Pemasaran ikan gurame
Pasar merupakan tujuan terakhir dari kegiatan budidaya gurame secara intensif produk pemasaran dapat berupa hasil kegiatan pembenihan (telur dan larva)
benih hasil kegiatan pendederan, dan gurami hasil pembesaran. Pemasaran hasil pembenihan dan pendederan biasanya hanya terjadi dikalangan petani pembudidaya di lingkungan usaha pemeliharaan. Penjualan sarang yang berisi telur umumnya terjadi antarpetani yang lokasi kolam budidayanya saling berdekatan.
Sementara itu, pemasaran hasil pembesaran dapat dikirim langsung ke konsumen atau dijual ke pasar khusus atau ke pasar umum.
Dalam Pola intensifikasii, pilihan subsistem usaha harus disesuaikan dengan kemampuan modal, kondisi geografis lahan, serta sarana dan prasarana yang dimiliki. selain itu kecenderungan permintaan pasar juga harus diperhatikan. Pasalnya, pola permintaan pasar di setiap daerah pasti berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sebagai contoh, di wilayah Purwokerto Jawa Tengah, hasil produksi yang diminati berupa sarang berisi telur, larva berumur 10 hari, dan paling banyak adalah permintaan benih berukuran satu kuku atau 0,5 gram per ekor.
Permintaan benih berukuran 0,5 gram per ekor di wilayah tersebut diperkirakan mencapai 100.000 ekor per minggu, tetapi baru dapat-dipenuhi sekitar 50%. Sementara itu di Sumatera Barat, benih gurami yang banyak diminati adalah benih berukuran silet dan karcis dengan bobot 5-10 gram per ekor. Jika gurami yang ditawarkan kepada peternak lebih kecil atau lebih besar dari ukuran tersebut, umumnya tidak laku atau ditawar dengan harga yang tidak sesuai dari harga standarnya.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pembesaran ikan gurame
Pembesaran ikan gurame
Pembesaran merupakan proses lanjutan setelah pendederan. Intinya, membesarkan benih hasil pendederan (minimum berukuran 100 gram per ekor) hingga mencapai ukuran konsumsi (minimum berukuran 500 gram per ekor). Namun untuk memenuhi keinginan konsumen, kadang-kadang ada peternak yang membesarkan gurami hingga mencapai berat 700-1.000 gram per ekor. Bahkan, khusus untuk acara kenduri, konsumen lebih menyukai gurami yang beratnya 2 kg per ekor.
gurame dewasa lebih menyukai pakan berupa tumbuhan air seperti Azolla (mata lele), Lemna, Hydrilla, (ekor kucing) Ceratopgyllum dan Myriophyllum (ekor tupai), Pistis (apu-apu) kangkung dan genjer. selain it bisa juga diberi daun talas (daun sente) daun pepaya, dan daun ubi kayu (singkong) . Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) Selain itu gurame dapat diberi pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein tinggi. yaitu sekitar 32% dengan porsi 2-3% dari bobot badan perhari.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pembesaran merupakan proses lanjutan setelah pendederan. Intinya, membesarkan benih hasil pendederan (minimum berukuran 100 gram per ekor) hingga mencapai ukuran konsumsi (minimum berukuran 500 gram per ekor). Namun untuk memenuhi keinginan konsumen, kadang-kadang ada peternak yang membesarkan gurami hingga mencapai berat 700-1.000 gram per ekor. Bahkan, khusus untuk acara kenduri, konsumen lebih menyukai gurami yang beratnya 2 kg per ekor.
gurame dewasa lebih menyukai pakan berupa tumbuhan air seperti Azolla (mata lele), Lemna, Hydrilla, (ekor kucing) Ceratopgyllum dan Myriophyllum (ekor tupai), Pistis (apu-apu) kangkung dan genjer. selain it bisa juga diberi daun talas (daun sente) daun pepaya, dan daun ubi kayu (singkong) . Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya) Selain itu gurame dapat diberi pakan tambahan berupa pelet yang mengandung protein tinggi. yaitu sekitar 32% dengan porsi 2-3% dari bobot badan perhari.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pendederan ikan gurame
Pendederan ikan gurame
Pendederan adalah pemeliharaan benih gurami. Pemeliharaan
dimulai dari benih sebesar biji oyong atau larva yang berasal dari pembenihan (berat 10 gram per ekor). Namun, ada juga peternak yang menggunakan benih berukuran 50 gram per ekor yang dipelihara. selama enam bulan hingga mencapai ukuran tampelan atau gampit (75-100 gram per ekor).
Selama pendederan,untuk benih berukuran tebar 20 gram per ekor, setiap hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 1,5-2% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari bobot badan. Pakan buatan diberikan 2-3 kali sehari, sedangkan daun talas diberikan 1 kali dalam sehari. Sebaiknya, pakan buatan yang diberikan mengandung atau ditambah enzim complek sebanyak 2% dari berat badan.
Benih ukuran tebar 50 gram per ekor, setiap, hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 2-3% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari berat badan atau diberi tumbuhan air berupa Azzola dan Lemna.
Selain itu, pakan alami berupa kangkung segar bisa diberikan dengan dosis 10% dari bobot badan per minggu. Pemberian pakan untuk benih dilakukan dengan cara menebarkannya di lokasi-lokasi tertentu yang sudah biasa didatangi ikan pada saat diberi makan.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pendederan adalah pemeliharaan benih gurami. Pemeliharaan
dimulai dari benih sebesar biji oyong atau larva yang berasal dari pembenihan (berat 10 gram per ekor). Namun, ada juga peternak yang menggunakan benih berukuran 50 gram per ekor yang dipelihara. selama enam bulan hingga mencapai ukuran tampelan atau gampit (75-100 gram per ekor).
Selama pendederan,untuk benih berukuran tebar 20 gram per ekor, setiap hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 1,5-2% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari bobot badan. Pakan buatan diberikan 2-3 kali sehari, sedangkan daun talas diberikan 1 kali dalam sehari. Sebaiknya, pakan buatan yang diberikan mengandung atau ditambah enzim complek sebanyak 2% dari berat badan.
Benih ukuran tebar 50 gram per ekor, setiap, hari diberi pakan buatan berupa pelet dengan kandungan protein 26% sebanyak 2-3% dari bobot badan. Selain itu juga ditambah daun talas yang dicincang kecil-kecil sebanyak 5% dari berat badan atau diberi tumbuhan air berupa Azzola dan Lemna.
Selain itu, pakan alami berupa kangkung segar bisa diberikan dengan dosis 10% dari bobot badan per minggu. Pemberian pakan untuk benih dilakukan dengan cara menebarkannya di lokasi-lokasi tertentu yang sudah biasa didatangi ikan pada saat diberi makan.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pembenihan ikan gurame
Pembenihan ikan gurame
Pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva hingga berukuran biji oyong 0,5-1 cm (sampai umur 12 hari) yang dilanjutkan dengan perawatan benih hingga ukuran siap deder (10-50 gram per ekor).
Selama pemeliharaan, Induk diberi makan secara intensif dengan pelet berkadar protein tinggi, yaltu sekitar 30-35% dengan dosis 1,5% bobot badan per hari. Selain pelet, induk gurami juga diberi pakan alami berupa daun talas sebanyak 0,5% bobot badan per hari. Pemberian pakan dilakukan minimum 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Agar pakan termanfaatkan secara sempurna, pemberiannya harus dilakukan secara berangsur-angsur (tidak sekaligus) karena gurami lamban dalam merespon pakan.
Untuk larva, pemberian pakan diberikan sebagai berikut .
- Larva yang baru menetas tidak diberi pakan karenaa masih memiliki cadangan pakan berupa kuning telur (yolk egg).
- Pada hari ke-7, kuning telur yang merupakan cadangan makanan
yang dibawa oleh larva sejak lahir akan mulai menipis, sehingga
larva akan mulai belajar mencari makan sendiri. Pakan tambahan
yang diberikan sebaiknya pakan alami berupa hewan renik dari
kelompok zooplankton yaitu kutu air seperti Dhapnia sp. dan Moina sp.; cacing sutera (tubifek) dengan dosis 75% bobot badan perhari.
- pada hari ke-9, cadangan makanannya yang berupa kuning telur
mencapai tingkat minimum (25%), kemudian akan terserap habis, sehingga. larva bisa berenang secara, sempurna dan sepenuhnya membutuhkan suplai pakan dari luar. Saat-saat ini merupakan masa paling kritis bagi kehidupan larva. Pakan yang diberikan adalah pakan alami berupa kutu air (Dhapnia sp. dan Moina sp.) serta cacing sutera (tubifek)- Bila pemberian pakan terlambat, sebagian benih akan menolak pakan atau mungkin tidak sanggup, lagi untuk mengambil pakan sehingga akan mengalami kematian. Jumlah pakan yang diberikan bisa mencapai 100% dari bobot badan perhari Pemberian dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
sementara itu untuk benih atau larva gurami yang sudah berumur 2,5 bulan ke atas pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pagi,siang dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa remah (crumble) pelet
yaitu pelet halus atau pelet yang dihancurkan dengan kandungan protein sebesar 35%. Dosis pemberiannya sebanyak 10% dari bobot badan per hari , Cara pemberian pakan dilakukan dengan menebar langsung ke dalam hapa dan diusahakan semua pakan dapat dimanfaatkan. Caranya dengan pemberian pakan sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pembenihan meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva hingga berukuran biji oyong 0,5-1 cm (sampai umur 12 hari) yang dilanjutkan dengan perawatan benih hingga ukuran siap deder (10-50 gram per ekor).
Selama pemeliharaan, Induk diberi makan secara intensif dengan pelet berkadar protein tinggi, yaltu sekitar 30-35% dengan dosis 1,5% bobot badan per hari. Selain pelet, induk gurami juga diberi pakan alami berupa daun talas sebanyak 0,5% bobot badan per hari. Pemberian pakan dilakukan minimum 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Agar pakan termanfaatkan secara sempurna, pemberiannya harus dilakukan secara berangsur-angsur (tidak sekaligus) karena gurami lamban dalam merespon pakan.
Untuk larva, pemberian pakan diberikan sebagai berikut .
- Larva yang baru menetas tidak diberi pakan karenaa masih memiliki cadangan pakan berupa kuning telur (yolk egg).
- Pada hari ke-7, kuning telur yang merupakan cadangan makanan
yang dibawa oleh larva sejak lahir akan mulai menipis, sehingga
larva akan mulai belajar mencari makan sendiri. Pakan tambahan
yang diberikan sebaiknya pakan alami berupa hewan renik dari
kelompok zooplankton yaitu kutu air seperti Dhapnia sp. dan Moina sp.; cacing sutera (tubifek) dengan dosis 75% bobot badan perhari.
- pada hari ke-9, cadangan makanannya yang berupa kuning telur
mencapai tingkat minimum (25%), kemudian akan terserap habis, sehingga. larva bisa berenang secara, sempurna dan sepenuhnya membutuhkan suplai pakan dari luar. Saat-saat ini merupakan masa paling kritis bagi kehidupan larva. Pakan yang diberikan adalah pakan alami berupa kutu air (Dhapnia sp. dan Moina sp.) serta cacing sutera (tubifek)- Bila pemberian pakan terlambat, sebagian benih akan menolak pakan atau mungkin tidak sanggup, lagi untuk mengambil pakan sehingga akan mengalami kematian. Jumlah pakan yang diberikan bisa mencapai 100% dari bobot badan perhari Pemberian dilakukan secara adlibitum (sekenyang-kenyangnya).
sementara itu untuk benih atau larva gurami yang sudah berumur 2,5 bulan ke atas pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pagi,siang dan sore hari. Pakan yang diberikan berupa remah (crumble) pelet
yaitu pelet halus atau pelet yang dihancurkan dengan kandungan protein sebesar 35%. Dosis pemberiannya sebanyak 10% dari bobot badan per hari , Cara pemberian pakan dilakukan dengan menebar langsung ke dalam hapa dan diusahakan semua pakan dapat dimanfaatkan. Caranya dengan pemberian pakan sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE RUMPUT LAUT
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MIE RUMPUT LAUT
Deskripsi Teknologi
Mie rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut. Konsep ini didasarkan pada banyaknya mie yang berbahan dasar tepung di pasaran, yang mengandung sedikit gizi (hanya karbohidrat). Dengan adanya mie rumput laut ini diharapkan dapat menambah gizi masyarakat. Dengan ditambahkannya rumput laut pada mie akan menambah nilai gizi dari produk mie terurama nilai proteinnya.
Aspek Inovatif
Mie Yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah dengan dibuatnya mie rumput laut diharapkan dapat menambah nilai gizinva terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
* Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Mie rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut. Konsep ini didasarkan pada banyaknya mie yang berbahan dasar tepung di pasaran, yang mengandung sedikit gizi (hanya karbohidrat). Dengan adanya mie rumput laut ini diharapkan dapat menambah gizi masyarakat. Dengan ditambahkannya rumput laut pada mie akan menambah nilai gizi dari produk mie terurama nilai proteinnya.
Aspek Inovatif
Mie Yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah dengan dibuatnya mie rumput laut diharapkan dapat menambah nilai gizinva terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
* Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Jenis - jenis Gurami
Jenis - jenis Gurami
Menurut warna tubuhnya, gurami digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu gurami hitam, gurami putih, dan gurami belang. Dalam perkembangannya, gurami putih dikenal sebagai gurami berwarna tubuh terang Sementara gurami hitam dan belang-belang digolongkan kedalam gurami erwarna tubuh gelap atau abu-abu. Sementara itu,
berdasarkan bentuk tubuh dan warnanya, dikenal beberapa jenis gurami sebagai berikut :
1. Gurami angsa
Bentuk tubuh gurami yang di daerah Sunda disebut dengan gurami soang ini relatif panjang, mencapai 65 cm. Berat tubuhnya mencapai 6 - 12 kg per ekor atau rata-rata 8 kg per ekor.Warna tubuhnya abu-abu dengan sisik yang relatif lebar. Produktivitas telur gurami angsa tergolong cukup banyak. Di Tasikmalaya dan sekitarnya,gurami jenis ini juga dikenal sebagai gurami galunggung.
2. Gurami jepang
Ada yang menyebut gurami ini dengan panggilan gurami jepun. Panjang tubuhnya lebih pendek dibanding dengan gurami angsa. Warna tubuhnya abu-abu kemerahan, terutama di ujung sirip-siripnya. Bentuk sisiknya kecil. beratnya mencapai 3,5 kg dengan panjang sekitar 45 cm
3. gurami Blausafir
Ciri fisik gurami ini hampir sama dengan gurami jenis lain, hanya saja warna tubuhnya merah muda cerah. Berat maksimum mencapai 2 kg per ekor. Produktifitas telur mencapai 5.000-7.000 butir.
4. Gurami Paris
Tubuh gurami ini berwarna merah muda cerah, tetapi kepalanya berwarna putih.Terdapat bintik-bintik hitam di sekujur tubuhnya. Berat maksimum mencapai 1,5 kilogram. Produktivitas telurnya mencapai 5.000-6.000 butir,
5. Gurami Porselen
Tubuh gurami ini berwarna, merah muda cerah. Ukuran kepalanya relatif kecil. Gurami porselin unggul dalam menghasilkan telur, mencapai 10.000 butir setiap kali pemijahan. Karena itu, gurami ini paling dicari oleh para pembenih sebagai gurami unggul. Berat induknya mencapai 1,5-2 kg.
6. Gurami Bastar
Tubuh gurami ini berwarna, agak kehitaman, tetapi kepalanya berwarna putih. Bentuk sisik besar-besar. Laju pertumbuhannya tergolong cepat, tetapi produktivitas telurnya hanya 2.000-3.000 butir setiap kali pemijahan.
7. Gurami Kapas
Tubuh gurami ini berwarna putih keperakan mirip kapas. Bentuk sisiknya besar. Benih gurami kapas tergolong cepat tumbuh, beratnya mencapai 1 kg per ekor dalam waktu sekitar 13 bulan sejalk menetas. Produktivitas telur mencapai 3.000 butir setiap kali pemijahan.
8. Gurami Batu
Tubuh gurami ini berwarna hitam. Sisiknya kasar. Pertumbuhannya tergolong lambat dibandingkan dengan jenis lain. Beratnya hanya mencapai 0,5 kg dalam waktu 13 bulan sejak menetas.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Menurut warna tubuhnya, gurami digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu gurami hitam, gurami putih, dan gurami belang. Dalam perkembangannya, gurami putih dikenal sebagai gurami berwarna tubuh terang Sementara gurami hitam dan belang-belang digolongkan kedalam gurami erwarna tubuh gelap atau abu-abu. Sementara itu,
berdasarkan bentuk tubuh dan warnanya, dikenal beberapa jenis gurami sebagai berikut :
1. Gurami angsa
Bentuk tubuh gurami yang di daerah Sunda disebut dengan gurami soang ini relatif panjang, mencapai 65 cm. Berat tubuhnya mencapai 6 - 12 kg per ekor atau rata-rata 8 kg per ekor.Warna tubuhnya abu-abu dengan sisik yang relatif lebar. Produktivitas telur gurami angsa tergolong cukup banyak. Di Tasikmalaya dan sekitarnya,gurami jenis ini juga dikenal sebagai gurami galunggung.
2. Gurami jepang
Ada yang menyebut gurami ini dengan panggilan gurami jepun. Panjang tubuhnya lebih pendek dibanding dengan gurami angsa. Warna tubuhnya abu-abu kemerahan, terutama di ujung sirip-siripnya. Bentuk sisiknya kecil. beratnya mencapai 3,5 kg dengan panjang sekitar 45 cm
3. gurami Blausafir
Ciri fisik gurami ini hampir sama dengan gurami jenis lain, hanya saja warna tubuhnya merah muda cerah. Berat maksimum mencapai 2 kg per ekor. Produktifitas telur mencapai 5.000-7.000 butir.
4. Gurami Paris
Tubuh gurami ini berwarna merah muda cerah, tetapi kepalanya berwarna putih.Terdapat bintik-bintik hitam di sekujur tubuhnya. Berat maksimum mencapai 1,5 kilogram. Produktivitas telurnya mencapai 5.000-6.000 butir,
5. Gurami Porselen
Tubuh gurami ini berwarna, merah muda cerah. Ukuran kepalanya relatif kecil. Gurami porselin unggul dalam menghasilkan telur, mencapai 10.000 butir setiap kali pemijahan. Karena itu, gurami ini paling dicari oleh para pembenih sebagai gurami unggul. Berat induknya mencapai 1,5-2 kg.
6. Gurami Bastar
Tubuh gurami ini berwarna, agak kehitaman, tetapi kepalanya berwarna putih. Bentuk sisik besar-besar. Laju pertumbuhannya tergolong cepat, tetapi produktivitas telurnya hanya 2.000-3.000 butir setiap kali pemijahan.
