RI Siap Pasok Pangan Dunia
Oleh Nurdian Akhmad
Indonesia berpotensi besar menjadi negara pemasok pangan dunia, karena didukung oleh kondisi alam beriklim tropis dan lahan pertanian yang luas. Beberapa komoditas pangan RI yang sudah merajai pasar dunia adalah minyak sawit mentah (CPO), kakao, dan kopi. Sedangkan komoditas lain yang berpotensi menguasai pasar global adalah jagung, beras, gula, teh, serta produk perikanan.
RI kini juga menjadi incaran investor asing di sektor pangan menyusul tren penyusutan lahan pertanian di negara-negara maju. Demikian dikemukakan Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso, Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia Utama Kajo. analis perdagangan beras Tito Pranolo, serta pengamat ekonomi Fadhil Hasan dalam acara Roundtable Beras di kantor Kadin, Jakarta, Rabu (12/5).
Utama Kajo menjelaskan, Kadin bahkan selangkah lebih maju dibandingkan pemerintah dalam pengembangan tanaman pangan karena telah mengadopsi Program Pasok Dunia (Feed The World) dalam lima tahun ke depan. "Untuk itu, kami berharap pemerintah juga serius mengembangkan industri pangan dalam negeri," ujar dia.
Kajo menyayangkan pemerintah saat ini yang lebih memfokuskan perhatian pada masalah politik ketimbang ekonomi khususnya sektor riil. Meski demikian, pelaku usaha siap mewujudkan swasembada pangan termasuk program Feed The World pada 2014. "Masalah kita bukan hanya soal kualitas bibit, ekspor, serta lahan, tapi juga tata ruang yang tidak beres-beres," kata dia.
Kajo mencontohkan target ekspor produk perikanan pada 2014 naik 350% yang dicanangkan Menteri Perikanan Fadel Muhammad. Namun, target itu tidak dibarengi dengan penuntasan masalah-masalah investasi perikanan. "Kami nggak butuh insentif, tapi keseriusan pemerintah. Masak untuk investasi udang saja, kita dipersulit oleh aturan tata ruang dan lahan," ucap dia
Kajo berharap paling tidak pada 2011, beberapa komoditas pangan ekspor RI sudah menguasai pasar global, selain tiga komoditas yang sudah eksis saat ini. "Paling tidak produk perikanan, teh, dan jagung bisa menguasai pasar ekspor," ujar dia.
Sementara itu, Sutarto menyatakan, untuk komoditas pangan, Indonesia sudah mengekspor beras organik dan volumenya meningkat tiap tahun. Namun, untuk ekspor beras umummasih belum bisa karena surplus produksi beras masih relatif tipis. Tapi saya yakin kalau food estate di Merauke Papua beroperasi, paling tidak ada tambahan dua juta hektare lahan pertanian. Artinya surplus bisa semakin besar, sehingga memungkinkan untuk ekspor," kata dia.
Menurut Sutarto, Indonesia tahun lalu surplus beras 4 juta ton. Sedangkan tahun 2010 ini, surplus beras berdasarkan angka ramalan (aram) I Badan Pusat Statistik (BPS) meningkat 0,88%. Surplus tersebut hanya cukup untuk cadangan beras nasional.
"Surplus beras kita masih rentan dengan perubahan iklim, karena lahan pertanian kita sebagian adalah lahan yang tidak dijamin oleh sistem irigasi. Jadi ketika ada gangguan elnino bisa berpengaruh ke produksi beras," ucap dia.
Untuk jagung, kata Sutarto, Indo-nesia juga punya potensi bersaing di pasar dunia karena produktivitas tanaman tersebut yang cukup tinggi. "Kalau cuma memasok jagung ke negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Jepang, saya yakin itu bisa dilakukan," ujar dia.
Fadhil Hasan menilai. Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar memungkinkan untuk menjadi salah satu pemasok produk pangan dunia. "Masalahnya, lahan pertanian yang saat ini menyusut Jadi foodestateitu cukup bagus untuk mendukung program swasembada pangan," kata dia.
Namun, kata Fadhil, program food estate atau budi daya tanaman pangan berskala luas itu juga terganjal oleh lemahnya koordinasi di tingkat pemerintah. "Ada persepsi yang berbeda di instansi pemerintah. Misalnya Kementerian Kehutanan dan sejumlah LSM tidak mendukung program itu," kata dia.
Diincar Asing
Kajo mengakui, masalah ketahanan pangan kini menjadi isu masyarakat global terkait perubahan iklim. Kondisi itu dibarengi oleh penyusutan lahan pertanian di negara-negara industri maju.
"Lahan pertanian di Korea, Jepang, dan Tiongkok sudah berkurang luar biasa karena alih fungsi lahan. Mereka akhirnya mencari lahan pertanian di negara lain termasuk Indonesia," kata dia.
Namun, Kajo juga menyayangkan proyek food estate yang sampai kini tidak ada perkembangan karena masalah kepastian lahan. "IkBm kita cukup baik, tanah kita cukup banyak. Itu sangat menarik investor asing," ujar dia.
Tito Pranolo mengakui, banyak negara saat ini mulai mengekspansi lahan kebutuhan pangannya ke luar negeri untuk mengantisipasi kebutuhan pangan pokok di negaranya masing-masing.
Hal semacam ini telah dilakukan oleh Tiongkok, Korsel, Mesir, Libya dan lainnya. Investor Tiongkok misalnya telah banyak membeli maupun menyewa lahan di Kazakhstan. Sementara India sudah menggarap lahan di Uruguay dan Paraguay, dan negara seperti Libya serta Mesir menggarap lahan di Ukrania.
"Untuk Indonesia, kunci satu-satunya menarik investor di sektor pertanian adalah dengan public private partnership (PPP). Pemerintah harus le,bih fokus pada infrastruktur pertanian," ucap dia.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krishnamurti sebelumnya juga menyatakan, Indonesia bisa menjadi salah satu pemasok pangan dunia. Salah satu faktor yang membuat Indonesia tak bisa memasok pangan ke seluruh dunia karena larangan ekspor yang digembar-gemborkan media massa. "Ekspor pangan sedikit saja dipermasalahkan. Kalau di pangan, yang impornya paling besar itu terigu," kata Bayu.
Impor terigu disebutnya menjadi penyumbang defisit terbesar di neraca perdagangan Indonesia, yakni mencapai 5 juta ton per tahun. Untuk mengurangi ketergantungan pada terigu impor, pemerintah telah mengembangkan terigu alternatif seperti dari umbi-umbian.
Sumber : Investor Daily 14 mei 2010, hal. 21