IKAN Rasbora tawarensis (Weber and de Beaufort 1916) di Danau Laut Tawar semakin menarik saja untuk di teliti. Ikan khas masyarakat Gayo ini mulai hangat diperbincangkan akibat keberadaannya yang mulai terancam punah berdasarkan IUCN (2010). Menurut Wargasasmita (2002), ikan air tawar di Sumatera yang terancam punah sebanyak 14 spesies, diantaranya adalah ikan R. tawarensis.
Penelitan tentang ikan R. tawarensis beberapa tahun terakhir begitu gencar. Sehingga banyak penemuan baru tentang ikan ini mulai terkuak, perdebatan masalah mana sebenarnya R. tawarensis sebenarnya, reproduksi, kebiasaan makan dan keadaan lingkungan. Beberapa catatan penting tentang ikan ini sebelumnya harus diperbaharui dengan penelitian baru yang sudah dipublikasi.
Selain itu yang cukup menarik diperbincangkan adalah perdebatan para pemangku kepentingan tentang jenis ikan depik yang sebenarnya. Padahal masalah ini telah terpecahkan melalui penelitian Dr. Muchlisin tahun 2010. Berdasarkan penelitian beliau, ikan depik dan eyas memiliki haplotype yang sama (HM100243-HM100250, dan HM345923-HM345928). Kesimpulannya bahwa ikan depik dan eyas merupakan R. tawarensis. Ikan relo merupakan Rasbora Sp dan ikan sejenis ini juga ditemukan di Aceh Besar. Diperkuat lagi dengan penelitian seorang kandidat Doktor muda dari Indonesia yang sedang kuliah di The George Washington University USA yang bernama Daniel N. Lumbantobing. Peneliti ini mempresentasikan hasil penelitiannya tentang analisis filogenetik genus Rasbora berdasarkan karakter morfologisnya pada seminar masyarakat iktiologi Indonesia tahun 2010. Menurut rekonstruksi pohon filogenetik yang dibuat bahwa ikan Rasbora tawarensis yang kita kenal dengan nama Depik memiliki karakter yang berbeda dengan Rasbora lainnya di dunia.
Beberapa penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu yang menyebut bahwa ikan ini merupakan ikan endemik DLT dan meruntuhkan keraguan orang tentang keendemikan ikan khas Gayo ini. Kesamaan genetik ikan depik dan eyas telah menegaskan bahwa secara ilmiah ikan ini memiliki nama yang sama yaitu Rasbora tawarensis. Namun ini tidak akan statis tentu akan mengalami perubahan. Menurut Dr. M. Mukhlis Kamal seorang ahli larva ikan Indonesia bahwa ikan eyas diduga akan berbeda subspesiesnya dengan ikan depik. Pemisahan ini dapat disebabkan oleh adaptasi morfologi dan fisiologi namun perlu proses yang lama.
Pada tahun 2010 saya melakukan penelitian bersama seorang teman yang bernama Nurfadillah. Saya mengamati tentang struktur populasi dan ekobiologi ikan R. tawarensis sedangkan saudari Nurfadillah meneliti tentang status perairan Danau Laut Tawar. Beberapa catatan penting kami dapatkan dari penelitian kami yang Insyaallah dapat menjadi referensi bagi pemangku kepentingan di Kabupaten Aceh Tengah dan masyarakat pada umumnya.
Penelitian terhadap ikan depik kami lakukan selama empat Bulan di awal tahun 2010. Pengambilan sampel dilakukan setiap Bulan berdasarkan pada pengambilan acak tersetratifikasi. Harapannya daerah pengambilan sampel dapat mewakili distribusi ikan R. tawarensis. Pengangkapan ikan dilakukan dengan jaring insang berbagai ukuran 3/4, 5/8 dan 5/9 inci. Jaring dipasang pada sore hari dan diangkat pada pagi hari. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan diamati pada saat pengangkat jaring. Pengamatan parameter ini ada yang langsung dan beberapa parameter dianalisis di Laboratorium perikanan di Bireun, Laboratorium Dinas Perindustrian Aceh, Laboratorium Fakultas Pertanian Gajah Putih, dan Laboratorium Departemen MSP IPB.
Jumlah ikan yang tertangkap di Danau Laut Tawar selama penelitian 1.211 ekor. Berdasarkan hasil penelitan saya tentang R. tawarensis (depik dan eyas), ikan ini menyebar secara merata di seluruh Danau Laut Tawar. Ikan R. tawarensis selalu ditemukan pada saat sampling walaupun jumlahnya sedikit. Namun yang membedakan adalah jumlah, ukuran dan nisbah kelamin ikan yang tertangkap. Panjang ikan maksimum ikan yang tertangkap (125 mm) lebih besar dengan yang ditemukan oleh Kottelat et al. (1993) sebesar 120 mm dan Brojo et al. (2001) 110 mm. Besarnya ukuran ikan R. tawarensis yang ditemukan mencerminkan bahwa perairan Danau Laut Tawar mengalami perubahan status tropik (Kartamihardja et al. 1995) dari oligotropik menjadi mesotropik. Penelitian terbaru Nurfadillah (2010) bahwa perairan Danau Laut Tawar menjadi eutropik.
