Laut Berperan Penting sebagai Pengendali Perubahan Iklim
Semua negara diimbau untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir karena laut dan pesisir berperan penting sebagai pengendali perubahan iklim. Pernyataan itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di sela The llth Special Session Governing Council UNEP/Global Ministerial Environment Forum (llth SSGC UNEP/ GMEF) di Nusa Dua-Bali. belum lama ini.
Fadel mengatakan, isu kelautan menjadi salah satu pilar pokok dalam pertemuan ini. Bahkan, untuk pertama kalinya UNEP memberikan penghargaan atas kepemimpinan dalam inisiatif kelautan kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Menurut dia, penerapan konsep blue carbon merupakan tindaklanjut inisiasi Indonesia dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap laut dan peran laut terhadap perubahan iklim. Direktur Eksekutif Badan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP) Achim Steiner mengatakan, ekosistem laut dan pesisir yang sehat memberikan manfaaat bagi perikehidupan masyarakat pesisir.
Indonesia sebagai negara bahari patut mendapatkan perhatian khusus. "Ekosistem laut dan pesisir juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim," ujar dia.
Achim mengatakan, laut dan eko-sosistemnya telah berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil aktivitas manusia (anthropogenic) yang dibuang ke atmosfer dan akhirnya diserap oleh laut beserta ekosistemnya.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian terbukti bahwa meningkatnya emisi GRK memicu dan memacu hilang (terdegradasinya) ekosistem pesisir dan laut. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang dunia akan kehilangan ekosistem pesisir dan laut "Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap kehidupan masyarakat pesisir, biota, serta ekosistem laut dan pesisirtegas Achim.
Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon dan potensi pengurangan emisi GRK UNEP bekerja sama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan PBB (UNESCO). Dalam kerja sama itu diperkenalkan konsep Karbon Biru (bluecarbon).
Konsep blue carbon merupakan hasil kajian atas kemampuan ekosistem laut dan pesisir yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa pa-yau. serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi emisi karbon.
Dia melanjutkan, ekosistem pesisir dan laut diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon. Konsep blue carbon merujuk kepada laporan Blue Carbon - The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon yang menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca.
Laporan ini telah diluncurkan pada 14 Oktober 2009 pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa. "Pesan penting dalam laporan ini adalah penegasan akan peran penting ekosistem laut dan pesisir dalam menjaga keseimbangan iklim," ujar dia.
Temuan Baru
Fadel menambahkan, kajian awal yang dilakukan para peneliti di Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kementerian KP berhasil mengidentifikasi potensi laut Indonesia yang memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 0.3 giga ton karbon per tahun.
"Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data satelit kandungan fitoplankton (klorofil dan suhu air laut) di laut Indonesia untuk mengestimasi kandungan karbon yang terserap. Penelitian ini tentunya masih harus diverifikasi melalui kajian lapangan (in-situ) serta memperhitungkan komponen lainnya seperti interaksi atmosfer dan laut (solubility pump)" ujar dia. Lebih lanjut Fadel menegaskan, Indonesia dengan luasan mangrove, serta padang lamun yang begitu besar, tentunya akan secara signifikan dapat memberikan kontribusi dalam proses penyerapan karbon, (rad)
Sumber : Investor Daily 01 Maret 2010, hal. 21