7. Gurami Kapas
Tubuh gurami ini berwarna putih keperakan mirip kapas. Bentuk sisiknya besar. Benih gurami kapas tergolong cepat tumbuh, beratnya mencapai 1 kg per ekor dalam waktu sekitar 13 bulan sejalk menetas. Produktivitas telur mencapai 3.000 butir setiap kali pemijahan.
8. Gurami Batu
Tubuh gurami ini berwarna hitam. Sisiknya kasar. Pertumbuhannya tergolong lambat dibandingkan dengan jenis lain. Beratnya hanya mencapai 0,5 kg dalam waktu 13 bulan sejak menetas.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN RUMPUT LAUT
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN RUMPUT LAUT
Deskripsi Teknologi
Biskuit ikan rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut sebagai bahan tambahan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran yang hanya. berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.
Aspek Inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Biskuit ikan rumput laut merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dan rumput laut sebagai bahan tambahan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran yang hanya. berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.
Aspek Inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali menekankan masalah gizi kepada para konsumennya. Untuk itulah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
jenis Pakan Gurame
jenis Pakan
Gurami termasuk ke dalam golongan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnivora). Di habitat aslinya, ikan ini memakan fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. jenis fitoplankton, seperti rotifera, infusoria, dan chlorella
dikonsumsi. oleh gurami stadium larva. Sementara zooplankton seperti daphnia, cladocera, dan serangga biasanya dikonsumsi gurami pada stadium benih (1-5 bulan). Setelah dewasa, gurami lebih suka memakan tumbuhan air seperti azolla (mata lele), lemna, hydrilla (ekor kucing), ceratopgyllum, myriophyllum (ekor tupai), pistis (apu-apu), kangkung, dan genjer. Pakan alami berupa tumbuhan
darat adalah daun talas (daun sente) daun pepaya, daun ubi kayu (singkong) dan kangkung. Saat dibudidayakan, gurami juga dapat diberi pakan tambahan berupa pelet.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Gurami termasuk ke dalam golongan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging (omnivora). Di habitat aslinya, ikan ini memakan fitoplankton, zooplankton, serangga, dan daun tumbuhan lunak. jenis fitoplankton, seperti rotifera, infusoria, dan chlorella
dikonsumsi. oleh gurami stadium larva. Sementara zooplankton seperti daphnia, cladocera, dan serangga biasanya dikonsumsi gurami pada stadium benih (1-5 bulan). Setelah dewasa, gurami lebih suka memakan tumbuhan air seperti azolla (mata lele), lemna, hydrilla (ekor kucing), ceratopgyllum, myriophyllum (ekor tupai), pistis (apu-apu), kangkung, dan genjer. Pakan alami berupa tumbuhan
darat adalah daun talas (daun sente) daun pepaya, daun ubi kayu (singkong) dan kangkung. Saat dibudidayakan, gurami juga dapat diberi pakan tambahan berupa pelet.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
TEKNOLOGI PENGOLAHAN EMPING MELINJO IKAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN EMPING MELINJO IKAN
Deskripsi Teknologi
Emping melinjo ikan merupakan gabungan produk olahan pertanian dan perikanan yang dikombinasikan menjadi produk emping metinjo ikan. Prinsipnya emping melinjo yang telah digoreng kemudian dibaluri dengan bumbu-bumbu yang-telah dicampur ikan sehingga menghasilkan produk perikanan dan pertanian yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi tersebut berasal dari emping melinjo dan ikan yang ditambahkan.
Aspek Inovatif
Emping melinjo yang beredar sekarang jika ditambahkan sedikit bahan baku lain maka akan menambah nilai gizinya. Sehingga penambahan ikan di emping melinjo dapat menambah inovasi yang akhirnya menambah nilai gizi masyarakat.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
. Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein,
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Emping melinjo ikan merupakan gabungan produk olahan pertanian dan perikanan yang dikombinasikan menjadi produk emping metinjo ikan. Prinsipnya emping melinjo yang telah digoreng kemudian dibaluri dengan bumbu-bumbu yang-telah dicampur ikan sehingga menghasilkan produk perikanan dan pertanian yang memiliki nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi tersebut berasal dari emping melinjo dan ikan yang ditambahkan.
Aspek Inovatif
Emping melinjo yang beredar sekarang jika ditambahkan sedikit bahan baku lain maka akan menambah nilai gizinya. Sehingga penambahan ikan di emping melinjo dapat menambah inovasi yang akhirnya menambah nilai gizi masyarakat.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
. Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat
• Cara penyajian sangat praktis, kaya akan gizi dan protein,
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009
Sifat Biologi Ikan Gurame
Sifat Biologi Ikan Gurame
Gurami umumnya hidup dan banyak dipelihara di perairan air tawar. Namun ada juga gurami yang ditemukan hidup di perairan payau. ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya gurami adalah 0-800 m dpl dengan suhu 24-28°C. Gurami tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal.
Gurame biasanya mulai memijah pada umur 2-3 tahun. Pemijahan ini dapat berlangsung sepanjang tahun. Namun, produktivitas telur yang dihasilkan akan meningkat pada musim kemarau. Gurami biasa meletakan telur hasil pemijahan di dalam sarang yang terbuat dari tumbuhan air, rummput, atau sarang buatan dari ijuk yang disebut sosog. Telur ini akan menetas dalam waktu 10 hari. Umumnya, gurami yang masih muda bersikao agresif, tetapi sifat ini akan berkurang seiring dengan pertambahan umurnya.
Sebagai ikan yang termasuk ke dalam ordo Labyrinthyci,gurami dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan berupa labirin yang terletak di dalam rongga insang. Bentuk labirin mirip bunga karang dengan lekukan-lekukan. Labirin inilah yang memungkinkan gurami dapat mengirup langsung oksigen bebas dari udara, sehingga dapat hidup di perairan yang kandungan oksigennya rendah. Itu sebabnya, gurami yang hidup di perairan yang miskin oksigen selalu tampak muncul ke permukaan dan menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air. Pada dasarnya, gurami sangat menyukai perairan yang jernih, bening, dan tidak banyak mengandung lumpur.
Selain itu, mengingat sifatnya yang suka bergerak secara vertikal (naik turun), gurami memerlukan perairan yang airnya relatif lebih dalam.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Gurami umumnya hidup dan banyak dipelihara di perairan air tawar. Namun ada juga gurami yang ditemukan hidup di perairan payau. ketinggian lokasi yang cocok untuk budi daya gurami adalah 0-800 m dpl dengan suhu 24-28°C. Gurami tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga tidak akan produktif jika suhu tempat hidupnya lebih rendah dari kisaran suhu optimal.
Gurame biasanya mulai memijah pada umur 2-3 tahun. Pemijahan ini dapat berlangsung sepanjang tahun. Namun, produktivitas telur yang dihasilkan akan meningkat pada musim kemarau. Gurami biasa meletakan telur hasil pemijahan di dalam sarang yang terbuat dari tumbuhan air, rummput, atau sarang buatan dari ijuk yang disebut sosog. Telur ini akan menetas dalam waktu 10 hari. Umumnya, gurami yang masih muda bersikao agresif, tetapi sifat ini akan berkurang seiring dengan pertambahan umurnya.
Sebagai ikan yang termasuk ke dalam ordo Labyrinthyci,gurami dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan berupa labirin yang terletak di dalam rongga insang. Bentuk labirin mirip bunga karang dengan lekukan-lekukan. Labirin inilah yang memungkinkan gurami dapat mengirup langsung oksigen bebas dari udara, sehingga dapat hidup di perairan yang kandungan oksigennya rendah. Itu sebabnya, gurami yang hidup di perairan yang miskin oksigen selalu tampak muncul ke permukaan dan menyembulkan kepalanya ke atas permukaan air. Pada dasarnya, gurami sangat menyukai perairan yang jernih, bening, dan tidak banyak mengandung lumpur.
Selain itu, mengingat sifatnya yang suka bergerak secara vertikal (naik turun), gurami memerlukan perairan yang airnya relatif lebih dalam.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Ciri-ciri Morfologi ikan gurame
Ciri-ciri Morfologi ikan gurame
Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping. Panjang maksimumnya mencapai 65 cm. Ukuran mulut kecil, miring, dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral (garis gurat sisi atau linea literalis) tunggal, lengkap dan tidak terputus, serta memiliki sisik berbentuk stenoid (tidak membulat secara penuh) yang berukuran besar.
Ikan ini memiliki gigi di rahang bawah. Di daerah pangkal ekornya terdapat titik bulat berwarna hitam. Bentuk sirip ekor membulat. Ikan ini juga memiliki sepasang sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang panjang yang befungsi sebagai alas peraba.
Secara umum, tubuh gurami berwarna kecokelatan dengan bintik hitam pada dasar sirip dada. Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau rata. Semakin dewasa, ukuran dahinya menjadi semakin tebal dan tampak menonjol. Selain itu, di tubuh gurami muda terlihat jelas ada 8-10 buah garis, tegak atau vertikal yang akan menghilang setelah ikan menginjak dewasa.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Bentuk tubuh gurami agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping. Panjang maksimumnya mencapai 65 cm. Ukuran mulut kecil, miring, dan dapat disembulkan. Gurami memiliki garis lateral (garis gurat sisi atau linea literalis) tunggal, lengkap dan tidak terputus, serta memiliki sisik berbentuk stenoid (tidak membulat secara penuh) yang berukuran besar.
Ikan ini memiliki gigi di rahang bawah. Di daerah pangkal ekornya terdapat titik bulat berwarna hitam. Bentuk sirip ekor membulat. Ikan ini juga memiliki sepasang sirip perut yang telah mengalami modifikasi menjadi sepasang benang panjang yang befungsi sebagai alas peraba.
Secara umum, tubuh gurami berwarna kecokelatan dengan bintik hitam pada dasar sirip dada. Gurami muda memiliki dahi berbentuk normal atau rata. Semakin dewasa, ukuran dahinya menjadi semakin tebal dan tampak menonjol. Selain itu, di tubuh gurami muda terlihat jelas ada 8-10 buah garis, tegak atau vertikal yang akan menghilang setelah ikan menginjak dewasa.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Asal-Usul dan Penyebaran Ikan Gurame
Asal-Usul dan Penyebaran
Hingga saat ini, cerita mengenai asal-usul gurami tidak banyak
diungkap. Hanya disebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli
perairan Indonesia. Artinya, ikan ini sudah hidup dan ditemukan di
perairan Indonesia sejak lama. Walaupun demikian, ada juga literatur
yang, menyebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli perairan Asia
tenggara ini dibuktikan dengan ditemukannya ikan ini di Thailand
dan Malaysia.
Dari sebuah literatur disebutkan bahwa tulisan mengenai gurami sudah pernah ada pada tahun 1802. Di dalam tulisan itu disebutkan bahwa gurame berasal dari kepulauan Sunda Besar. Setelah itu, mulai menyebar ke pulau lain, seperti ke Tondano di Sulawesi Utara pada tahun 1902, ke Madura pada tahun 1916, dan ke Filipina pada tahun 1926. Diketahui juga bahwa gurami menyebar ke arah utara, seperti Sri Lanka, India dan Cina.
Sementara itu, di wilayah selatan, gurami ditemukan di beberapa perairan di Benua Australia. Khusus di Indonesia, gurami banyak ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Di habitat aslinya, gurami hidup di perairan yang tenang, seperti rawa, danau, situ, dan perairan tergenang lainnya. Umumnya, gurami mudah berkembang dengan baik di daerah dataran rendah. Namun, ikan ini juga masih dapat hidup di dataran tinggi, tetapi perkembangan tubuhnya tidak secepat saat hidup di dataran rendah.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Hingga saat ini, cerita mengenai asal-usul gurami tidak banyak
diungkap. Hanya disebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli
perairan Indonesia. Artinya, ikan ini sudah hidup dan ditemukan di
perairan Indonesia sejak lama. Walaupun demikian, ada juga literatur
yang, menyebutkan bahwa gurami merupakan ikan asli perairan Asia
tenggara ini dibuktikan dengan ditemukannya ikan ini di Thailand
dan Malaysia.
Dari sebuah literatur disebutkan bahwa tulisan mengenai gurami sudah pernah ada pada tahun 1802. Di dalam tulisan itu disebutkan bahwa gurame berasal dari kepulauan Sunda Besar. Setelah itu, mulai menyebar ke pulau lain, seperti ke Tondano di Sulawesi Utara pada tahun 1902, ke Madura pada tahun 1916, dan ke Filipina pada tahun 1926. Diketahui juga bahwa gurami menyebar ke arah utara, seperti Sri Lanka, India dan Cina.
Sementara itu, di wilayah selatan, gurami ditemukan di beberapa perairan di Benua Australia. Khusus di Indonesia, gurami banyak ditemukan di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Di habitat aslinya, gurami hidup di perairan yang tenang, seperti rawa, danau, situ, dan perairan tergenang lainnya. Umumnya, gurami mudah berkembang dengan baik di daerah dataran rendah. Namun, ikan ini juga masih dapat hidup di dataran tinggi, tetapi perkembangan tubuhnya tidak secepat saat hidup di dataran rendah.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Ikan Gurame
GURAMI
Gurami merupakan jenis ikan budi daya air tawar yang menempati posisi tersendiri di hati penggemarnya. Di kalangan pencinta menu masakan ikan, gurami dikenal sebagai ikan mewah dengan harga jual yangtinggi dan kelezatan cita rasa dagingnya melebihi ikan air tawar jenis lain , Daging gurami tergolong renyah dengan sedikit duri dan minim lemak, sehingga mudah diolah dan dimasak dalam berbagai variasi menu
pada masa lalu tidak banyak petani yang berminat membudidayakan gurami. Pasalnya, laju pertumbuhan ikan ini relatif lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ikan konsumsi jenis lainnya. Keadaan tersebut membuat pembudidayaannya hanya populer dilakukan di daerah tertentu, seperti Parung, Ciamis, Tasikmalaya, Banjarnegara, Purwokerto, Purworejo, dan Kediri.
Selain itu, kegiatan budi daya gurami juga berkembang di Sumatera Barat, terutama di Bukittinggi dan Payakumbuh. Di kedua daerah tersebut,gurami banyak dijadikan sebagai "tabungan hidup" yang baru dipanen setelah bertahun-tahun dipelihara. Itu pun hanya dimanfaatkan sebagai Iauk saat lebaran atau pada acara-acara kenduri.
Salah satu menu gurami yang sangat populer adalah gurami asam manis. Menu dari daging gurami utuh ini menjadi hidangan berkelas di hotel berbintang atau restoran papan atas. Selain itu, ada menu gurami goreng dan gurami bakar yang juga banyak digemari masyarakat. Khusus di Sumatera Barat, gurami selalu dihidangkan dalam bentuk pangek gurami pada saat pesta pernikahan atau hari raga keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Sementara di Sulu Melayu, gurami dihidangkan saat acara selamatan kelahiran atau sunatan. Hal yang sama juga dapat ditemukan di masyarakat Sunda yang sering menjadikan gurami sebagai menu pelengkap dalam acara kenduri, sehingga masyarakat Sunda sering menyebut acara itu dengan sebutan geramian.
Berdasarkan persentase produksi pada tahun 2003, tercatat lima propinsi penghasil gurami terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Barat (34,04%), jawa Tengah (18,67%), Sumatera Barat (15,44%), Jawa Timur (14,98%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%). Berdasarkan ketersediaan lahan, gurami sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan di seluruh provinsi di tanah air, terutama di daerah dataran rendah. Ikan ini dapat dikembangkan di sawah, kolam, empang, waduk, danau, atau sungai. Khusus untuk pengembangan di waduk peternak gurami di Provinsi Jawa Barat banyak menggunakan teknik pemeliharaan gurami di kantong jaring apung yang dilakukan di beberapa waduk, misalnya Waduk Jatiluhur,Waduk Cirata, dan Waduk Saguling. Saat ini, Kabupaten Purwakarta dikenal sebagai daerah penghasil terbesar gurami dari kantong jaring apung yang dibudidayakan di Waduk jatiluhur.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Gurami merupakan jenis ikan budi daya air tawar yang menempati posisi tersendiri di hati penggemarnya. Di kalangan pencinta menu masakan ikan, gurami dikenal sebagai ikan mewah dengan harga jual yangtinggi dan kelezatan cita rasa dagingnya melebihi ikan air tawar jenis lain , Daging gurami tergolong renyah dengan sedikit duri dan minim lemak, sehingga mudah diolah dan dimasak dalam berbagai variasi menu
pada masa lalu tidak banyak petani yang berminat membudidayakan gurami. Pasalnya, laju pertumbuhan ikan ini relatif lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ikan konsumsi jenis lainnya. Keadaan tersebut membuat pembudidayaannya hanya populer dilakukan di daerah tertentu, seperti Parung, Ciamis, Tasikmalaya, Banjarnegara, Purwokerto, Purworejo, dan Kediri.
Selain itu, kegiatan budi daya gurami juga berkembang di Sumatera Barat, terutama di Bukittinggi dan Payakumbuh. Di kedua daerah tersebut,gurami banyak dijadikan sebagai "tabungan hidup" yang baru dipanen setelah bertahun-tahun dipelihara. Itu pun hanya dimanfaatkan sebagai Iauk saat lebaran atau pada acara-acara kenduri.
Salah satu menu gurami yang sangat populer adalah gurami asam manis. Menu dari daging gurami utuh ini menjadi hidangan berkelas di hotel berbintang atau restoran papan atas. Selain itu, ada menu gurami goreng dan gurami bakar yang juga banyak digemari masyarakat. Khusus di Sumatera Barat, gurami selalu dihidangkan dalam bentuk pangek gurami pada saat pesta pernikahan atau hari raga keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Sementara di Sulu Melayu, gurami dihidangkan saat acara selamatan kelahiran atau sunatan. Hal yang sama juga dapat ditemukan di masyarakat Sunda yang sering menjadikan gurami sebagai menu pelengkap dalam acara kenduri, sehingga masyarakat Sunda sering menyebut acara itu dengan sebutan geramian.
Berdasarkan persentase produksi pada tahun 2003, tercatat lima propinsi penghasil gurami terbesar di Indonesia, yaitu Jawa Barat (34,04%), jawa Tengah (18,67%), Sumatera Barat (15,44%), Jawa Timur (14,98%), dan Nusa Tenggara Barat (2,7%). Berdasarkan ketersediaan lahan, gurami sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan di seluruh provinsi di tanah air, terutama di daerah dataran rendah. Ikan ini dapat dikembangkan di sawah, kolam, empang, waduk, danau, atau sungai. Khusus untuk pengembangan di waduk peternak gurami di Provinsi Jawa Barat banyak menggunakan teknik pemeliharaan gurami di kantong jaring apung yang dilakukan di beberapa waduk, misalnya Waduk Jatiluhur,Waduk Cirata, dan Waduk Saguling. Saat ini, Kabupaten Purwakarta dikenal sebagai daerah penghasil terbesar gurami dari kantong jaring apung yang dibudidayakan di Waduk jatiluhur.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BISKUIT IKAN
Deskripsi Teknologi
Biskuit ikan merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dari ikan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.
