Bisakah Menceraikan Istri yang Doyan Online (Chatting) Seharian?


Pertanyaan:
DH, kami (WNI) menikah di USA, State of Washington, pada Agustus 2006 tidak melapor ke KBRI atau ke catatan sipil sewaktu pulang ke Indonesia pada Desember 2006. Kami adalah non-muslim ingin mengurus perceraian karena sudah tidak cocok, istri menghabiskan sekitar 10-12 jam sehari online/internet, chatting. Kami sudah mempunyai 1 anak yang lahir pada 2008. Kami ingin segera bercerai dengan baik-baik, cepat dan tidak ada masalah dengan harta gono-gini. Kami tidak dapat mengurus perceraian di USA karena masalah keuangan dan tidak mendapatkan visa. Terima kasih atas bantuannya. 


Jawaban:
Perlu kami tekankan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (lihat Pasal 39 ayat [2] UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan-“UUP”). Lebih jauh mengenai alasan perceraian simak artikel Ingin Cerai Karena Suami Suka Menghina.

Sayangnya, Anda tidak menceritakan lebih jauh mengenai ketidakcocokan Anda, Anda hanya menyebutkan bahwa istri Anda menghabiskan sebagian besar waktunya online di internet. Menurut hemat kami, hal ini tidaklah cukup untuk dijadikan sebagai alasan perceraian. Kecuali antara Anda dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga, barulah cukup alasan Anda untuk bercerai (lihat Penjelasan Pasal 39 ayat [2] huruf f UUP).

Dalam hal ini, jika Anda dan pasangan (WNI) menikah di luar negeri, asas perkawinan yang berlaku bagi setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang melangsungkan perkawinan di luar negeri adalah asas lex loci celebrationis (untuk setiap perkawinan WNI di luar negeri, berlaku hukum negara tersebut). Hal ini sesuai dengan Pasal 56 ayat (1) UUP. Sehingga, secara formil perkawinan Anda telah sah jika dilakukan sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku di Amerika Serikat (USA).

Namun, perkawinan tersebut kemudian harus didaftarkan sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UUP bahwa dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.

Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 37 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan joPasal 105 Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”) yang menentukan pencatatan perkimpoian di luar negeri paling lambat harus dilaporkan 30 hari sejak pasangan bersangkutan kembali ke Indonesia. Jika batas waktu pelaporan terlewati, pasangan perkawinan bisa dikenakan denda administratif.

Khusus bagi WNI beragama Islam, pencatatan perkawinan WNI yang dilangsungkan di luar negeri ini ditegaskan pula dalam Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1994 tentang Pendaftaran Surat Bukti Perkawinan Warga Negara Indonesia yang Dilangsungkan di Luar Negeri (“Permenag 1/1994”).

Sehingga, seharusnya akta perkawinan Anda yang dikeluarkan oleh catatan sipil Amerika Serikat (Negara Bagian Washington) didaftarkan ke buku pendaftaran di Perwakilan RI dan dilaporkan ke Catatan Sipil Indonesia, yaitu di wilayah asal Anda (misalnya: Kantor Catatan Sipil Jakarta Barat, Bogor, Bekasi, dst.).

Pelaporan perkawinan Anda di Indonesia ini di kemudian hari juga diperlukan saat Anda ingin bercerai. Jika perkawinan Anda sah dan telah dilaporkan, pengadilan Indonesia akan tanpa ragu menerima permohonan cerai Anda. Jika tidak dilaporkan, ada kemungkinan Pengadilan Indonesia menyatakan tidak berwenang terhadap permohonan cerai sehingga Anda terpaksa harus kembali ke Washington hanya untuk bercerai. Lebih jauh simak artikel Status Perkawinan Internasional dan Perjanjian Perkawinan.

Terkait dengan pasangan yang melangsungkan perkawinan di luar negeri dan ingin bercerai di Indonesia ini, pernah ditulis dalam salah satu artikel Hukumonline Nikah di Philadelphia, Cerai di Jakarta. Meskipun bedanya dalam artikel tersebut bukanlah pasangan WNI. Dalam artikel tersebut diceritakan bahwa majelis hakim demi keadilan pada akhirnya memeriksa perkara perceraian pasangan WNA yang menikah di Amerika Serikat dan tidak ada pendaftaran perkawinan di Indonesia.

Dalam pertimbangannya, majelis bersepakat untuk menerapkan perkara perceraian warga negara asing (WNA) itu berdasarkan hukum Indonesia. Alasannya, sejak perkawinan, pasangan WNA itu lebih lama tinggal di Indonesia ketimbang di negeri asalnya.

Jadi, hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mendaftarkan perkawinan Anda ke Kantor Catatan Sipil setempat dan membayar dendanya (jumlahnya berbeda-beda tiap daerah).

Kemudian, jika memang didapati cukup alasan dan Anda memang ingin bercerai dan tidak bisa melakukannya di Washington, dimungkinkan gugatan Anda dapat diterima oleh pengadilan. Namun, tentunya hal ini menjadi diskresi dari masing-masing pengadilan.

Akan tetapi, menutup penjelasan kami, dengan mengingat tujuan dari perkawinan, yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, kami sangat menyarankan untuk Anda dapat mengupayakan kembali utuhnya rumah tangga Anda terutama karena Anda dan pasangan juga sudah memiliki keturunan.