Kondisi perairan Danau Laut Tawar terhadap ikan R. tawarensis memiliki karateristik habitat alkalinitas, kecerahan, oksigen terlarut dan pH tinggi namun suhu rendah. Berdasarkan karateristik ini terjawab bahwa ikan R. tawarensis harusnya memijah di bagian utara Danau Laut Tawar.
Ikan R. tawarensis memijah sepanjang bulan pengamatan namun frekuensi ikan yang memijah tidak sama. Khusus di stasiun didisen nisbah kelamin ikan yang tertangkap lebih banyak jantan dari betina. Ukuran ikan pada stasiun Gegarang lebih beragam dan ikan yang tertangkap di daerah One-one lebih besar dibanding daerah lain diduga pakan alami tersedia melimpah di daerah ini. Daerah One-one merupakan kawasan keramba jaring apung yang sedang berkembang.
Sebaran diameter telur ikan R. tawarensis dilima daerah pengamatan berbeda nyata. Diameter telur berkaitan dengan ketersediaan pakan alami. Pada daerah One-one diameter telur ikan R. tawarensis lebih besar dibandingkan stasiun daerah pengamatan lain. Ukuran ikan pertama kali matang gonad jantan 73.5 mm dan betina 82.5 mm. perbedaan ini diduga perbedaan kelimpahan, suhu, ketersediaan makanan, periode cahaya dan faktor lingkungan, sifat genetic populasi, perbedaan laju pertumbuhan dan kualitas perairan serta perbedaan wilayah tekanan penangkapan.
Laju eksploitasi (penangkapan) ikan R. tawarensis pada saat penelitian yaitu 0.8. Hal ini sangat memprihatinkan karena telah melebihi laju eksploitasi perairan umum. Nilai ini menunjukan bahwa ikan R. tawarensis belum sempat matang gonad (memijah) sudah tertangkap. Sehingga wajar jika ikan ini makin menurun populasinya.
Tantangan kedepan adalah bagaimana kita melestarikannya agar ikan ini tidak punah. Pemda Aceh Tengah melalui Dinas Peternakan dan Perikanan telah melakukan terobosan berupa penetapan kawasan konservasi Danau Laut Tawar. Lokasi yang telah terbangun yaitu di Utung-utung, Kala Pedemun dan Bewang. Namun pembangunan ini akan bermanfaat bila masyarakat dan pemangku kepentingan bersama-sama menjaga dan mengawasi kawasan ini. Selain itu pemahaman konsep konservasi harus diperjelas di masyarakat dan pemangku kepentingan agar tidak salah kaprah.
Selanjutnya pemerintah perlu memikirkan usaha domestifikasi ikan ini. Diharapkan dengan usaha ini restocking di Danau Laut Tawar dapat berjalan. Kedepannya mari kita dukung penyelamatan Danau Laut Tawar kedepan dan kita kritisi segala kebijakan pemangku kepentingan yang mengancam kelestarian Danau Laut Tawar.Oleh:Iwan Hasri, M.Si
Penelitan tentang ikan R. tawarensis beberapa tahun terakhir begitu gencar. Sehingga banyak penemuan baru tentang ikan ini mulai terkuak, perdebatan masalah mana sebenarnya R. tawarensis sebenarnya, reproduksi, kebiasaan makan dan keadaan lingkungan. Beberapa catatan penting tentang ikan ini sebelumnya harus diperbaharui dengan penelitian baru yang sudah dipublikasi.
Selain itu yang cukup menarik diperbincangkan adalah perdebatan para pemangku kepentingan tentang jenis ikan depik yang sebenarnya. Padahal masalah ini telah terpecahkan melalui penelitian Dr. Muchlisin tahun 2010. Berdasarkan penelitian beliau, ikan depik dan eyas memiliki haplotype yang sama (HM100243-HM100250, dan HM345923-HM345928). Kesimpulannya bahwa ikan depik dan eyas merupakan R. tawarensis. Ikan relo merupakan Rasbora Sp dan ikan sejenis ini juga ditemukan di Aceh Besar. Diperkuat lagi dengan penelitian seorang kandidat Doktor muda dari Indonesia yang sedang kuliah di The George Washington University USA yang bernama Daniel N. Lumbantobing. Peneliti ini mempresentasikan hasil penelitiannya tentang analisis filogenetik genus Rasbora berdasarkan karakter morfologisnya pada seminar masyarakat iktiologi Indonesia tahun 2010. Menurut rekonstruksi pohon filogenetik yang dibuat bahwa ikan Rasbora tawarensis yang kita kenal dengan nama Depik memiliki karakter yang berbeda dengan Rasbora lainnya di dunia.