Aspek inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali. menekankan masalah gizi kepada Para konsumennya. Untuk ituLah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Biskuit ikan merupakan teknologi pengolahan yang berbahan dasar surimi dari ikan ke dalam produk biskuit. Konsep ini didasarkan pada banyaknya biskuit yang beredar di pasaran berupa biskuit tanpa ada tambahan bahan-bahan tertentu yang bisa menambah nilai gizi dari produk tersebut.
Aspek inovatif
Biskuit yang ada di pasaran sekarang lebih menekankan rasa dan sedikit sekali. menekankan masalah gizi kepada Para konsumennya. Untuk ituLah ditambahkan ikan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizinya terutama nilai proteinnya.
Keunggulan
• Mempunyai nilai gizi yang tinggi, bahan baku mudah diperoleh,
• Merupakan bahan pangan yang tidak asing di masyarakat,
• Cara penyajian sangat praktis,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil perikanan, DKP, 2009
TEKNOLOGI PRODUK ROTI UDANG (SHRIMP BREADED)
TEKNOLOGI PRODUK ROTI UDANG (SHRIMP BREADED)
Deskripsi Teknologi
Diversifikasi produk olahan roti udang merupakan produk kombinasi antara tepung roti, udang kupas segar dan penambahan bahan tambahan untuk pembalut yang merupakan tepung panir sebagai emulsi pada lapisan dalam adonan sehingga adonan setetah homogen akan nampak halus/lembut pada permukaan produk setetah dicetak.
Cara penyajiannya tergantung dari selera sesuai dengan menu Yang sering dijumpai di restoran sebagai menu bahan tambahan. Roti udang merupakan olahan yang dapat memperkaya protein dan lemak tak jenuh dan mempunyai citra rasa yang cukup gurih sehingga orang akan menyukainya.
Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan Roti Udang merupakan gabungan produk roti dan udang yang menghasilkan produk inovatif roti udang.
Keunggulan
• Cara penyajian sangat praktis,
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi,
• Memiliki umur simpan yang lama,
. Memiliki umur simpan yang lama,
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan,
. memiliki kandungan lemak tak jenuh dan rasa cukup gurih/spesifik.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Diversifikasi produk olahan roti udang merupakan produk kombinasi antara tepung roti, udang kupas segar dan penambahan bahan tambahan untuk pembalut yang merupakan tepung panir sebagai emulsi pada lapisan dalam adonan sehingga adonan setetah homogen akan nampak halus/lembut pada permukaan produk setetah dicetak.
Cara penyajiannya tergantung dari selera sesuai dengan menu Yang sering dijumpai di restoran sebagai menu bahan tambahan. Roti udang merupakan olahan yang dapat memperkaya protein dan lemak tak jenuh dan mempunyai citra rasa yang cukup gurih sehingga orang akan menyukainya.
Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan Roti Udang merupakan gabungan produk roti dan udang yang menghasilkan produk inovatif roti udang.
Keunggulan
• Cara penyajian sangat praktis,
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi,
• Memiliki umur simpan yang lama,
. Memiliki umur simpan yang lama,
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat,
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan,
. memiliki kandungan lemak tak jenuh dan rasa cukup gurih/spesifik.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Pembesaran dan Peluang Pasar Ikan Bawal
Pembesaran
Pembesaran bawal air tawar dilakukan terhadap benih hasil panen dari kolam pendederan. Selain di kolam budi daya, pembesaran bawal air tawar juga banyak dilakukan di karamba jaring apung (KJA) yang (ditempatkan di waduk atau danau Teknik pemeliharaan bisa dilakukan secara monokultur atau polikultur (pemeliharaan campuran) dengan ikan nila.
Kolam untuk pembesaran ikan bawal air tawar berukuran sekitar 500 m2. Kolam bisa berupa kolam tanah atau kolam tanah dengan pematang tembok atau beton. Ada baiknya, kolam pembesaran dipupuk terlebih dahulu untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan bisa berupa pupuk kandang dengan dosis 25-50 kg/ 100 m2 dan TSP 3 kg/ 100 m2. Setelah dipupuk, kolam diisi air 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari. Setelah itu, air kolam ditambah sedikit demi sedikit hingga mencapai ketinggian 40 - 60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm, tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7-10 hari Setelah pemupukan).
Proses pembesaran di dalam KJA pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan ikan jenis lainnya. Satu hal yang harus diperhatikan adalah ukuran masa jaring yang digunakan harus Iebih kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh bawal air tawar yang akan ditebar.Tujuannya agar ikan bawal air tidak mudah lolos ke luar dari KJA.
Selama pemeliharaan, benih diberi pakan buatan berupa pelet sebanyak 3-5% berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara).
Pemberian pakan dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada pagi, siang, dan sore hari. Setelah tiga bulan dipelihara, berat tubuh bawal air tawar bisa mencapai satu kilogram (berat saat tebar 100 gram). Secara total, masa pemeliharaannya di kolam budi daya dilakukan selama 6-8 bulan,sedangkan masa pemeliharaan di KJA dilakukan selama 7 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi.
Peluang Pasar
Bawal air tawar merupakan jenis ikan introduksi yang cepat mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ikan ini banyak dijadikan sasaran dalam kegiatan memancing di kolam-kolam air tawar, sehingga pasar benih bawal air tawar banyak diserap oleh pengusaha kolam pemancingan. Sementara itu, bawal air tawar ukuran konsumsi umumnya dijual ke restoran atau rumah makan yang menyajikan menu bawal bakar atau bawal goreng. Rasa dan tekstur dagingnya yang khas, membuat ikan ini menjadi pengganti bawal laut yang sulit didapat dan berharga jual Iebih mahal.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pembesaran bawal air tawar dilakukan terhadap benih hasil panen dari kolam pendederan. Selain di kolam budi daya, pembesaran bawal air tawar juga banyak dilakukan di karamba jaring apung (KJA) yang (ditempatkan di waduk atau danau Teknik pemeliharaan bisa dilakukan secara monokultur atau polikultur (pemeliharaan campuran) dengan ikan nila.
Kolam untuk pembesaran ikan bawal air tawar berukuran sekitar 500 m2. Kolam bisa berupa kolam tanah atau kolam tanah dengan pematang tembok atau beton. Ada baiknya, kolam pembesaran dipupuk terlebih dahulu untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk yang digunakan bisa berupa pupuk kandang dengan dosis 25-50 kg/ 100 m2 dan TSP 3 kg/ 100 m2. Setelah dipupuk, kolam diisi air 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari. Setelah itu, air kolam ditambah sedikit demi sedikit hingga mencapai ketinggian 40 - 60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm, tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7-10 hari Setelah pemupukan).
Proses pembesaran di dalam KJA pada prinsipnya sama dengan pemeliharaan ikan jenis lainnya. Satu hal yang harus diperhatikan adalah ukuran masa jaring yang digunakan harus Iebih kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh bawal air tawar yang akan ditebar.Tujuannya agar ikan bawal air tidak mudah lolos ke luar dari KJA.
Selama pemeliharaan, benih diberi pakan buatan berupa pelet sebanyak 3-5% berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara).
Pemberian pakan dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada pagi, siang, dan sore hari. Setelah tiga bulan dipelihara, berat tubuh bawal air tawar bisa mencapai satu kilogram (berat saat tebar 100 gram). Secara total, masa pemeliharaannya di kolam budi daya dilakukan selama 6-8 bulan,sedangkan masa pemeliharaan di KJA dilakukan selama 7 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi.
Peluang Pasar
Bawal air tawar merupakan jenis ikan introduksi yang cepat mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Ikan ini banyak dijadikan sasaran dalam kegiatan memancing di kolam-kolam air tawar, sehingga pasar benih bawal air tawar banyak diserap oleh pengusaha kolam pemancingan. Sementara itu, bawal air tawar ukuran konsumsi umumnya dijual ke restoran atau rumah makan yang menyajikan menu bawal bakar atau bawal goreng. Rasa dan tekstur dagingnya yang khas, membuat ikan ini menjadi pengganti bawal laut yang sulit didapat dan berharga jual Iebih mahal.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pendederan Ikan Bawal
Pendederan
Pendederan dilakukan untuk benih berukuran 1 cm yang dipelihara selama 1 bulan untuk mendapatkan hasil panenan berukuran 3-5 cm. Kolam pendederan bawal air tawar umumnya berukuran sama seperti kolam pendederan ikan jenis lainnya, misalnya 200 atau 400 m2.
Sebelum benih ditebar, kolam pendederan harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Langkah awal persiapan kolam dilakukan dengan mengeringkan kolam sehingga tanah dasarnya benar-benar kering.Tujuan pengeringan tanah dasar sebagai berikut.
1. Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor
(penyaing makanan).
2). Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.
3). Memungkinkan terjadinyapertukaran udara (aerasi) di pelataran kolam sehingga dalam oksigen mengisi celah-celah dan pori-pori tanah
Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada. Setelah dasar kolam benar-benar kering, dasar kolam diberi kapur tohor atau dolomit dengan dosis 25 kg/ 100 m2. Pengapuran ini bertujuan meningkatkan pH tanah dan juga untuk membunuh hama maupun patogen yang masih hidup. Setelah itu, kolam diisi air sampai mencapai ketinggian 50 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan pakan alami berupa plankton.
untuk menghindari kematian yang tinggi akibat stress saat penebaran, benih yang akan ditebar di kolam pendederan perlu diadaptasikan terlebih dahulu. Caranya, masukkan benih ke dalam plastik tertutup rapat lalu tenggelamkan plastik di dalam kolam Biarkan sampai plastik mengembun, pertanda suhu air di dalam plastik dan suhu air kolam sudah sama. Setelah itu, plastik dibuka dan dimasukan air kolam sedikit demi sedikit.
Selanjutnya, benih dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan. Selama pendederan, benih diberi pakan buatan berupa pelet. Dosisnya 3-5% berat badan (perkiraan, jumlah total berat ikan yang, dipelihara).
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Pendederan dilakukan untuk benih berukuran 1 cm yang dipelihara selama 1 bulan untuk mendapatkan hasil panenan berukuran 3-5 cm. Kolam pendederan bawal air tawar umumnya berukuran sama seperti kolam pendederan ikan jenis lainnya, misalnya 200 atau 400 m2.
Sebelum benih ditebar, kolam pendederan harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup. Langkah awal persiapan kolam dilakukan dengan mengeringkan kolam sehingga tanah dasarnya benar-benar kering.Tujuan pengeringan tanah dasar sebagai berikut.
1. Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor
(penyaing makanan).
2). Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.
3). Memungkinkan terjadinyapertukaran udara (aerasi) di pelataran kolam sehingga dalam oksigen mengisi celah-celah dan pori-pori tanah
Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada. Setelah dasar kolam benar-benar kering, dasar kolam diberi kapur tohor atau dolomit dengan dosis 25 kg/ 100 m2. Pengapuran ini bertujuan meningkatkan pH tanah dan juga untuk membunuh hama maupun patogen yang masih hidup. Setelah itu, kolam diisi air sampai mencapai ketinggian 50 cm dan dibiarkan selama 3-4 hari untuk menumbuhkan pakan alami berupa plankton.
untuk menghindari kematian yang tinggi akibat stress saat penebaran, benih yang akan ditebar di kolam pendederan perlu diadaptasikan terlebih dahulu. Caranya, masukkan benih ke dalam plastik tertutup rapat lalu tenggelamkan plastik di dalam kolam Biarkan sampai plastik mengembun, pertanda suhu air di dalam plastik dan suhu air kolam sudah sama. Setelah itu, plastik dibuka dan dimasukan air kolam sedikit demi sedikit.
Selanjutnya, benih dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan. Selama pendederan, benih diberi pakan buatan berupa pelet. Dosisnya 3-5% berat badan (perkiraan, jumlah total berat ikan yang, dipelihara).
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka, 2008
Budidaya Ikan Patin
1. SEJARAH SINGKAT
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang
berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual
yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan
diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup
responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan,
dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai
keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk
“membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan
kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan
ikan ini.
Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti
perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut
terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan
catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi sebagai peraba.
2. SENTRA PERIKANAN
Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Kalimantan.
3. JENIS
Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Ordo : Ostarioplaysi.
Subordo : Siluriodea.
Famili : Pangasidae.
Genus : Pangasius.
Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.
Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya:
a) Pangasius polyuranodo (ikan juaro)
b) Pangasius macronema
c) Pangasius micronemus
d) Pangasius nasutus
e) Pangasius nieuwenhuisii
4. MANFAAT
1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
2) Sebagai ikan hias.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,
tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar
dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang
disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu
keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah
pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur,
maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin
atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium
adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif
rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang
relatif stabil.
6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi
menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan
ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya
masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan
lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.
Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada
ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang
umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat
diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim
kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.
Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih
dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2
minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan
air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih
ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan
ke dalam hampang yang sudah disiapkan.
Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Pemilihan calon induk siap pijah.
b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan
mas.
c) Kawin suntik (induce breeding).
d) Pengurutan (striping).
e) Penetasan telur.
f) Perawatan larva.
g) Pendederan.
h) Pemanenan.
Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan
pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan
benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan
penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan
biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama
menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam
dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
1) Kolam pemeliharaan induk
Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai
contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila
hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan
pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi
saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok
atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu
pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk
pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.
2) Kolam pemijahan
Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas
kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk
kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk
dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah
ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk
menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa
dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran
kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama
dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan
kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk
dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.
3) Kolam pendederan
Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan
pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama
dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.
Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan
pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di
dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat
berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan
penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak
tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu
dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
6.2. Pembibitan
1) Menyiapkan Bibit
Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam
sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk
yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam
sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.
2) Perlakuan dan Perawatan Bibit
Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus
di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi
makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk
memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan
makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan
ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras
25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%.
Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari
dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan
juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini
dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut :
a. Induk betina
- Umur tiga tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Perut membesar ke arah anus.
- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
- Umur dua tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Kulit perut lembek dan tipis.
- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium
berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur
bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per
akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen
untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan
suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk
menghemat dana.
Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena
masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur.
Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning
telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan
makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan
kutu air dan jentik nyamuk.
Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui
sistem pen dan dalam karamba.
a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem
monokultur maupun polikultur.
b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,
bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses
pembesarannya.
c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan
lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran
benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.
d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:
pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan,
pengontrolan dan pemanenan.
Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang
dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan.
Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air ± 0,5-3 m
dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras,
tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan
dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang
kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada
perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk
membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar
0,5-1 m.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
1) Pemupukan
Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,
yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya.
Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk
hijau dengan dosis 50–700 gram/m2
2) Pemberian Pakan
Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan
yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan
peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan
kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan
cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang
dipelihara (smpel).
3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet
setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun
sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang
antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga
terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba.
Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.
Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa
ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain
berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan
kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin
dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.
Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit)
sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau
merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak
belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.
Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus),
pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis
capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan
lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong
jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih
besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin
juga tidak akan berlompatan keluar.
7.2. Penyakit
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi
adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan
patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat
infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
1) Penyakit akibat infeksi
Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit,
jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih
menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan
parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang
mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran
patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan
penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat
infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
a. Penyakit parasit
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa
protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian:
menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram
metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air
yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan
dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang
selama tiga kali dengan selang waktu sehari.
b. Penyakit jamur
Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.
Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.
Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada
kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.
Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga
kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan
yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai
adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30
menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang
sampai tiga hari berturut- turut.
c. Penyakit bakteri
Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang
sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan
yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama
di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin
menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang
ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas
sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah
menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah
harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum
parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1)
Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20
ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-
10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan
oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
2) Penyakit non-infeksi
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.
Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan
yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.
Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.
- Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus
yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,
ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan
ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
- Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus
multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih
yang berumur 1-2 bulan.
- Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.
- Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai
ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.
- Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak
selaput lendir tersebut.
8. PANEN
8.1. Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan
mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir
kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka
ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini
menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga
kematian ikan dapat dihindari.
8.2. Pembersihan
Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.
Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal
dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700
gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala
sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan
yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.
9. PASCAPANEN
Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan
ikan hidup maupun ikan segar.
1) Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam
keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke
konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat
C.
b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
2) Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang
perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak
dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan
daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan
seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi
kotak maksimum 50 cm.
d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan
jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian
ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es
lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian
juga antara ikan dengan penutup kotak.
3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah
sebagai berikut:
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan
tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong
plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama
dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan
air sumur yang telah diaerasi semalam.
c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.
Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan
dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1
m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan
dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan
ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan
dengan ukuran benihnya.
d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak
memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.
Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk
mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
2. Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan
waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media
pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer
Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang
diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam
kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan
kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung
dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga
(air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik
dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.
Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m
dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat
tujuan adalah sebagai berikut:
- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin
dalam 10 liter air bersih).
- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam
setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong
plastik terjadi perlahan-lahan.
- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama
1-2 menit.
- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak
pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan
pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut.
Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak
20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama
pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih
ikan patin yaitu:
- Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat
rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk
simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah
diaerasi selama 24 jam.
- Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan
serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
- Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan
air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang
rangkap.
- Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.
- Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya
cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan
mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman
diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha ikan patin pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat
adalah sebagai berikut:
1) Biaya produksi
a. Kolam pemijahan 2 x 2 m Rp. 200.000,-
b Bibit /benih
- 2 ekor induk @ Rp. 150.000,- Rp. 300.000,-
- Ikan donor 5 Kg @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-
c. Pakan/makanan (Artemia Salina) Rp. 80.000,-
d. Obat
- Alat suntik 0,5 cc (2 buah) @ Rp. 4000,- Rp. 8.000,-
- Pregnil Rp. 50.000,-
e. Alat
- Bangunan dan sumur Rp. 2.000.000,-
- Genzet Rp. 2.500.000,-
- Aerator Rp. 500.000,-
- Selang aquarium 50 m @ Rp 1000,- Rp. 50.000,-
- Kompor (4 unit) @ Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-
- 100 unit aquarium: 40×80 cm @ Rp 35.000,- Rp. 3.500.000,-
f. Tenaga kerja
- Tenaga kerja tetap 14 hari, 2 orang @ Rp.20.000,- Rp. 560.000,-
g. Biaya tak terduga 10% Rp. 989.800,-
Jumlah biaya produksi Rp. 10.887.800,-
2) Biaya investasi rata-rata/aquarium Rp. 98.000,-
3) Presentase output terhadap investasi/aquarium 3,15 %
4) Analisis usaha untuk menutup investasi
a. Periode 1: 2 Minggu pertama
Benih @ Aquarium:100 ekor=100×100xRp.125,- Rp. 1.250.000,-
b. Periode II :
Pengeluaran Tetap/2 mingguan Rp. 480.000,-
Dari perhitungan di atas pada periode ke 14 atau sekitar 7 bulan, telah dapat
menutup investasi, Pada Produksi ke 15 ke atas sudah dapat memetik
keuntungan
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,
danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi
alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.
Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal
pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,
penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.
Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar
lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil
penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat
berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir
di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak
ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan
faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor
perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru:
Lembar Informasi Pertanian.
2) Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu
Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.
3) Arifin, Zainal. (1987). “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Dengan Rangsangan Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1),
1987: 42 – 47.
4) Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk
Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
5) ————–, dkk. Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius pangasius)
dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
6) ————–, dkk. Pemberian Pakan Berbeda Pada Pembesaran Ikan Patin
(Pangasius pangsius) Dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
7) ————–, dan Asyari, Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius)
dalam Sangkar di Kolam dengan Kualitas Air yang Berbeda dalam
Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992,
Balitkanwar, Bogor, 1992.
8) ————–, dan Asyari, Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius
pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.
9) ————–; Asyari (1992). Pendederan Benih Ikan Patin (Pangasius
pangasius) dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian
Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.
10) Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya,
1999 ).
11) Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius
pangasius ) Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding
Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar,
Bogor, 1992.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang
berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual
yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan
diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup
responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan,
dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai
keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk
“membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan
kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan
ikan ini.
Ikan patin berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti
perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut
terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan
catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi sebagai peraba.
2. SENTRA PERIKANAN
Penangkaran ikan patin banyak terdapat di Lampung, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Kalimantan.
3. JENIS
Klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Ordo : Ostarioplaysi.
Subordo : Siluriodea.
Famili : Pangasidae.
Genus : Pangasius.
Spesies : Pangasius pangasius Ham. Buch.
Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya:
a) Pangasius polyuranodo (ikan juaro)
b) Pangasius macronema
c) Pangasius micronemus
d) Pangasius nasutus
e) Pangasius nieuwenhuisii
4. MANFAAT
1) Sebagai sumber penyediaan protein hewani.
2) Sebagai ikan hias.
5. PERSYARATAN LOKASI
1) Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat/lempung,
tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar
dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2) Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3) Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang
disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
4) Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu
keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah
pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur,
maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin
atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5) Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium
adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif
rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang
relatif stabil.
6) Keasaman air berkisar antara: 6,5–7.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar dibagi
menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kedua jenis kegiatan
ini umumnya belum populer dilakukan oleh masyarakat, karena umumnya
masih mengandalkan kegiatan penangkapan di alam (sungai, situ, waduk, dan
lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan akan ikan patin.
Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada
ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang
umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Benih ikan patin dapat
diperoleh dari hasil tangkapan di perairan umum. Biasanya menjelang musim
kemarau pada pagi hari dengan menggunakan alat tangkap jala atau jaring.
Benih dapat juga dibeli dari Balai Pemeliharaan Air Tawar di Jawa Barat. Benih
dikumpulkan dalam suatu wadah, dan dirawat dengan hati-hati selama 2
minggu. Jika air dalam penampungan sudah kotor, harus segera diganti dengan
air bersih, dan usahakan terhindar dari sengatan matahari. Sebelum benih
ditebar, dipelihara dulu dalam jaring selama 1 bulan, selanjutnya dipindahkan
ke dalam hampang yang sudah disiapkan.
Secara garis besar usaha pembenihan ikan patin meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a) Pemilihan calon induk siap pijah.
b) Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,yaitu ikan
mas.
c) Kawin suntik (induce breeding).
d) Pengurutan (striping).
e) Penetasan telur.
f) Perawatan larva.
g) Pendederan.
h) Pemanenan.
Pada usaha budidaya yang semakin berkembang, tempat pembenihan dan
pembesaran sering kali dipisahkan dengan jarak yang agak jauh. Pemindahan
benih dari tempat pembenihan ke tempat pembesaran memerlukan
penanganan khusus agar benih selamat. Keberhasilan transportasi benih ikan
biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik maupun kimia air, terutama
menyangkut oksigen terlarut, NH3, CO2 , pH, dan suhu air.
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam
dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga
memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
1) Kolam pemeliharaan induk
Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai
contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila
hanya mengandalkan pakan alami dan dedak. Sedangkan bila diberi pakan
pelet, maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150-200 meter persegi
saja. Bentuk kolam sebaiknya persegi panjang dengan dinding bisa ditembok
atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu
pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk
pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik.
2) Kolam pemijahan
Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas
kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk
kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk
dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah
ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk
menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa
dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran
kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama
dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan
kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk
dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.
3) Kolam pendederan
Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan
pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama
dengan luas 25-500 m2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m2 per petak.
Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan
pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di
dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat
berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan
penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak
tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu
dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.
6.2. Pembibitan
1) Menyiapkan Bibit
Bibit yang hendak dipijahkan bisa berasal dari hasil pemeliharaan dikolam
sejak kecil atau hasil tangkapan dialam ketika musim pemijahan tiba. Induk
yang ideal adalah dari kawanan patin dewasa hasil pembesaran dikolam
sehingga dapat dipilihkan induk yang benar-benar berkualitas baik.
2) Perlakuan dan Perawatan Bibit
Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus
di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi
makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk
memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai
Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan
makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan
ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras
25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%.
Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari
dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan
juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini
dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut :
a. Induk betina
- Umur tiga tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Perut membesar ke arah anus.
- Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
- Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
- Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
- kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang
bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
- Umur dua tahun.
- Ukuran 1,5–2 kg.
- Kulit perut lembek dan tipis.
- Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
- Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium
berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm. Setiap akuarium diisi dengan air sumur
bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per
akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen
untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan
suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk
menghemat dana.
Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena
masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur.
Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning
telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan
makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan
kutu air dan jentik nyamuk.
Pembesaran ikan patin dapat dilakukan di kolam, di jala apung, melalui
sistem pen dan dalam karamba.
a) Pembesaran ikan patin di kolam dapat dilakukan melalui sistem
monokultur maupun polikultur.
b) Pada pembesaran ikan patin di jala apung, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah: lokasi pemeliharaan, bagaimana cara menggunakan jala apung,
bagaimana kondisi perairan dan kualitas airnya serta proses
pembesarannya.
c) Pada pembesaran ikan patin sistem pen, perlu diperhatikan: pemilihan
lokasi, kualitas air, bagaimana penerapan sistem tersebut, penebaran
benih, dan pemberian pakan serta pengontrolan dan pemanenannya.
d) Pada pembesaran ikan patin di karamba, perlu diperhatikan masalah:
pemilihan lokasi, penebaran benih, pemberian pakan tambahan,
pengontrolan dan pemanenan.
Hampang dapat terbuat dari jaring, karet, bambu atau ram kawat yang
dilengkapi dengan tiang atau tunggak yang ditancapkan ke dasar perairan.
Lokasi yang cocok untuk pemasangan hampang : kedalaman air ± 0,5-3 m
dengan fluktuasi kedalaman tidak lebih dari 50 cm, arus tidak terlalu deras,
tetapi cukup untuk sirkulasi air dalam hampang. Perairan tidak tercemar dan
dasarnya sedikit berlumpur. Terhindar dari gelombang dan angin yang
kencang serta terhindar dari hama, penyakit dan predator (pemangsa). Pada
perairan yang dasarnya berbatu, harus digunakan pemberat untuk
membantu mengencangkan jaring. Jarak antara tiang bambu/kayu sekitar
0,5-1 m.
6.3. Pemeliharaan Pembesaran
1) Pemupukan
Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam,
yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyakbanyaknya.
Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk
hijau dengan dosis 50–700 gram/m2
2) Pemberian Pakan
Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan
yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan
peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan
kenaikan berat badan ikan dalam hampang. Hal ini dapat diketahui dengan
cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang
dipelihara (smpel).
3) Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet
setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun
sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung hama yang mungkin menyerang
antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama serupa juga
terdapat pada usaha pembesaran patin sistem hampang (pen) dan karamba.
Karamba yang ditanam di dasar perairan relatif aman dari serangan hama.
Pada pembesaran ikan patin di jala apung (sistem sangkar ada hama berupa
ikan buntal (Tetraodon sp.) yang merusak jala dan memangsa ikan. Hama lain
berupa ikan liar pemangsa adalah udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan
kecil yang masuk kedalam wadah budidaya akan menjadi pesaing ikan patin
dalam hal mencari makan dan memperoleh oksigen.
Untuk menghindari serangan hama pada pembesaran di jala apung (rakit)
sebaiknya ditempatkan jauh dari pantai. Biasanya pinggiran waduk atau danau
merupakan markas tempat bersarangnya hama, karena itu sebaiknya semak
belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar lokasi dibersihkan secara rutin.
Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau (Lepto-tilus javanicus),
pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok (Ramphalcyon capensis
capensis) adalah dengan menutupi bagian atas wadah budi daya dengan
lembararan jaring dan memasang kantong jaring tambahan di luar kantong
jaring budi daya. Mata jaring dari kantong jaring bagian luar ini dibuat lebih
besar. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat masuk, ikan patin
juga tidak akan berlompatan keluar.
7.2. Penyakit
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit noninfeksi
adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan
patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat
infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
1) Penyakit akibat infeksi
Organisme patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit,
jamur, bakteri, dan virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih
menemui beberapa kendala antara lain karena sering mendapat serangan
parasit Ichthyoptirus multifilis (white spot) sehingga banyak benih patin yang
mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Dalam usaha pembesaran
patin belum ada laporan yang mengungkapkan secara lengkap serangan
penyakit pada ikan patin, untuk pencegahan, beberapa penyakit akibat
infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
a. Penyakit parasit
Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa
protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian:
menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram
metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air
yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan
dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang
selama tiga kali dengan selang waktu sehari.
b. Penyakit jamur
Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.
Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan.
Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada
kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar.
Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga
kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan
yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai
adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30
menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang
sampai tiga hari berturut- turut.
c. Penyakit bakteri
Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang
sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan
yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama
di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin
menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang
ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas
sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah
menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah
harus segera dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum
parah dapat dicoba dengan beberapa cara pengobatan. Antara lain: (1)
Dengan merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10-20
ppm selama 30–60 menit, (2) Merendam ikan dalam larutan nitrofuran 5-
10 ppm selama 12–24 jam, atau (3) merendam ikan dalam larutan
oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.
2) Penyakit non-infeksi
Penyakit non-infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.
Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan
yang berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan.
Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan.
- Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus
yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi,
ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan
ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
- Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus
multifilis (white spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih
yang berumur 1-2 bulan.
- Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.
- Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai
ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih.
- Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak
selaput lendir tersebut.
8. PANEN
8.1. Penangkapan
Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan
mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir
kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka
ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini
menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga
kematian ikan dapat dihindari.
8.2. Pembersihan
Ikan patin yang dipelihara dalam hampang dapat dipanen setelah 6 bulan.
Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal
dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700
gram/ekor. Pemungutan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan jala
sebanyak 2-3 buah dan tenaga kerja yang diperlukan sebanyak 2-3 orang. Ikan
yang ditangkap dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan.
9. PASCAPANEN
Penanganan pascapanen ikan patin dapat dilakukan dengan cara penanganan
ikan hidup maupun ikan segar.
1) Penanganan ikan hidup
Adakalanya ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam
keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai ke
konsumen dalam keadaan hidup, segar dan sehat antara lain:
a. Dalam pengangkutan gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat
C.
b. Waktu pengangkutan hendaknya pada pagi hari atau sore hari.
c. Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu padat.
2) Penanganan ikan segar
Ikan segar mas merupakan produk yang cepat turun kualitasnya. Hal yang
perlu diperhatikan untuk mempertahankan kesegaran antara lain:
a. Penangkapan harus dilakukan hati-hati agar ikan-ikan tidak luka.
b. Sebelum dikemas, ikan harus dicuci agar bersih dan lendir.
c. Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak
dekat (2 jam perjalanan), dapat digunakan keranjang yang dilapisi dengan
daun pisang/plastik. Untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan
seng atau fiberglass. Kapasitas kotak maksimum 50 kg dengan tinggi
kotak maksimum 50 cm.
d. Ikan diletakkan di dalam wadah yang diberi es dengan suhu 6-7 derajat C.
Gunakan es berupa potongan kecil-kecil (es curai) dengan perbandingan
jumlah es dan ikan=1:1. Dasar kotak dilapisi es setebal 4-5 cm. Kemudian
ikan disusun di atas lapisan es ini setebal 5-10 cm, lalu disusul lapisan es
lagi dan seterusnya. Antara ikan dengan dinding kotak diberi es, demikian
juga antara ikan dengan penutup kotak.
3) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pananganan benih adalah
sebagai berikut:
a. Benih ikan harus dipilih yang sehat yaitu bebas dari penyakit, parasit dan
tidak cacat. Setelah itu, benih ikan baru dimasukkan ke dalam kantong
plastik (sistem tertutup) atau keramba (sistem terbuka).
b. Air yang dipakai media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama
dan penyakit serta bahan organik lainya. Sebagai contoh dapat digunakan
air sumur yang telah diaerasi semalam.
c. Sebelum diangkut benih ikan harus diberok dahulu selama beberapa hari.
Gunakan tempat pemberokan berupa bak yang berisi air bersih dan
dengan aerasi yang baik. Bak pemberokan dapat dibuat dengan ukuran 1
m x 1 m atau 2 m x 0,5 m. Dengan ukuran tersebut, bak pemberokan
dapat menampung benih ikan mas sejumlah 5000–6000 ekor dengan
ukuran 3-5 cm. Jumlah benih dalam pemberokan harus disesuaikan
dengan ukuran benihnya.
d. Berdasarkan lama/jarak pengiriman, sistem pengangkutan benih terbagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sistem terbuka
Dilakukan untuk mengangkut benih dalam jarak dekat atau tidak
memerlukan waktu yang lama. Alat pengangkut berupa keramba.
Setiap keramba dapat diisi air bersih 15 liter dan dapat untuk
mengangkut sekitar 5000 ekor benih ukuran 3-5 cm.
2. Sistem tertutup
Dilakukan untuk pengangkutan benih jarak jauh yang memerlukan
waktu lebih dari 4-5 jam, menggunakan kantong plastik. Volume media
pengangkutan terdiri dari air bersih 5 liter yang diberi buffer
Na2(hpo)4.1H2O sebanyak 9 gram. Cara pengemasan benih ikan yang
diangkut dengan kantong plastik: (1) masukkan air bersih ke dalam
kantong plastik kemudian benih; (3) hilangkan udara dengan menekan
kantong plastik ke permukaan air; (3) alirkan oksigen dari tabung
dialirkan ke kantong plastik sebanyak 2/3 volume keseluruhan rongga
(air:oksigen=1:1); (4) kantong plastik lalu diikat. (5) kantong plastik
dimasukkan ke dalam dos dengan posisi membujur atau ditidurkan.
Dos yang berukuran panjang 0,50 m, lebar 0,35 m, dan tinggi 0,50 m
dapat diisi 2 buah kantong plastik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah benih sampai di tempat
tujuan adalah sebagai berikut:
- Siapkan larutan tetrasiklin 25 ppm dalam waskom (1 kapsul tertasiklin
dalam 10 liter air bersih).
- Buka kantong plastik, tambahkan air bersih yang berasal dari kolam
setempat sedikit demi sedikit agar perubahan suhu air dalam kantong
plastik terjadi perlahan-lahan.
- Pindahkan benih ikan ke waskom yang berisi larutan tetrasiklin selama
1-2 menit.
- Masukan benih ikan ke dalam bak pemberokan. Dalam bak
pemberokan benih ikan diberi pakan secukupnya. Selain itu, dilakukan
pengobatan dengan tetrasiklin 25 ppm selama 3 hari berturut-turut.
Selain tetrsikli dapat juga digunakan obat lain seperti KMNO4 sebanyak
20 ppm atau formalin sebanyak 4% selama 3-5 menit.
- Setelah 1 minggu dikarantina, tebar benih ikan di kolam budidaya.
Pengemasan benih harus dapat menjamin keselamatan benih selama
pengangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan benih
ikan patin yaitu:
- Sediakan kantong plastik sesuai kebutuhan. Setiap kantong dibuat
rangkap untuk menghindari kebocoran. Sediakan karet gelang untuk
simpul sederhana. Masing-masing kantong diisi air sumur yang telah
diaerasi selama 24 jam.
- Benih ikan yang telah dipuasakan selama 18 jam ditangkap dengan
serokan halus kemudian dimasukan kedalam kantong plastik tadi.
- Satu persatu kantong diisi dengan oksigen murni (perbandingan
air:oksigen = 1:2). Setelah itu segera diikat dengan karet gelang
rangkap.
- Kantong-kantong plastik berisi benih dimasukkan kedalam kardus.
- Lama pengangkutan. Benih ikan patin dapat diangkut selama 10 jam
dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 98,67%. Jika jarak yang
hendak ditempuh memerlukan waktu yang lama maka satu- satunya
cara untuk menjamin agar ikan tersebut selamat adalah dengan
mengurangi jumlah benih ikan di dalam setiap kantong plastik.
Berdasarkan penelitian terbukti bahwa benih patin masih aman
diangkut selama 14 jam dengan kapadatan 300 ekor per liter.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha ikan patin pada tahun 1999 di daerah Jawa Barat
adalah sebagai berikut:
1) Biaya produksi
a. Kolam pemijahan 2 x 2 m Rp. 200.000,-
b Bibit /benih
- 2 ekor induk @ Rp. 150.000,- Rp. 300.000,-
- Ikan donor 5 Kg @ Rp. 10.000,- Rp. 50.000,-
c. Pakan/makanan (Artemia Salina) Rp. 80.000,-
d. Obat
- Alat suntik 0,5 cc (2 buah) @ Rp. 4000,- Rp. 8.000,-
- Pregnil Rp. 50.000,-
e. Alat
- Bangunan dan sumur Rp. 2.000.000,-
- Genzet Rp. 2.500.000,-
- Aerator Rp. 500.000,-
- Selang aquarium 50 m @ Rp 1000,- Rp. 50.000,-
- Kompor (4 unit) @ Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-
- 100 unit aquarium: 40×80 cm @ Rp 35.000,- Rp. 3.500.000,-
f. Tenaga kerja
- Tenaga kerja tetap 14 hari, 2 orang @ Rp.20.000,- Rp. 560.000,-
g. Biaya tak terduga 10% Rp. 989.800,-
Jumlah biaya produksi Rp. 10.887.800,-
2) Biaya investasi rata-rata/aquarium Rp. 98.000,-
3) Presentase output terhadap investasi/aquarium 3,15 %
4) Analisis usaha untuk menutup investasi
a. Periode 1: 2 Minggu pertama
Benih @ Aquarium:100 ekor=100×100xRp.125,- Rp. 1.250.000,-
b. Periode II :
Pengeluaran Tetap/2 mingguan Rp. 480.000,-
Dari perhitungan di atas pada periode ke 14 atau sekitar 7 bulan, telah dapat
menutup investasi, Pada Produksi ke 15 ke atas sudah dapat memetik
keuntungan
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa,
danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha merupakan potensi
alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia.
Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal
pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen,
penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal periizinan import.
Walaupun permintaan di tingkal pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar
lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil
penjualan secara rata-rata selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat
berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir
di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tak
ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan
faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor
perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah.
11. DAFTAR PUSTAKA
1) Anonim (1995). Pembesaran Ikan Patin Dalam Hampang (Banjarbaru:
Lembar Informasi Pertanian.
2) Aida, Siti Nurul, dkk. (1992/1993). Pengaruh Pemberian Kapur Pada Mutu
Air dan Pertumbuhan Ikan Patin di Kolam Rawa Non Pasang Surut dalam
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar.
3) Arifin, Zainal. (1987). “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius)
Dengan Rangsangan Hormon” , Buletin Penelitian Perikanan Darat. 6 (1),
1987: 42 – 47.
4) Arifin, Zainal, Pengaruh Pakan Terhadap Pematangan Calon Induk
Ikan Patin (Pangasius pangasius) dalam Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
5) ————–, dkk. Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius pangasius)
dengan Lingkungan Air Yang Berbeda dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
6) ————–, dkk. Pemberian Pakan Berbeda Pada Pembesaran Ikan Patin
(Pangasius pangsius) Dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1992/1993.
7) ————–, dan Asyari, Pembesaran Ikan Patin (Pangasius pangasius)
dalam Sangkar di Kolam dengan Kualitas Air yang Berbeda dalam
Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992,
Balitkanwar, Bogor, 1992.
8) ————–, dan Asyari, Perawatan Larva Ikan Patin (Pangasius
pangasius) Dengan Sistem Resirkulasi dalam Proseding Seminar Hasil
Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.
9) ————–; Asyari (1992). Pendederan Benih Ikan Patin (Pangasius
pangasius) dalam Sangkar dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian
Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar, Bogor, 1992.
10) Susanto, Heru (1999). Budi Daya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya,
1999 ).
11) Widiayati, Ani, dkk., Pegaruh Padat Tebar Induk Patin (Pangasius
pangasius ) Yang dipelihara di Karamba Jaring Apung dalam Proseding
Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1991/1992, Balitkanwar,
Bogor, 1992.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
TEKNOLOGI PENGOLAHAN TAHU IKAN (FISH TOFU)
TEKNOLOGI PENGOLAHAN TAHU IKAN (FISH TOFU)
Deskripsi Teknologi
Diversifikasi produk olahan tahu ikan merupakan, produk berkombinasi diantara tahu yang berasal dari biji-bijian atau kedelai dan daging ikan yang berasal dari habitat perairan baik laut maupun perairan air tawar, sehingga terjadilah bentuk olahan tahu ikan.
Tahu ikan merupakan olahan yang dapat memperkaya protein sehingga orang akan menyukainya baik protein hewani maupun protein nabati, dalam hal ini perlu diketahui bahwa olahan tahu ikan perlu diketahui dari segi kenampakan, rasa, bau dan tekstur.
Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan tahu ikan pada saat ini sudah berkembang di berbagai wilayah dan sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Diversifikasi produk ini cukup, disenangi oleh masyarakat yang dapat dianalisa cukup kaya nilai gizi dan proteinnya.
Untuk itu dalam proses pembuatan produk tahu ikan cukup sedehana, praktis, dan mudah didapat baik dari bahan baku maupun bahan tambahan tainnya. Untuk mendapatkan bahan baku daging ikan lebih mudah dibandingkan dengan bahan tambahan jenis bahan tambahan lainnya.
Pengolahan produk tahu ikan mudah diaplikasikan ke seluruh elemen masyarakat. Selain itu produk ini menggunakan bahan baku yang memiliki nilai ekonomis rendah sehingga memberikan nilai tambah dan clean technology untuk industri pengolahan hasil perikanan.
Keunggulan
O Cara penyajian sangat praktis
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi
• Memiliki umur simpan yang lama
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP 2009
Deskripsi Teknologi
Diversifikasi produk olahan tahu ikan merupakan, produk berkombinasi diantara tahu yang berasal dari biji-bijian atau kedelai dan daging ikan yang berasal dari habitat perairan baik laut maupun perairan air tawar, sehingga terjadilah bentuk olahan tahu ikan.
Tahu ikan merupakan olahan yang dapat memperkaya protein sehingga orang akan menyukainya baik protein hewani maupun protein nabati, dalam hal ini perlu diketahui bahwa olahan tahu ikan perlu diketahui dari segi kenampakan, rasa, bau dan tekstur.
Aspek Inovatif
Teknologi pengolahan tahu ikan pada saat ini sudah berkembang di berbagai wilayah dan sejalan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Diversifikasi produk ini cukup, disenangi oleh masyarakat yang dapat dianalisa cukup kaya nilai gizi dan proteinnya.
Untuk itu dalam proses pembuatan produk tahu ikan cukup sedehana, praktis, dan mudah didapat baik dari bahan baku maupun bahan tambahan tainnya. Untuk mendapatkan bahan baku daging ikan lebih mudah dibandingkan dengan bahan tambahan jenis bahan tambahan lainnya.
Pengolahan produk tahu ikan mudah diaplikasikan ke seluruh elemen masyarakat. Selain itu produk ini menggunakan bahan baku yang memiliki nilai ekonomis rendah sehingga memberikan nilai tambah dan clean technology untuk industri pengolahan hasil perikanan.
Keunggulan
O Cara penyajian sangat praktis
• Nilai nutrisi yang cukup tinggi
• Memiliki umur simpan yang lama
• Menggunakan bahan baku yang murah dan mudah didapat
• Memperkaya gizi dan protein dalam produk perikanan
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP 2009
ALAT PENIRIS ABON SISTEM SENTIFUGAL (SPINNER)
ALAT PENIRIS ABON SISTEM SENTIFUGAL (SPINNER)
Deskripsi Teknologi
Abon ikan mempuyai daya awet yang relatif lama yaitu masih dapat diterima pada penyimpanan selama 50 (lima putuh) hari pada suhu kamar dengan pengemasan yang lebih baik, masa simpan ini masih dapat dipertahankan, lebih lama, lagi apabila kadar minyak dalam abon dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itu diperlukan alat untuk mengurangi kadar lemak dalam abon yaitu alat peniris abon.
Alat ini menerapkan sistem sentrifuse (putar) dalam meniriskan minyak dari produk. Dengan adanya pengatur kecepatan, cepat-lambatnya putaran dapat diatur tergantung dari banyaknya produk.
Aspek Inovatif
Selama ini penirisan abon ikan menggunakan pengepresan manual tanpa sistem hidrolik, sehingga minyak dalam produk akhir masih banyak, hal ini menyebabkan daya simpan produk tidak lama. Alat ini merupakan alat peniris abon dengan sistem sentifuse (putar) dengan aksesoris berupa alat pengatur kecepatan, panel digital dan penahan getaran.
Keunggulan
• Penggunaan alat ini lebih efisien dan efektif dalam hal waktu dan tenaga,
• Dilengkapi dengan pengatur kecepatan, sehingga putaran alat dapat disesuaikan dengan banyaknya produk,
• Produk abon yang dihasilkan memiliki daya simpan yang lama,
• Penampakan, rasa dan tekstur yang dihasilkan lebih balk dibandingkan dengan abon dengan alat peniris pengepres manual.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Deskripsi Teknologi
Abon ikan mempuyai daya awet yang relatif lama yaitu masih dapat diterima pada penyimpanan selama 50 (lima putuh) hari pada suhu kamar dengan pengemasan yang lebih baik, masa simpan ini masih dapat dipertahankan, lebih lama, lagi apabila kadar minyak dalam abon dapat ditekan serendah mungkin. Untuk itu diperlukan alat untuk mengurangi kadar lemak dalam abon yaitu alat peniris abon.
Alat ini menerapkan sistem sentrifuse (putar) dalam meniriskan minyak dari produk. Dengan adanya pengatur kecepatan, cepat-lambatnya putaran dapat diatur tergantung dari banyaknya produk.
Aspek Inovatif
Selama ini penirisan abon ikan menggunakan pengepresan manual tanpa sistem hidrolik, sehingga minyak dalam produk akhir masih banyak, hal ini menyebabkan daya simpan produk tidak lama. Alat ini merupakan alat peniris abon dengan sistem sentifuse (putar) dengan aksesoris berupa alat pengatur kecepatan, panel digital dan penahan getaran.
Keunggulan
• Penggunaan alat ini lebih efisien dan efektif dalam hal waktu dan tenaga,
• Dilengkapi dengan pengatur kecepatan, sehingga putaran alat dapat disesuaikan dengan banyaknya produk,
• Produk abon yang dihasilkan memiliki daya simpan yang lama,
• Penampakan, rasa dan tekstur yang dihasilkan lebih balk dibandingkan dengan abon dengan alat peniris pengepres manual.
sumber : Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan, DKP, 2009
Pakan Ikan
1. SEJARAH SINGKAT
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)
Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < 80 mg/liter.
h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
i) Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan
banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Bibit
a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :
1. Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari
alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan
menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2. Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan
menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi;
(2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis
organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke
dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir
sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis
organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler,
dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan
sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan,
untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media
agar-agar.
b) Infusoria
1. Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus,
selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2. Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami
dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan
sampai volumenya 1,5 liter.
3. Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang,
kacang hijau, dan daun selada.
4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain
sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2
minggu.
c) Brachionus
1. Bibit diambil dari alam.
2. Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk
kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1
jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah
direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa
dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2
minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4. Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi
phytoplankton.
d) Kutu Air
1. Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya
Air Tawar milik pemerintah.
2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada
media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e) Artemia
1. Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini
dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat
Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa
Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan
telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon
352922-357563.
2. Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar
berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri
dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan
disetrika untuk melekatkannya.
3. Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar
garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram
- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
5. Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam,
kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air,
dan ditiriskan.
6. Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C,
kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan,
bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat
menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial
yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%;
lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–
3. Cara pembuatannya:
1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku
pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa
muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni
benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak,
diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling
menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang
rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33%
(Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa);
Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang
rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
c) Tepung Kepala Udang
1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses
pengolahan udang untuk ekspor.
2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan
digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar
dan banyak mengandung kitin.
3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat=
0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
d) Tepung Anak Ayam
1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.
2. Cara pembuatan:
- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar
dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah
masak).
- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai
halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat
langsung digunakan.
- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%,
Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin,
dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
e) Tepung Kepompong Ulat Sutra
1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri
pemintalan benang sutra alam.
2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%,
Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
f) Ampas Minyak Hati Ikan
1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.
2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan
lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai
bentuknya seperti pellet.
3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%,
Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
g) Tepung Darah
1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.
2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan
dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat=
13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19.
Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan
untuk udang < 5%.
h) Silase Ikan
1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian
digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan,
kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang
mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak
dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk
mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3
bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3-
4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan
dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1,
dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70-
75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama
2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga
menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang
direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan
air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu
pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam,
dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang
dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5%
dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%,
Serat=1,80%, Air=5,52%.
j) Tepung Bekicot
1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk
campuran makanan sebesar 5-15%.
3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%,
Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
k) Tepung Cacing Tanah
1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.
2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.
3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.
4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
l) Tepung Artemia
1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan
dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20%
dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
m)Telur Ayam dan Itik
1. Bahan: telur mentah atau telur rbus.
2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan
bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan
sampai membentuk emulsi atau suspensi.
3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%,
Air=74%.
n) Susu
1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).
2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%,
Air=3,5%
2) Bahan Nabati
a) Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar.
Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses
penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%,
Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%,
Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
b) Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik
untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi:
Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat
kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
c) Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan
energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung
protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan,
sehingga jarang digunakan.
d) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan.
Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga
harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi:
Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat
kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
e) Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan
kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%;
Abu=0,06%; Air=13,25%.
f) Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling
essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin,
dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:
39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%,
Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
g) Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%,
Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
h) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.
Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan
gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi
penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%,
Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai
ubah=2,7-4.
i) Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa.
Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi:
Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat
kasar=30,4%, Air=13,35%.
j) Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya:
Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.
Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%,
Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.
k) Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat
gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan
perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya haru
sdimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam
lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak
oleat=22,9%.
l) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein,
dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%,
Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%,
Air=11,97 %.
m)Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.
Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%,
Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
n) Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%,
Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan,
digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%,
Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%,
Air=14,9%, Nilai ubah=2.
3) Bahan Tambahan
a) Vitamin dan Mineral
1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang
sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino
tertentu.
3. Contoh-contoh merek dagang:
- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2
asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J,
Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B
kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe,
Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4,
KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
Penggunaannya :
4. Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
b) Garam Dapur (NaCl)
1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses
pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.
2. Penggunaannya cukup 2%.
c) Bahan Perekat
1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu,
dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.
2. Penggunaannya cukup 10%.
d) Antioksidan
1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-
2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA
(butylated hydroxyanisole).
2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
e) Ragi dan Ampas Bir
1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat
menjadi alkohol dan CO2.
2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%,
Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.
6.3. Penyiapan Peralatan
1) Pakan Alami
a) Chlorella
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas
dengan larutan klorin 150 ppm.
2. Dalam wadah 1 galon:
- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu
aerasi.
- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan
medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella
menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan
15 mikron.
- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran
dengan lampu ultraviolet.
- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri
dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam
100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O;
2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya
dilarutkan dalam 80 ml air suling.
- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan
B.
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus
disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter
pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0
sebanyak 10-15 mg/l
- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan
urea dengan takaran 50 gram/m3.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah
disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan
cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm
Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau
Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau
Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
6. Biotin = 1 mikrogram/l
7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l
8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
10Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
11Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
12Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Agrimin = 1 mg/l
4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton
menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
- Persiapan lain sama.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/liter
2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau
Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
4. Agrimin = 1 mg/liter
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter
dan TSP 20-50 mg/liter.
c) Dunaliella
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15
mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk
Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian
disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu
ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
a)Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml
b)Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml
c)Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100
d)Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml
- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan
larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber
udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.
- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:
1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l
2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l
3. Biotin = 1,0 mg/l
4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l
5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
1. Urea = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton.
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. 16-20-0 = 5 mg/l
e) Spirulina
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
f) Brachionus
1. Dengan Pemupukan
- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang
telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi
air melalui kain saringan halus.
- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea
dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari,
sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis
Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan
Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat
perang.
2. Dengan Pemberian Makanan
- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan
kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass,
yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis
Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap
bening.
- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l
FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan
Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae. (bersambung ke jilid II)
(Sambungan dari Pakan ikan Jilid I)
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat
persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau
melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik
dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak
antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali
jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak
sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang “air water lift (AWL)” yang terbuat dari pipa-pipa
PVC untuk menimbulkan putaran.
- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan
dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi
penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong
30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran
udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari
pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari
mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau
air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu:
- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
- Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk
kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk
pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak
10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini
dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1
galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,
menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah
yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung
jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput
kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1
ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2
aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam
air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk
halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan
bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan
dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air
perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga
dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat
berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang
lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi
dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10×10 cm atau
lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,
setinggi 10 cm dengan luas 1×2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu
atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau
kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300
gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari
bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak
kayu/tripleks berukuran 40×40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada
bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk
memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan
diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas
tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan
tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah
setebal 2-3 cm.
2) Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :
a) Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan
6.4. Pemeliharaan Pakan Alami
a) Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya
berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan
saringan 15 mikron.
- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran
lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10
juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan
dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton
membutuhkan 5 galon bibit.
- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang
diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk
organik dari kotorannya.
- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat
mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,
dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang
telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,
hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan
airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan
kepadatan 2-4 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.
Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk
mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-
AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan
dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3
hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.
Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,
sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan
kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10
ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti
sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25
derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk
ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam
sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan
Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan
pembenihan ikan dan udang laut.
- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1
g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air
laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000
liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120
ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran
< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi
bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1
liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50
mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan
diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,
Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.
Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu
makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada
senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20
cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <
2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.
Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah
fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang
mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.
Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,
suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan
beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6
bulan.
Produksi Telur
- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan
kadar O2 .
- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan
cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l
dalam waktu 1 minggu.
- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1
jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai
mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1
minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan
warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara
bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan
padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan
kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci
dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan
(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.
Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang
masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak
hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya
dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan
kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,
kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.
Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan
menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang
diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan
airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat
dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.
a) Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan
dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan
akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental
seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan
yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya
hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring
dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang
digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk
merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur
ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus
diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak
didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang
kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,
kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil
diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam
lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan
melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering
dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat
masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh
dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu
bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan
diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa
pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan
tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah
dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,
maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4
berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak
cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka
pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan
diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong
sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-
20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah
patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan
penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor
kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105
mikron.
- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
Di Indonesia belum ada jenis-jenis usaha yang menghasilkan bibit pakan ikan
alami dari hasil kultur murni. Bibit-bibit pakan ikan alami umumnya merupakan
hasil percobaan di laboratorium yang sifatnya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan penelitian. Dalam bidang produksi pakan ikan alami, masih terdapat
kesenjangan yang cukup tajam dalam hal ketersediaan teknologi dengan
penggunanya, khususnya petani ikan.
Bagi masyarakat awam tidak mudah untuk memproduksi pakan ikan alami,
tetapi juga bukan merupakan pekerjaan yang sulit. Persoalannya terletak pada
sarana dan prasarana yang tergolong cukup mahal untuk ukuran ekonomi
pedesaan dan dalam pengoperasiannya memerlukan keahlian khusus.
2. SENTRA PERIKANAN
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan
ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik
Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
3.1. Pakan Alami
Jenis-jenis makanan alami yang dimakan ikan sangat beragam, tergantung
pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Beberapa jenis pakan alami yang
dibudidayakan adalah : (a) Chlorella; (b) Tetraselmis; (c) Dunaliella; (d)
Diatomae; (e) Spirulina; (f) Brachionus; (g) Artemia; (h) Infusoria; (i) Kutu Air; (j)
Jentik-jentik Nyamuk; (k) Cacing Tubifex/Cacing Rambut; dan (l) Ulat Hongkong
3.2. Pakan Buatan
Bentuk pakan buatan ditentukan oleh kebiasaan makan ikan.
a) Larutan, digunakan sebagai pakan burayak ikan dan udang (berumur 2-30
hari). Larutan ada 2 macam, yaitu : (1) Emulsi, bahan yang terlarut menyatu
dengan air pelarutnya; (2) Suspensi, bahan yang terlarut tidak menyatu
dengan air pelarutnya.
b) Tepung halus, digunakan sebagai pakan benih (berumur 20-40 hari). Tepung
halus diperoleh dari remah yang dihancurkan.
c) Tepung kasar, digunakan sebagai pakan benih gelondongan (berumur 40-80
hari). Tepung kasar juga diperoleh dari remah yang dihancurkan.
d) Remah, digunakan sebagai pakan gelondongan besar/ikan tanggung
(berumur 80-120 hari). Remah berasal dari pellet yang dihancurkan menjadi
butiran kasar.
e) Pellet, digunakan sebagai pakan ikan dewasa yang sudah mempunyai berat
> 60-75 gram dan berumur > 120 hari.
f) Waver, berasal dari emulsi yang dihamparkan di atas alas aluminium atau
seng dan dkeringkan, kemudian diremas-remas.
