Belajar dari Model Bisnis Freemium Google
Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Browser anda tidak mendukung iFrame
(Ist)
"Dengan masuknya Google ke Indonesia, seharusnya kita bisa menyikapinya dengan bijak. Kita tidak boleh kalah pintar dari Google," kata Chairman Sharing Vision, Dimitri Mahayana, saat ditemui detikINET belum lama ini.
Menurut Dimitri, apa yang dilakukan Google sebenarnya cukup sederhana. Bisnis Google itu, kata dia, sebenarnya cuma searching, recording, dan sharing. Semua data ini diambil dari ekosistem.
"Google membangun ekosistem di semua sektor. Itu sebabnya, kita harus bangun ekosistem juga. Misalnya, ekosistem apotik. Tak perlu tunggu Google bikin e-apotik, jadi kita tetap punya nilai tawar, dan tidak semua pasar dimakan Google," jelasnya.
Langkah membangun ekosistim sejatinya, kata Dimitri, pernah coba dilakukan oleh Telkom. Namun sayangnya, masih kata dia, program itu kurang berjalan optimal karena berat di beban operasional.
"Kita harus bangun hal yang sama seperti Google, dan free. Jangan di awal bayar, tapi gratis dulu. Model bisnis freemium. Dengan kekuatan ekosistem kita bisa buat macam-macam," paparnya.
Indonesia menurutnya pasar yang potensial asal ditangani dengan benar sesuai dengan kebiasaan masyarakat penggunanya.
"UKM misalnya, mereka tidak mau beli software lisensi, kebiasaan bajakan. Nah, kita musti cari cara lain agar mereka tidak merasa mengeluarkan cost besar di awal. Edukasi market kita belum bisa untuk berbayar. Harus adopt bisnis model freemium seperti Google dan Facebook," tandas dosen ITB ini.
Sumber:
http://www.detikinet.com/read/2012/02/07/180906/1836666/319/belajar-dari-model-bisnis-freemium-google