 cm setelah dipelihara selama enam bulan. Kedua, lokasi pemeliharaan tidak memerlukan pasokan air yang mengalir seperti halnya dalam pemeliharaan ikan mas atau tawes. Bahkan ikan ini masih dapat hidup dan berkembang di perairan yang kandungan oksigennya rendah.
Sumber : Khairul Amri, S.Pi,M.Si dan Khairuman, SP. Agromedia Pustaka 2008