4. MANFAAT
a) Sebagai bahan pakan ikan, udang, atau hasil perikanan lainnya, baik dalam
bentuk bibit maupun dewasa.
b) Phytoplankton juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami pada budidaya
zooplankton.
c) Ulat Hongkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ikan hias, yang dapat
mencermelangkan kulitnya.
d) Pakan buatan dapat melengkapi keberadaan pakan alami, baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas.
5. PERSYARATAN LOKASI
a) Chlorella: salinitas 0-35 ppt dan yang optimal pada 10-20 ppt, kisaran suhu
optimal 25-30 derajat C dan maksimum pada 40 derajat C.
b) Tetraselmis: salinitas 15-36 ppt dan kisaran suhu 15-35 derajat C.
c) Dunaliella: salinitas optimum 18-22 % NaCl, untuk produksi carotenoid >
27% NaCl, dan masih bertahan pada 31% NaCl; suhu optimal 20-40 derajat
C, pH optimal 9 dan bertahan pada pH 11.
d) Diatomae: suhu optimal 21-28 derajat C dan intensitas cahaya 1000 luks.
e) Spirulina: pH optimal 7,2-9,5 dan maksimal 11; suhu optimal 25-35 derajat C;
tahan kadar garam tinggi, yaitu sampai dengan 85 gram /liter.
f) Brachionus: suhu optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi adalah 22-30
derajat C; salinitas optimal 10-35 ppt, yang betina dapat tahan sampai 98
ppt; kisaran pH antara 5-10 dengan pH optimal 7,5-8.
g) Artemia: kisaran suhu 25-30 derajat C dan untuk Artemia kering -273-100
derajat C; kadar garam optimal 30-50 ppt, untuk menghasilkan kista: 100
permil; kandungan O2 optimal adalah >3 mg/liter dengan kisaran 1 mg/liter
sampai tingkat kejenuhannya 100 %; pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar
amonia yang baik < 80 mg/liter.
h) Kutu Air: suhu optimal 22-31 derajat C, dan pH optimal 6,6-7,4.
i) Cacing Tubifex: cacing tubifex menyukai perairan yang berlumpur dan
banyak mengandung bahan organik.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Bibit
a) Tahapan dalam kultur Phytoplankton sebelum dibudidayakan :
1. Koleksi
Bertujuan untuk mendapatkan satu/beberapa jenis phytoplankton dari
alam untuk dikultur secara murni. Koleksi diperoleh dari alam dengan
menggunakan plankton net dan dijaga tetap hidup sampai di laboratorium.
2. Isolasi
Dapat dilakukan dengan cara: (1) Metode Isolasi secara Biologis, dengan
menggunakan pengaruh sifat phototaksis organisme yang akan diisolasi;
(2) Metode Isolasi Pengenceran Berseri, digunakan bila jumlah jenis
organisme banyak dan ada spesies dominan, memindahkan sampel ke
dalam beberapa tabung reaksi yang dikondisikan untuk pertumbuhan
yang akan diisolasi; (3) Metode Isolasi pengulangan Sub Kultur, hampir
sama dengan Metode Isolasi Pengenceran Berseri, tapi jumlah dan jenis
organisme yang terkumpul sedikit; (4) Metode Isolasi Pipet Kapiler,
dimana sampel 10-15 tetes diteteskan di tengah cawan petri, dan
sekelilingnya ditetesi 6-8 tetes medium; dan (5) Metode Isolasi Goresan,
untuk mengisolasi phytoplankton tunggal dengan menggunakan media
agar-agar.
b) Infusoria
1. Bibit diambil dari alam menggunakan pipet panjang dan berujung halus,
selanjutnya diperiksa di mikroskop.
2. Penangkaran bibit dapat menggunakan media air rebusan 70 gram jerami
dalam air suling selama 15 menit. Setelah dingin, disaring dan diencerkan
sampai volumenya 1,5 liter.
3. Media yang dapat digunakan selain jerami adalah kacang panjang,
kacang hijau, dan daun selada.
4. Ambil 10 ml medium dan diencerkan dalam cawan petri yang ditutup kain
sutra dan disimpan di tempat gelap pada suhu 28 derajat C selama 1-2
minggu.
c) Brachionus
1. Bibit diambil dari alam.
2. Air medium yang digunakan adalah air rebusan kotoran kuda/pupuk
kandang lainnya, yaitu 800 ml kotoran kering dalam 1 liter air selama 1
jam. Setelah dingin, disaring dan diencerkan dengan air hujan yang telah
direbus dengan perbandingan 1 : 2.
3. Air medium dimasukkan dalam botol 1 galon dan ditulari bibit Protozoa
dan ganggang renik sebagai makanan Brachionus selama 7 hari. 1-2
minggu kemudian Brachionus akan tumbuh.
4. Cara lain adalah menularkan bibit ke dalam medium air hijau yang berisi
phytoplankton.
d) Kutu Air
1. Bibit dapat diperoleh dari panti pembenihan udang/ikan, Balai Budidaya
Air Tawar milik pemerintah.
2. Penangkaran bibit dari alam dilakukan dengan cara memberi pupuk pada
media dengan pupuk kandang 1-2 kali seminggu sebanyak 0,2 kg/m2.
e) Artemia
1. Bibit dapat berasal dari telur kering yang sudah dikalengkan. Dalam hal ini
dapat berhubungan dengan Dinas Perikanan Daerah setempat, Direktorat
Jendral Perikanan Jakarta, atau Balai Budidaya Air Payau Jepara (Jawa
Tengah). Di Jakarta sudah ada badan usaha yang melayani kebutuhan
telur Artemia, yaitu PT. Ulam Dedana, Jl. Hayam Wuruk no. 4-PX, telepon
352922-357563.
2. Penetasan telur Artemia dilakukan di wadah bening dengan dasar
berbentuk kerucut, dengan ukuran 3-75 liter. Wadah dapat dibuat sendiri
dari kantong plastik 3-5 liter, yang dilapisi dengan kertas plastik kaca dan
disetrika untuk melekatkannya.
3. Air media diperoleh dari pengenceran air laut (30 permil) sampai kadar
garamnya 5 permil dan ditambahi NaHCO3 2 gram/liter agar pH-nya 8-9.
4. Atau air tiruan (kadar garam 5 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu :
- Garam dapur NaCl = 5 gram
- Magnesium sulfat MgSO4 = 1,3 gram
- Magnesium klorida MgCl2 = 1 gram
- Kalsium klorida CaCl2 = 0,3 gram
- Kalium klorida KCl = 0,2 gram
- Natrium hidrokarbonat NaHCO3 = 2 gram
- Air tawar = dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NAHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
5. Telur-telur yang akan ditetaskan direndam dalam air tawar selama 1 jam,
kemudian disaring dengan kain saringan 125 mikron, sambil disemprot air,
dan ditiriskan.
6. Kondisi yang mendukung penetasan telur, yaitu : suhu 25-30 derajat C,
kadar O2 > 2 mg/liter ,penyinaran dengan lampu neon dengan kekuatan
cahaya 1000 luks (60 watt 2 buah sejauh 20 cm dari dinding wadah).
7. Telur menetas menjadi nauplius setelah 24-36 jam, dan harus ditangkap
paling lambat 24 jam sejak menetas. Anak Artemia disedot dengan slang
plastik kecil dan ditampung dengan saringan 125 mikron, kemudian dicuci.
f) Jentik-jentik Nyamuk
1. Telur nyamuk dapat diperoleh dengan menggunakan wadah berdiameter
30 cm dan diisi air leri sedalam 10-30 cm dan diletakkan di tempat yang
banyak nyamuknya. Wadah diberi atap setinggi 10 cm.
2. 2-3 hari kemudian akan terbentuk selaput tipis di permukaan. Telur-telur
yang dilepaskan induk akan saling menempel sampai panjangnya 0,5-1,5
cm.
3. Telur diambil dengan lidi yang salah satu sisinya diratakan.
g) Cacing Tubifex
Bibit diambil dari perairan alam.
h) Ulat Hongkong
Bibit untuk pertama kali dapat diperoleh dari pedagang burung ocehan.
Selanjutnya bibit dapat diambil dari tempat penangkaran sebelum berubah
jadi kepompong.
6.2. Bahan-Bahan Untuk Pakan Buatan
1) Bahan Hewani
a) Tepung Ikan
Bahan baku tepung ikan adalah jenis ikan rucah (tidak bernilai ekonomis)
yang berkadar lemak rendah dan sisa-sisa hasil pengolahan. Ikan
difermentasikan menjadi bekasem untuk meningkatkan bau khas yang
dapat merangsang nafsu makan ikan. Lama penyimpanan < 11-12 bulan,
bila lebih dapat ditumbuhi cendawan atau bakteri, serta dapat
menurunkan kandungan lisin yang merupakan asam amino essensial
yang paling essensial sampai 8%. Kandungan gizi: protein=22,65%;
lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–
3. Cara pembuatannya:
1. Ikan direbus sampai masak, diwadahi karung, lalu diperas.
2. Air perasan ditampung untuk dibuat petis/diambil minyaknya.
3. Ampasnya dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
b) Tepung Rebon dan Benawa
Rebon adalah sejenis udang kecil yang merupakan bahan baku
pembuatan terasi. Benawa adalah anak kepiting laut. Rebon dan Benawa
muncul pada awal musim hujan di sekitar muara sungai, mengerumuni
benda yang terapung. Cara pembuatan: (1) Bahan direbus sampai masak,
diwadahi karung, lalu diperas; (2) Ampasnya dikeringkan dan digiling
menjadi tepung. Kandungan gizi: Protein: Udang rebon=59,4% (udang
rebon), 23,38% (benawa); Lemak =3,6% (Udang rebon), 25,33%
(Benawa); Karbohidrat 3,2% (Udang rebon), 0,06% (benawa);
Abu=11,41% (Benawa); Serat=11,82% (Benawa); Air=21,6% (Udang
rebon); 5,43% Benawa ,Nilai ubah: Benawa=4–6
c) Tepung Kepala Udang
1. Bahan yang digunakan adalah kepala udang, limbah pada proses
pengolahan udang untuk ekspor.
2. Cara pembuatannya: (1) Bahan direbus, dijemur sampai kering dan
digiling; (2) Tepung diayak untuk membuang bagian-bagian yang kasar
dan banyak mengandung kitin.
3. Kandungan gizinya: Protein= 53,74%; Lemak= 6,65%; Karbohidrat=
0%; Abu= 7,72%; Serat kasar= 14,61%; Air= 17,28%.
d) Tepung Anak Ayam
1. Bahan: anak ayam jantan dari perusahaan pembibitan ayam petelur.
2. Cara pembuatan:
- Anak-anak ayam dimatikan secara masal, bulu-bulunya dibakar
dengan lampu semprot. Kemudian direbus sampai kaku (setengah
masak).
- Diangin-anginkan sampai kering dan digiling beberapa kali sampai
halus. Hasil gilingan yang masih basah disebut pastadan dapat
langsung digunakan.
- Pasta dapat dikeringkan dan digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%,
Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim, vitamin,
dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
e) Tepung Kepompong Ulat Sutra
1. Bahan: kepompong ulat sutra yang merupakan limbah industri
pemintalan benang sutra alam.
2. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%,
Serat= 8,89%, Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.
f) Ampas Minyak Hati Ikan
1. Bahan: amapas hati ikan yang telah diperas minyaknya.
2. Cara pembuatannya: (1) digunakan sebagai pasta, karena kandungan
lemaknya tinggi, sehingga sukar dikeringkan. (2) Digiling halus sampai
bentuknya seperti pellet.
3. Kandungan gizinya: Protein= 25,08%, lemak= 56,75%, Abu= 6,60%,
Air=12,06%, Nilai ubah= 8.
g) Tepung Darah
1. Bahan: darah, limbah dari rumah pemotongan ternak.
2. Cara pembuatanny: darah beku yang masih mentah dimasak dan
dikeringkan, kemudian digiling menjadi tepung.
3. Kandungan gizinya: Protein= 71,45%, Lemak= 0,42%,Karbohidrat=
13,12%, Abu= 5,45%, Serat= 7,95%, Air= 5,19.
Proteinnya sukar dicerna, sehingga penggunaannya untuk ikan < 3% dan
untuk udang < 5%.
h) Silase Ikan
1. Bahan: ikan rucah dan limbah pengolahan.
2. Silase adalah hasil olahan cair dari bahan baku asal ikan/limbahnya.
3. Cara pembuatan: (1) Bahan dicuci, dicincang kecil-kecil, kemudian
digiling. Hasil gilingan direndam dalam larutan asam formiat 3% 24 jan,
kemudian diperas. (2) Air perasan ditampung dan lapisan minyak yang
mengapung di lapisan atas disingkirkan. (3) Cairan yang bebas minyak
dicampur dengan ampas dan ditambah asam propionat 1%, untuk
mencegah tumbuhnya bakteri/cendawan dan menambah daya awet ± 3
bulan dengan pH ± 4,5. (4) Bahan diperam selama 4 hari dan diaduk 3-
4 kali sehari. (5) Bahan cair yang bersifat asam dapat dicampur dengan
dedak, ketela pohon/tepung jagung dengan perbandingan 1:1,
dikeringkan dan digunakan untuk campuran dalam ramuan makanan.
4. Kandungan gizinya: Protein=18-20%, Lemak=1-2%, Abu=4-6%, Air=70-
75%, Kapur=1-3%, Fosfor=0,3-0,9%.
i) Arang Bulu Ayam dan Tepung Tulang
1. Bahan: arang bulu ayam, tulang ternak.
2. Cara pembuatan: Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama
2-4 jam dengan suhu 100 derajat C, kemudian dihancurkan hingga
menjadi serpihan-serpihan sepanjang 1-3 cm. Serpihan tulang
direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan
air tawar. Pemisahan selatin dengan jalan pemanasan 3 tahap, yaitu
pada suhu 60 derajat C selama 4 jam, suhu 70 derajat C selama 4 jam,
dan 100 derajat C selama 5 jam. Pemrosesan selatin. Tulang
dikeringkan pada suhu 100 derajat C, sampai kadar airnya tinggal 5%
dan digiling hingga menjadi tepung. Pengemasan dan penyimpanan.
3. Kandungan gizinya: Protein=25,54%, Lemak=3,80%, Abu=61,60%,
Serat=1,80%, Air=5,52%.
j) Tepung Bekicot
1. Bahan: daging bekicot mentah dan daging bekicot rebus.
2. Cara pembuatan: Daging bekicot dikeringkan lalu digiling. Untuk
campuran makanan sebesar 5-15%.
3. Kandungan gizi: Protein=54,29%, Lemak=4,18%, Karbohidrat=30,45%,
Abu=4,07%, Kapur=8,3%, Fosfor=20,3%, Air=7,01.
k) Tepung Cacing Tanah
1. Dapat menggantikan tepung ikan, dapat diternak secara masal.
2. Jumlah penggunaan dalam ramuan 10-25%.
3. Cara pembuatan: Cacing dikeringkan lalu digiling.
4. Kandungan proteinnya 72% dan mudah diserap dinding usus.
l) Tepung Artemia
1. Dapat menggantikan tepung ikan/kepala udang.
2. Kandungan protein (asam amino essensial) untuk burayak 42% dan
dewasa 60%, sedangkan asam lemak tak jenuh untuk burayak 20%
dan dewasa 10%. Daya cernanya tinggi.
m)Telur Ayam dan Itik
1. Bahan: telur mentah atau telur rbus.
2. Penggunaan: Telur mentah langsung dikopyok dan dicampur dengan
bahan lain. Telur rebus, diambil kuningnya, dihaluskan dan dilarutkan
sampai membentuk emulsi atau suspensi.
3. Kandungan gizinya: Protein=12,8%, Lemak=11,5%, Karbohidrat=0,7%,
Air=74%.
n) Susu
1. Bahan: tepung susu tak berlemak (skim).
2. Kandungan gizi: Protein=35,6% Lemak=1,0% Karbohidrat=52,0%,
Air=3,5%
2) Bahan Nabati
a) Dedak
Bahan dedak padi ada 2, yaitu dedak halus (katul) dan dedak kasar.
Dedak yang paling baik adalah dedak halus yang didapat dari proses
penyosohan beras, dengan kandungan gizi: Protein=11,35%,
Lemak=12,15%, Karbohidrat=28,62%, Abu=10,5%, Serat kasar=24,46%,
Air=10,15%, Nilai ubah= 8.
b) Dedak Gandum
Bahan: hasil samping perusahaan tepung terigu. Tepung yang paling baik
untuk pakan ikan adalah “wheat pollard” dengan kandungan gizi:
Protein=11,99%, Lemak=1,48%, Karbohidrat=64,75%, Abu=0,64%, Serat
kasar=3,75%, Air=17,35%, Nilai ubah=2-3.
c) Jagung
Terdapat 2 jenis, yaitu: (1) Jagung kuning, mengandung protein dan
energi tinggi, daya lekatnya rendah; (2) Jagung putih, mengandung
protein dan enrgi rendah, daya lekatnya tinggi. Sukar dicerna ikan,
sehingga jarang digunakan.
d) Cantel/Sorgum
Berwarna merah, putih, kecoklatan. Warna putih lebih banyak digunakan.
Mempunyai zat tanin yang dapat menghambat pertumbuhan, sehingga
harus ditambah metionin/penyosohan yang lebih baik. Kandungan gizi:
Protein=13,0%, Lemak=2,05%, Karbohidrat=47,85%, Abu=12,6%, Serat
kasar= 13,5%, Air=10,64%, Nilai ubah2-5.
e) Tepung Terigu
Berasal dari biji gandum, berfungsi sebagai bahan perekat dengan
kandungan gizi: Protein=8,9%; Lemak=1,3%; Karbohidrat=77,3%;
Abu=0,06%; Air=13,25%.
f) Tepung Kedele
Keuntungan: mengandung lisin asam amino essensial yang paling
essensial dan aroma makanan lebih sedap, penggunaannya ± 10%.
Kekurangan: mengandung zat yang dapat menghambat enzim tripsin,
dapat dikendalikan dengan cara memasak. Kandungan gizi: Protein:
39,6%, Lemak=14,3%, Karbohidrat=29,5%, Abu=5,4%, Serat=2,8%,
Air=8,4%, Nilai ubah=3-5.
g) Tepung Ampas Tahu
Kandungan gizinya: Protein=23,55%, Lemak=5,54%,
Karbohidrat=26,92%, Abu=17,03%, Serat kasar=16,53%, Air=10,43%.
h) Tepung Bungkil Kacang Tanah
Bungkil kacang tanah adalah ampas pembuatan minyak kacang.
Kelemahannya: dapat menyebabkan penyakit kurang vitamin, dengan
gejala sirip tidak normal dan dapat dicegah dengan membatasi
penggunaannya. Kandungan gizi: Protein=47,9%, Lemak=10,9%,
Karbohidrat =25,0%, Abu=4,8%, Serat kasar=3,6%, Air=7,8%, Nilai
ubah=2,7-4.
i) Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah ampas dari proses pembuatan minyak kelapa.
Sebagai bahan ramuan dapat dipakai sampai 20%. Kandungan gizi:
Protein=17,09%, Lemak=9,44%, Karbohidrat=23,77%, Abu=5,92%, Serat
kasar=30,4%, Air=13,35%.
j) Biji Kapuk/Randu
Bahan: bungkil kapuk yang telah diambil minyaknya. Kelemahannya:
Mengandung zat siklo-propenoid yang bersifat racun bius.
Penggunaannya < 5%. Kandungan gizinya: Protein=27,4%, Lemak=5,6%,
Karbohidrat=18,6%, Abu=7,3%, Serat kasa=25,3%, Air=6,1 %.
k) Biji Kapas
Bahan: bungkil dari pembuatan minyak. Kelemahannya: mengandung zat
gosipol yang bersifat sebagai racun, yaitu merusak hati dan
perdarahan/pembengkakan jaringan tubuh. Untuk penggunaannya haru
sdimasak dulu. Kandungan gizi: Protein=19,4%, Lemak=19,5%, Asam
lemak linoleat=47,8%, Asam lemak palmitat=23,4%, Asam lemak
oleat=22,9%.
l) Tepung Daun Turi
Kelemahannya: mengandung senyawa beracun : asam biru (HCN), lusein,
dan alkoloid-alkoloid lainnya. Kandungan gizinya: Protein=27,54%,
Lemak=4,73%, Karbohidrat=21,30%, Abu=20,45%, Serat kasar=14,01%,
Air=11,97 %.
m)Tepung Daun Lamtoro
Kelemahannya: mengandung mimosin, dalam pemakaiannya < 5% saja.
Kandungan gizinya: Protein=36,82%, Lemak=5,4%, Karbohidrat=16,08%,
Abu=1,31%, Serat kasar=18,14%, Air=8,8%.
n) Tepung Daun Ketela Pohon
Kelemahannya: racun HCN/asam biru. Kandungan gizi: Protein=34,21%,
Lemak=4,6%, Karbohidrat=14,69%, Air=0,12.
o) Isi Perut Besar Hewan Memamah biak
Bahan: dari rumah pemotongan ternak. Cara pembuatan: dikeringkan,
digiling sampai menjadi tepung. Kandungan gizinya: Protein=8,39%,
Lemak=5,54%, Karbohidrat=33,51%, Abu=17,32%, Serat kasar=20,34%,
Air=14,9%, Nilai ubah=2.
3) Bahan Tambahan
a) Vitamin dan Mineral
1. Cara memperoleh: dari toko penjual makanan ayam (poultry shop) yang
sudah dikemas dalam bentuk premiks (premix).
2. Premix tersebut mengandung vitamin, mineral, dan asam-asam amino
tertentu.
3. Contoh-contoh merek dagang:
- Top mix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B kompleks), 2
asam amino essensial (metionin dan lisin) dan 6 mineral (Mn, Fe, J,
Zn, Co dan Cu), serta antioksidan (BHT)
- Rhodiamix: mengandung 12 macam vitamin (A, D, E, K, B
kompleks), asam amino essensia metionin, dan 8 mineral (Mg, Fe,
Mo, Ca, J, Zn, Co dan Cu), serta antioksidan.
- Mineral B12: mengandung tepung tulang, CaCO3, FeSO4, MnSO4,
KI, CuSO4, dan ZnCO3, serta vitamin B12 (sianokobalamin).
- Merek lain: Aquamix, Rajamix U, Pfizer Premix A, Pfizer Premix B.
Penggunaannya :
4. Untuk ikan 1-2% dan untuk udang 10-15%.
b) Garam Dapur (NaCl)
1. Fungsi: sebagai bahan pelezat (gurih), mencegah terjadinya proses
pencucian zat-zat lain yang terdapat dalam ramuan makanan ikan.
2. Penggunaannya cukup 2%.
c) Bahan Perekat
1. Contoh bahan perekat: agar-agar, gelatin, tepung terigu, tepung sagu,
dll. Yang paling baik adalah tepung kanji dan tapioka.
2. Penggunaannya cukup 10%.
d) Antioksidan
1. Bahan: fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikulin (1,2dihydro-6-etoksi-
2,2,4 trimethyquinoline), BHT (butylated hydroxytoluena), dan BHA
(butylated hydroxyanisole).
2. Penggunaannya: etoksikulin 150 ppm, BHT dan BHA 200 ppm.
e) Ragi dan Ampas Bir
1. Ragi adalah sejenis cendawan yang dapat merubah karbohidrat
menjadi alkohol dan CO2.
2. Macam ragi: ragi tape, ragi roti, dan bir.
3. Kandungan gizi: Protein=59,2%, Lemak=0, Karbohidrat=38,93%,
Abu=4,95%, Serat kasar=0, Air=6,12%.
4. Ampas bir merupakan limbah pengolahan bir.
5. Kandungan gizinya: Protein=25,9%, Serat kasar=15%
6. Penggunaannya: ampas bir basah 3-6% dan kering 10%.
6.3. Penyiapan Peralatan
1) Pakan Alami
a) Chlorella
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas
dengan larutan klorin 150 ppm.
2. Dalam wadah 1 galon:
- Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu
aerasi.
- Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan
medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella
menggunakan air tawar. Air medium disaring dengan kain saringan
15 mikron.
- Disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran
dengan lampu ultraviolet.
- Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen-Miguel, yang terdiri
dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam
100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O;
2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya
dilarutkan dalam 80 ml air suling.
- Setiap 1liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan
B.
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
- Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus
disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter
pupuk 21-0-0, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk 16-20-0
sebanyak 10-15 mg/l
- Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan
urea dengan takaran 50 gram/m3.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah
disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan
cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm
Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
2. Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau
Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau
Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
3. Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
4. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
5. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
6. Biotin = 1 mikrogram/l
7. Vitamin B12 = 1mikrogram/l
8. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
9. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
10Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
11Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
12Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Agrimin = 1 mg/l
4. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
5. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
6. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
7. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton
menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
- Persiapan lain sama.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/liter
2. Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
3. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau
Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
4. Agrimin = 1 mg/liter
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
- Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter
dan TSP 20-50 mg/liter.
c) Dunaliella
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 18-22 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/liter, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter
- Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu
aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150
ml/ton.
- Wadah diisi air medium yang telah disaring dengan saringan 15
mikron sampai 300-500 ml, dan berkadar garam 28-35 untuk
Diatomae laut dan air tawar untuk Diatomae tawar. Kemudian
disterilkan dengan cara direbus, diklorin, atau disinari lampu
ultraviolet.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
a)Larutan A= KNO3 20,2 gram + Air suling 100 ml
b)Larutan B= Na2HPO4 2,0 gram + Air suling 100 ml
c)Larutan C= Na2SiO3 1,0 gram + Air suling 100
d)Larutan D= FeCl3) 1,0 gram + Air suling 20 ml
- Setiap 1 liter medium diberi larutan A, B, C, sebanyak 1 ml dan
larutan D 4 tetes. Kemudian diaerasi dengan batu aerasi dan sumber
udara dapat berasal dari mesin blower, kompressor atau aerator.
- Pupuk lain yang dapat ditambahkan:
1. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid)=10 mg/l
2. Tiamin-HCl (vitamin B1) = 0,2 mg/l
3. Biotin = 1,0 mg/l
4. Vitamin B12 = 1,0 mg/l
5. Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
6. Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
7. Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
8. Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
9. Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter)
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut:
1. Urea = 100 mg/l
2. Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
7. Vitamin B1 = 0,005 mg/l
8. Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton.
- Wadah dicuci dan diisi air medium.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
1. Urea-46 = 100 mg/l
2. K2HPO4 atau KH2PO4 = 5 mg/l
3. Na2SiO3 = 2 mg/l
4. Agrimin = 1 mg/l
5. Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
6. 16-20-0 = 5 mg/l
e) Spirulina
Wadah dan peralatan lainnya dicuci, kemudian diisi medium dengan kadar
garam 15-20 permil. Selanjutnya diberi pupuk cair 1 ml/l, kemudian
diaerasi dan dibiarkan sebentar.
f) Brachionus
1. Dengan Pemupukan
- Wadah yang digunakan berukuran 1-10 ton atau 10-100 ton yang
telah dicuci dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton. Wadah diisi
air melalui kain saringan halus.
- Pemupukan menggunakan kotoran sapi kering 20 mg/l, pupuk urea
dan TSP masing–masing 2 mg/l, kemudian didiamkan 4-5 hari,
sampai tumbuh jasad-jasad renik makanan Brachionus, yaitu jenis
Diatomae, seperti Cyclotella, Melosira, Asterionella, Nitzschia, dan
Amphora. Tumbuhnya Diatomae ditandai dengan warna coklat
perang.
2. Dengan Pemberian Makanan
- Wadah yang digunakan berukuran 1 ton, yang terbuat dari papan
kayu yang dilapisi lembaran plastik, bahan semen, atau fiberglass,
yang dicuci biasa. Wadah diisi air medium, tergantung jenis
Brachionus. Wadah diletakkan di luar ruangan, di bawah atap
bening.
- Pemupukan menggunakan 100 mg/l urea, 20 mg/l TSP, dan 2 mg/l
FeCl3, untuk menumbuhkan algae planktonik (Chlorella dan
Tetraselmis). Medium diudarai untuk meratakan pupuk dan algae. (bersambung ke jilid II)
(Sambungan dari Pakan ikan Jilid I)
g) Artemia
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak berbentuk empat
persegi panjang dengan sudut tegak lurus, menyerong, atau
melengkung. Ukurannya 300 liter, 2 ton, 5 ton, dsb.
2. Di tengah bak dipasang penyekat terbuat dari papan/lembaran plastik
dengan arah membujur sejajar dengan sisi bak yang panjang. Jarak
antara ujung penyekat tengah dengan sisi bak yang pendek 2/3 kali
jarak antara penyekat tengah dengan sisi bak yang panjang, dan jarak
sisi bawah dengan dasar bak 2-5 cm.
3. Dalam bak dipasang “air water lift (AWL)” yang terbuat dari pipa-pipa
PVC untuk menimbulkan putaran.
- Kedalaman 20 cm, diameter pipa AWL= 25 mm
- Kedalaman 40 cm, diameter pipa AWL= 40 mm
- Kedalaman 75 cm, diameter pipa AWL= 50 mm
- Kedalaman 100 cm, diameter pipa AWL= 60 mm
4. Pipa AWL dipotong miring 30-45 derajat pada ujung bawahnya dan
dipasang menyentuh dasar bak. Pipa AWL diikat pada kedua belah sisi
penyekat tengah dan ujung -ujung bagian atasnya dibuat menyerong
30-45 derajat. Jarak antara AWL 25-40 cm dengan arah berlawanan.
5. Slang plastik berdiameter 6 mm dimasukkan pada AWL untuk saluran
udara, yang dihubungkan dengan tabung pembagi udara terbuat dari
pipa PVC berdiameter 5 cm dan diikat pada atas penyekat tengah.
6. Tabung dihubungkan dengan pipa udara yang mengalirkan udara dari
mesin penghembus udara (Blower).
7. Air untuk pemeliharaan adalah air laut (kadar garam 30-35 permil) atau
air tiruan (kadar garam 30 permil) yang dapat dibuat dari beberapa
bahan kimia, yaitu:
- Garam dapur (NaCl) = 31,08 gram
- Magnesium sifat (MgSO4) = 7,74 gram
- Magnesium klorida (MgCl2) = 6,09 gram
- Kalsium klorida (CaCl2) = 1,53 gram
- Kalium klorida (KCl) = 0,97 gram
- Natrium hidrokarbonat (NaHCO3) = 2 gram
- Air tawar dijadikan 1 liter
MgSO4, KCl, NaHCO3 dilarutkan dalam air panas secara terpisah
sebelum digunakan.
8. Penyaringan air dilakukan untuk mengurangi timbunan kotoran.
Penyaringan air dilakukan dengan kotak keping penyaring berbentuk
kotak persegi empat yang terbagi 2 bagian, yaitu bagian pertama untuk
pemasukan air dan bagian kedua untuk pengendapan. Ukuran kotak
10% dari bak dan terbuat dari kayu yang dicat dengan epoxy. Alat ini
dibersihkan 2 hari sekali.
h) Infusoria
1. Penangkaran dapat dilakukan secara berurutan dalam wadah 1 liter, 1
galon, 200 liter, dan 1 ton. Untuk wadah 1 liter dan 1 galon,
menggunakan air rebusan jerami sebagi medium, dan untuk wadah
yang lebih besar menggunakan air mentah.
2. Air mentah dimasukkan dalam wadah 200 liter dan 1 ton (tergantung
jenis Ciliatanya) dan ditambah potongan-potongan jerami atau rumput
kering, daun selada, atau kulit pisang kering, kemudian air diaerasi.
i) Kutu Air
1. Wadah yang digunakan adalah berbagai macam bak dengan ukuran 1
ton (1 m3). Bak diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari
langsung.
2. Wadah diisi air tawar sampai 60 cm dan diudarai dengan batu 1-2
aerasi per 2,5 m2.
3. Pemupukan menggunakan kotoran ayam kering yang dilarutkan dalam
air samapi konsentrasinya 10% dan bungkil kelapa yang ditumbuk
halus dan diayak dengan saringan 500 mikron.
4. Pemupukan pertama menggunakan kotoran ayam 1000 ml/ton dan
bubuk bungkil kelapa 200 gram/ton yang dicampur dan dimasukkan
dalam kantong yang diperas di atas bak pemeliharaan, sehingga air
perasan langsung jatuh ke bak.
5. Pemupukan kedua dilakukan 4 hari kemudian, dan pemupukan ketiga
dilakukan bila perlu.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Wadah penetasan yang juga merupakan wadah pemeliharaan dapat
berupa pengaron, ember plastik, atau wadah bukan logam yang
lainnya. Air medium menggunakan air leri atau air biasa.
2. Setelah telur cukup, wadah dimasukkan dalam kandan yang diberi
dinding kelambu.
k) Cacing Tubifex
1. Lahan dibuat dengan bentuk mirip kolam dengan luas 10×10 cm atau
lebih, dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air.
2. Dasar kolam dibuat petakan-petakan (blok) lumpur, berjarak 20 cm,
setinggi 10 cm dengan luas 1×2 m dan dasarnya dilapisi papan kayu
atau dibentuk cetakan.
3. Pemupukan menggunakan dedak halus (200-250 gram/m2) atau
kotoran ayam yang telah dibersihkan dan dihaluskan sebanyak 300
gram/m2. Pupuk ditebar di lahan dan direndam air 5 cm selama 4 hari
bila menggunakan dedak dan 3 hari bila menggunakan kotoran ayam.
l) Ulat Hongkong
1. Pemeliharaan skala kecil dapat menggunakan beberapa kotak
kayu/tripleks berukuran 40×40x20 cm yang dilapisi selotip/isolasi pada
bagian bibirnya, atau ember plastik, baki, atau waskom.
2. Bagian atas tempat pemeliharaan dibiarkan terbuka untuk
memudahkan panen. Kemudian wadah ditempatkan pada rak dan
diletakkan dalam ruang gelap dan tidak kena sinar matahari.
3. Medium pemeliharaan yang berupa campuran dedak halus dan ampas
tahu kering atau tepung jagung yang dicampur tepung tulang dan
tepung ikan yang telah disaring/diayak, ditebar pada dasar wadah
setebal 2-3 cm.
2) Pakan Buatan
Alat-alat yang diperlukan :
a) Alat Penggiling dan Pengayak
b) Alat Penimbang dan Penakar
c) Alat Pengaduk dan Pencampur
d) Alat Pemasak
e) Alat Pengering
f) Alat Penyimpan
6.4. Pemeliharaan Pakan Alami
a) Chlorella
1. Dalam wadah 1 galon :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya
berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan
saringan 15 mikron.
- Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran
lampu neon, dan air diudarai terus-menerus.
- Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10
juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar.
- Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan
dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
- Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton
membutuhkan 5 galon bibit.
- Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang
diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk
organik dari kotorannya.
- Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung.
- Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat
mencapai kepadatan 5 juta sel/ml.
- Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahan air baru,
dan pemberian obat pemberantas hama.
b) Tetraselmis
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang
telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml,
hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
- Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan
airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan
kepadatan 2-4 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
c) Dunaliella
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah pupuk tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/3 bagian.
Wadah ditutup kapas atau stirofoam yang telah diberi slang untuk
mencegah kontaminasi.
3. Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
d) Diatomae
1. Dalam wadah 1liter :
- Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 70.000
sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam
ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
- Setelah 3-4 hari telah berkembang dengan kepadatan 6-7 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
- Bibit ditebar sebanyak 100 ml. Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-
AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
- Setelah 2 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-6 juta sel/ml.
Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
- Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton
100 liter.
- Dalam wadah 200 ml, waktu 2 hari mencapai puncak perkembangan
dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml, sedangkan wadah 1 liter, dalam 3
hari mencapai 2-3 juta sel/ml.
- Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk
penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat
digunakan sebagai pakan.
e) Spirulina
1. Dalam pemeliharaan harus diperhatikan penempatan wadah agar cukup
mendapat cahaya, sehingga fotosintesa dapat berjalan lancar.
2. Setelah tercampur merata, bibit dimasukkan sebanyak 1/5-1/10 bagian.
Empat hari setelah masa pemeliharaan, dapat dipanen dan dikultur pada
wadah yang lebih besar.
f) Brachionus
Dengan Pemupukan: Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan,
sebanyak 10 ekor/ml. 5-7 hari kemudian, Brachionus berkembang dengan
kepadatan sekitar 100 ekor/l dan dapat digunakan sebagai pakan ikan.
Dengan Pemberian Pakan:
1. Bibit Brachionus ditebar 4-5 hari setelah pemupukan, sebanyak 10
ekor/ml. Wadah setiap hari pagi diaduk sebagai ganti pengudaraan.
2. Pemberian makanan berupa algae dapat diganti dengan ragi roti
sebanyak 1-2 gram berat basah per 1 juta ekor per hari pada suhu 25
derajat C atau 2-3 gram pada suhu lebih dari 25 derajat C. Takaran untuk
ragi kering adalah 1/3-1/2 takaran berat basah
3. Apabila campuran algae tidak bisa diberikan terus-menerus, maka 1-2 jam
sebelum panen harus diberi makanan algae secukupnya.
- Ragi laut (Rhodotorula) dapat juga diberikan sebagai makanan
Brachionus. Ragi laut dapat diperoleh dari saluran pembuangan
pembenihan ikan dan udang laut.
- Ragi laut dapat ditumbuhkan dengan memupuknya dengan 10 g gula, 1
g (NH4)2SO4, dan 0,1 g KH2PO4 atau K2HPO4 untuk setiap 1 liter air
laut, dan ditambah HCl untuk mencapai pH 4. Dalam wadah 500-1000
liter, kepadatannya 100 juta sel/ml.
- Brachionus yang diberi makan ragi laut mencapai kepadatan 80-120
ekor/ml dalam masa pemeliharaan 25 hari.
g) Artemia
1. Makanan utama Artemia adalah katul padi (dedak halus) yang berukuran
< 50 mikron. Makanan lainnya : tepung terigu, tepung beras, ragi roti, ragi
bir, ragi laut, dedak gamdum, tepung kedele, dan tepung ganggang.
2. Dedak dilarutkan sebanyak 50-150 gram/l air garam (150 gram dalam 1
liter air), kemudian diblender dan disaring dengan kain saring halus 50
mikron. Larutan dedak diwadahi kantong plastik berdasar kerucut dan
diberi slang plastik yang dilengkapi kran untuk pemberian pakan.
3. Jumlah pemberian pakan ditentukan berdasarkan kekeruhan medium,
Artemia dewasa (>2 minggu) kekeruhannya 20-25 cm, dan Artemia
berumur < 2 minggu kekeruhannya 15-20 cm.
Usaha Pembesaran
1. Benih berupa burayak tingkat nauplius instar I yang masih belum perlu
makan dengan padat penebaran 1000-3000 ekor/l yang dilakukan pada
senja hari.
2. Pemberian makan untuk umur 1-5 hari, ditandai dengan kekeruhan 15-20
cm dan untuk umur > 6 hari 20-25 cm.
3. Alat penyaring air mulai dipasang dengan mata saringan yang berangsurangsur
diperbesar sesuai umur Artemia, yaitu 200, 250, 350, dan 450
mikron.
4. Kadar O2, pH, dan suhu air diamati secara rutin. Aerasi ditambah bila O2 <
2 mg/l dan pH < 7,5. Air medium ditambah 2 g/l NaHCO3 bila pH turun.
Bak pemeliharaan ditutup plastik pada malam hari untuk mencegah
fluktuasi suhu. Suhu yang baik adalah 25-30 derajat C. Kotoran yang
mengendap pada dasar bak harus selalu disedot.
Produksi Nauplius
1. Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
2. Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovovivipar (melahirkan nauplius), yaitu kadar garam 40-50 permil,
suhu 25-30 derajat C, kadar O2 4 mg/l, dan pH 7,5-8,5.
3. Umur 3 minggu Artemia mulai kawin dan setiap 4-5 hari sekali akan
beranak dengan jumlah 100-300 ekor. Umur induk dapat mencapai 6
bulan.
Produksi Telur
- Cara pemeliharaannya sama dengan usaha pembesaran.
- Kondisi lingkungan diusahakan agar Artemia dapat berkembang biak
secara ovipar (bertelur), yaitu peningkatan kadar garam dan penurunan
kadar O2 .
- Setelah Artemia dewasa kadar garam dinaikkan sampai 90 permil dengan
cara menambah larutan garam pekat secara berangsur-angsur tiap hari.
- Setelah berumur 4 minggu, ditambah EDTA sampai kadarnya 25 mg/l
dalam waktu 1 minggu.
- Minggu ke-5, kadar O2 diturunkan dengan cara memutuskan aerasi tiap 1
jam selama 10 menit. 1-2 minggu kemudian induk Artemia mulai
mengandung telur.
h) Infusoria
1. Penebaran bibit Ciliata dilakukan setelah makanan tumbuh, yaitu ±1
minggu setelah persiapan wadah.
2. Ciliata dapat berkembang biak dalam waktu seminggu, ditandai dengan
warna air medium yang berubah jadi keputih-putihan.
3. Apabila medium budidaya berbau busuk, dilakukan pergantian air secara
bertahap dengan menggunakan slang air.
i) Kutu Air
1. Pemasukan biibt dilakukan 18-24 jam sesudah pemupukan awal dengan
padat penebaran 30 ekor/l.
2. Perkembangannya akan mencapai puncak dalam waktu 7-10 hari dengan
kepadatan 3000-5000 ekor/l.
3. Makanan kutu air terdiri dari tumbuhan renik dan detritus.
j) Jentik-jentik nyamuk
1. Makanan diberikan secara berkala yang terdiri dari ragi, kotoran kelinci
dan susu bubuk, atau detritus kering yang berasal dari alam.
2. Dinding wadah yang ditumbuhi bakteri/lendir harus dibersihkan.
k) Cacing Tubifex
Penebaran bibit dilakukan dalam lubang-lubang kecil di atas bedengan
(petakan /blok) yang berjarak 10-15 cm dengan jumlah 10 ekor /lubang.
Masa pemeliharaan cacing sekitar 10 hari.
l) Ulat Hongkong
1. Pemberian pakan tambahan berupa buah-buahan dan sayuran yang
masih segar.
2. Pembersihan tempat dilakukan bila media hidup berubah warna jadi agak
hitam. Caranya dengan menyaring/mengayak sel media dan ulatnya
dengan ukuran saringan tergantung ukuran ulat. Untuk membersihkan
kotoran yang agak besar dilakukan dengan menampi.
3. Dalam waktu 2 minggu, ulat berubah bentuk menjadi kepompong,
kemudian kumbang dan membutuhkan makanan lebih banyak.
4. Kumbang berwarna agak keputihan, kemudian berubah kehitam-hitaman.
Setelah 3 minggu kumbang bertelur sebanyak 1000 butir/ekor dan akan
menetas 5-6 hari kemudian. Umur induk hanya 1 bulan setelah bertelur.
5. Ulat yang menetas baru terlihat setelah 2 minggu. Pakan tambahan yang
diberikan, terutama sawi putih/sayuran lain yang banyak kandungan
airnya.
6.5. Pembuatan Pakan Buatan
Dalam menyusun ramuan untuk pakan buatan harus memperhatikan kadar zatzat
dari masing-masing bahan baku dan disesuaikan dengan kebutuhan.
a) Bentuk Larutan Emulsi
1. Sebutir telur itik direbus sampai masak, kemudian diambil kuningnya dan
dilarutkan dalam 200 ml air.
2. Sambil diaduk, tambahkan 40 g tepung kedele halus, 5 g sagu, dan
akhirnya 1 g vitamin.
3. Panaskan larutan sambil tetap diaduk, sampai diperoleh cairan kental
seperti lem yang encer. Larutan siap digunakan setelah dingin.
4. Masa simpan larutan 10 jam dan digunakan untuk makanan burayak ikan
yang berumur 3-20 hari.
b) Bentuk Larutan Suspensi
1. 20 g kedele direbus sampai masak, agar zat penghambat tumbuhnya
hilang, dihaluskan dan diberi air sedikit demi sedikit, kemudian disaring
dengan kain mori halus. Telur itik diberi perlakukan serupa dan yang
digunakan hanya bagian yang kuning.
2. Larutan sari kedele dan larutan sari kuning telur dicampur dan diaduk
merata.
3. Digunakan untuk makanan burayak.
c) Bentuk Roti Kukus
1. Telur itik dikopyok sampai lumat dan berbuih. Secara berangsur-angsur
ditambahkan tepung ikan, tepung terigu, dan tepung susu, sampil terus
diaduk dan diberi air sedikit demi sedikit.
2. Adonan dikukus sampai masak selama 30 menit. Roti yang sudah masak
didinginkan dengan kipas angin.
3. Vitamin B dan C dihaluskan, ditambah tetrasiklin yang telah dibuang
kapsulnya dan beberapa tetes vitamin A+D-pleks dan Kalsidol.
4. Roti kukus yang telah dingin, dibentuk menjadi gumpalan kecil-kecil,
kemudian dioleskan pada campuran vitamin dan antibiotik, sambil
diremas-remas sampai campuran merata. Roti dapat disimpan dalam
lemari es selama 3 hari.
5. Sebelum digunakan sebaiknya dibuat suspensi, yaitu dengan
melarutkannya dalam air melalui kain saringan halus yang ukurannya
disesuaikan dengan ukuran burayak yang akan diberi makan.
d) Bentuk Pellet
1. Bahan untuk membuat pelet ada 2 macam, yaitu berupa: tepung kering
dan gumpalan (pasta).
2. Bahan perekat dapat dicampur langsung dengan bahan lainnya saat
masih kering, atau disendirikan. Bila disendirikan, bahan tersebut diseduh
dulu dengan air mendidih sampai mengental seperti lem encer. Setelah itu
bahan perekat dicampur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Pencampuran bahan dimulai dengan bahan yang jumlahnya sedikit dan
diakhiri dengan bahan yang jumlahnya paling banyak. Bahan yang berupa
pasta dicampurkan paling akhir. Bahan perekat yang dibuat adonan
tersendiri, dicampurkan paling akhir. Adonan yang masih kurang basah
dapat ditambah air sedikit demi sedikit.
4. Apabila bahan perekat dicampur langsung dengan bahan-bahan lainnya,
maka pembuatan adonan dilakukan dengan air panas sebanyak ± 1/4
berat bahan baku. Pengadukan dilakukan di atas api kecil, agar air tidak
cepat dingin.
5. Pengadukan adonan dilakukan sampai terjadi perubahan warna.
6. Adonan didinginkan di atas tampir. Apabila menggunakan ragi, maka
pencampurannya dilakukan setelah adonan dingin.
7. Bahan baku yang telah dingin dicetak dengan penggiling daging dan akan
diperoleh bentuk batangan-batangan. Batangan basah tersebut dipotongpotong
sepanjang 3 cm.
8. Pelet basah yang telah dipotong-potong dijemur sampai kadar airnya 10-
20%. Pengeringan dihentikan apabila pelet kering, keras dan mudah
patah.
e) Bentuk Remah dan Tepung
1. Keduanya berasal dari pellet yang sudah kering. Pellet digiling lagi dengan
penggiling kopi. Besar kecilnya ukuran butiran tergantung kendor
kencangnya setelan gigi-gigi penggilas alat penggiling.
2. Tepung kasar dan halus dipisahkan dengan ayakan.
- Untuk benih berumur 20-40 hari, mata saringnya 40-75 sampai 75-105
mikron.
- Untuk benih berumur 40-80 hari, mata saringnya > 105 mikron.
f) Bentuk Lembaran
1. Kuning telur ayam dikopyok sampai lumat, sambil berangsur-angsur
ditambah air 100 ml, kemudian ditambah 20 gram tepung terigu.
2. Adonan dipanaskan sambil terus diaduk sampai adonan mengental
menjadi emulsiarutan emulsi yang masih panas dan encer, dioleskan tipistipis
dan tipis-tipis di atas lempeng aluminium, kemudian dipanggang
sampai mengering dan akan mengelupas sendiri.
3. Lapisan yang telah mengelupas, dikumpulkan. Dalam keadaan demikian
mudah pecah-pecah menjadi kepingan-kepingan kecil.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama dan Penyakit Pakan Alami
a) Chlorella
1. Untuk mencegah berkembangnya hama dan pengganggu, medium
dibubuhi dengan larutan tembaga sulfat atau trusi (CuSO4) sebanyak 1,5
mg/l. Selain itu air baru yang akan ditambahkan harus disaring dengan
kain saringan 15 mikron.
2. Hama yang sering mengganggu adalah Brachionus, Copepoda, dll. Untuk
memberantas hama tersebut dalam wadah 60 liter atau 1 ton dapat
dilepas ikan mujair 4-5 ekor.
b) Kutu Air
1. Moina yang bergerombol di permukaan menunjukkan mutu medium
menurun.
2. Cendawan yang meningkat pada hari ke-3. Bila cendawan sudah banyak,
budidaya dihentikan dan bak dikeringkan.
3. Bila muncul Brachionus dan Ciliata, budidaya dihentikan dan kolam dicuci
dengan larutan klorin 100 ml/m3 dan dikeringkan.
c) Jentik-jentik nyamuk tari (Chironomus) dicegah dengan menutup bak dengan
kasa nyamuk.
d) Ulat Hongkong
Hama yang mengganggu, antara lain : semut, cecak, dan tikus. Pencegahan
dilakukan dengan mengolesi wadah dengan minyak mesin (Oli).
7.2. Gangguan pada pakan buatan
a) Bahan kimia yang sering mengotori bahan baku adalah obat-obatan
pemberantas hama pertanian, terutama pestisida organoklorin.
b) Kotoran-kotoran, seperti : limbah industri, kotoran dari mesin-mesin
pengolahan.
c) Bahan kimia beracun yang secara alami terdapat dalam bahan baku.
8. PANEN (Panen Pakan Alami)
a) Chlorella
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung
diumpankan pada ikan.
b) Tetraselmis
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
c) Dunaliella
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1
ton.
d) Diatomae
1. Pemanenan menggunakan alat penyaring pasir yang terbuat dari ember
plastik 60 l, yang bagian bawahnya dipasang pipa PVC (d = 5 cm) yang
berlubang-lubang kecil sebagai saluran pembuangan air.
2. Ember diisi kerikil yang berukuran 2-5 mm dan pasir (d = 0,2 mm,
koefisien keseragaman 1,80). Tinggi lapisan pasir ± 4/5 bagian dari jumlah
seluruh isi pasir dan kerikil, dan ± 8 cm diatas permukaan pasir dibuat
lubang perluapan.
3. Diatomae dari bak pemeliharaan dimasukkan ke dalam bak penyaring
pasir dengan pompa air dan akan tersaring oleh lapisan pasir.
4. Dari lubang pengurasan dipompakan air yang akan menembus lapisan
kerikil dan pasir dan meluapkan air beserta Diatomae melalui lubang
peluapan kemudian ditampung dalam sebuah wadah.
e) Brachionus
1. Panen Brachionus dilakukan pada waktu kepadatannya mencapai 100
ekor/ml dalam jangka waktu 5-7 hari atau 2 minggu kemudian dengan
kepadatan 500-700 ekor / ml.
2. Panen sebagian dapat dilakukan selama 45 hari, dimana 1-2 jam sebelum
penangkapan, air diaduk , kemudian didiamkan. Brachionus yang
berkumpul di permukaan diseser dengan kain nilon no 200 / kain plankton
60 mikron.
3. Panen total dilakukan dengan menyedot air dengan selang plastik dan
disisakan 1/3 bagian kemudian disaring dengan kain nilon 200 atau kain
plankton 60 mikron.
4. Hasil tangkapan dicuci bersih dan sudah dapat dimanfaatkan.
f) Artemia
1. Usaha Pembesaran
- Panen dilakukan pada umur 2 minggu dan ukuran Artemia mencapai 8
mm. Sebelum penangkapan, aerasi dihentikan selama 30 menit, lalu
Artemia yang naik ke permukaan diserok dengan seser kain halus.
- Artemia dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan dalam freezer.
2. Produksi Nauplius
Penangkapan dilakukan dengan memanfaatkan kotak keping penyaring
yang dilengkapi saringan 200 mikron pada ujung pipa peluapannya.
Nauplius diambil setelah yang terkumpul dalam jumlah banyak.
3. Produksi Telur
- Cara penangkapan sama dengan produksi nauplius
- Telur dicuci bersih dan direndam 1 jam dalam larutan garam 115
permil, dikeringkan selama 24 jam, 35-40 derajat C.
- Penyimpanan dilakukan di kantong plastik yang diisi gas N2/kaleng
hampa udara.
g) Infusoria
Infusoria dipanen dalam waktu 1 minggu, ditandai dengan perubahan warna
medium menjadi keputih-putihan.
h) Kutu Air
Pemanenan dilakukan dengan menghentikan aerasi, penyedotan dan
penyaringan medium dengan saringan ukuran 200-250 mikron dan 800-1500
mikron untuk memisahkan dari jentik-jentik nyamuk.
i) Cacing Tubifex
1. Panen dilakukan setelah 10 hari dengan cara memungutnya dengan
tangan beserta lumpurnya, kemudian dicuci.
2. Panen total dilakukan apabila kondisi tanah dan medium tidak dapat
menyediakan makanan lagi.
j) Ulat Hongkong
Pemanenan dilakukan jika larva ulat berumur 2 bulan dan berukuran 1,5-2
cm. Caranya dengan menggunakan alat penyaring/ayakan dengan agak
besar.
9. PASCAPANEN (Pakan Alami)
a) Hasil panen phytoplankton dapat langsung dimanfaatkan atau disimpan
dalam bentuk basah/kering, setelah dikonsentratkan dengan plankton net,
plate separate, atau centrifuge.
b) Penyimpanan stok murni phytoplankton dilakukan dalam media cair/agar dan
disimpan dalam lemari pendingin dengan masa simpan 1 bulan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1.Analisis Usaha Budidaya
Adanya kecenderungan peningkatan permintaan produksi perikanan
mendorong berkembangnya usaha-usaha perikanan budidaya di Indonesia. Hal
ini berarti kebutuhan benih semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan
benih tersebut, telah diterapkan teknologi manipulasi pembenihan. Kebutuhan
pakannya pun dipenuhi dari luar dengan maksud agar jumlah dan kualitas
benih yang dihasilkannya bisa maksimal.
Selama ini jenis pakan yang banyak digunakan untuk tujuan tersebut adalah
pakan buatan. Akan tetapi, sebagai pakan benih ikan, jenis pakan buatan
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan pakan alami. Komponen
penyusun pakan alami lebih lengkap, sehingga para pembenih ikan cenderung
lebih menyukai pakan alami. Kebutuhan ini sulit terpenuhi, karena belum ada
pengusaha yang menanamkan modalnya secara khusus dalam produksi pakan
ikan alami.
10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Pakan ikan alami yang digunakan sebagai makanan benih ikan/udang,
sebagian besar dibuat sendiri dalam satu unit pembenihan. Hal ini dirasa
kurang praktis dan tidak ekonomis, sehingga masih terbuka kesempatan yang
sangat luas untuk membuka usaha produksi ikan alami. Untuk sementara
waktu, sasaran utama produksi pakan ikan alami adalah para mahasiswa,
peneliti, atau perusahaan pembenihan udang. Tetapi dalam jangka panjang
usaha ini memiliki prospek ekonomi yang baik.
11. DAFTAR PUSTAKA
a) Anonimuos. 1993 Skeletonema Bebas Parasit. Dalam Techner. Volume 07.
Tahun II.
b) Anonimous. 1994. Ulat Hongkong untuk Ikan Hias. Techner. Volume 15.
Tahun III.
c) Djariah, A.B. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Jakarta.
d) Isnansetya, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisius.
e) Mujiman, A. 1999. Makanan Ikan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
12. KONTAK HUBUNGAN
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS;
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
Jakarta, Maret 2000
Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas
Editor : Kemal Prihatman
Langganan:
Postingan (Atom)