Beberapa penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu yang menyebut bahwa ikan ini merupakan ikan endemik DLT dan meruntuhkan keraguan orang tentang keendemikan ikan khas Gayo ini. Kesamaan genetik ikan depik dan eyas telah menegaskan bahwa secara ilmiah ikan ini memiliki nama yang sama yaitu Rasbora tawarensis. Namun ini tidak akan statis tentu akan mengalami perubahan. Menurut Dr. M. Mukhlis Kamal seorang ahli larva ikan Indonesia bahwa ikan eyas diduga akan berbeda subspesiesnya dengan ikan depik. Pemisahan ini dapat disebabkan oleh adaptasi morfologi dan fisiologi namun perlu proses yang lama.
Pada tahun 2010 saya melakukan penelitian bersama seorang teman yang bernama Nurfadillah. Saya mengamati tentang struktur populasi dan ekobiologi ikan R. tawarensis sedangkan saudari Nurfadillah meneliti tentang status perairan Danau Laut Tawar. Beberapa catatan penting kami dapatkan dari penelitian kami yang Insyaallah dapat menjadi referensi bagi pemangku kepentingan di Kabupaten Aceh Tengah dan masyarakat pada umumnya.
Penelitian terhadap ikan depik kami lakukan selama empat Bulan di awal tahun 2010. Pengambilan sampel dilakukan setiap Bulan berdasarkan pada pengambilan acak tersetratifikasi. Harapannya daerah pengambilan sampel dapat mewakili distribusi ikan R. tawarensis. Pengangkapan ikan dilakukan dengan jaring insang berbagai ukuran 3/4, 5/8 dan 5/9 inci. Jaring dipasang pada sore hari dan diangkat pada pagi hari. Parameter fisika, kimia dan biologi perairan diamati pada saat pengangkat jaring. Pengamatan parameter ini ada yang langsung dan beberapa parameter dianalisis di Laboratorium perikanan di Bireun, Laboratorium Dinas Perindustrian Aceh, Laboratorium Fakultas Pertanian Gajah Putih, dan Laboratorium Departemen MSP IPB.
Jumlah ikan yang tertangkap di Danau Laut Tawar selama penelitian 1.211 ekor. Berdasarkan hasil penelitan saya tentang R. tawarensis (depik dan eyas), ikan ini menyebar secara merata di seluruh Danau Laut Tawar. Ikan R. tawarensis selalu ditemukan pada saat sampling walaupun jumlahnya sedikit. Namun yang membedakan adalah jumlah, ukuran dan nisbah kelamin ikan yang tertangkap. Panjang ikan maksimum ikan yang tertangkap (125 mm) lebih besar dengan yang ditemukan oleh Kottelat et al. (1993) sebesar 120 mm dan Brojo et al. (2001) 110 mm. Besarnya ukuran ikan R. tawarensis yang ditemukan mencerminkan bahwa perairan Danau Laut Tawar mengalami perubahan status tropik (Kartamihardja et al. 1995) dari oligotropik menjadi mesotropik. Penelitian terbaru Nurfadillah (2010) bahwa perairan Danau Laut Tawar menjadi eutropik.
Kondisi perairan Danau Laut Tawar terhadap ikan R. tawarensis memiliki karateristik habitat alkalinitas, kecerahan, oksigen terlarut dan pH tinggi namun suhu rendah. Berdasarkan karateristik ini terjawab bahwa ikan R. tawarensis harusnya memijah di bagian utara Danau Laut Tawar.
Ikan R. tawarensis memijah sepanjang bulan pengamatan namun frekuensi ikan yang memijah tidak sama. Khusus di stasiun didisen nisbah kelamin ikan yang tertangkap lebih banyak jantan dari betina. Ukuran ikan pada stasiun Gegarang lebih beragam dan ikan yang tertangkap di daerah One-one lebih besar dibanding daerah lain diduga pakan alami tersedia melimpah di daerah ini. Daerah One-one merupakan kawasan keramba jaring apung yang sedang berkembang.
Sebaran diameter telur ikan R. tawarensis dilima daerah pengamatan berbeda nyata. Diameter telur berkaitan dengan ketersediaan pakan alami. Pada daerah One-one diameter telur ikan R. tawarensis lebih besar dibandingkan stasiun daerah pengamatan lain. Ukuran ikan pertama kali matang gonad jantan 73.5 mm dan betina 82.5 mm. perbedaan ini diduga perbedaan kelimpahan, suhu, ketersediaan makanan, periode cahaya dan faktor lingkungan, sifat genetic populasi, perbedaan laju pertumbuhan dan kualitas perairan serta perbedaan wilayah tekanan penangkapan.
Laju eksploitasi (penangkapan) ikan R. tawarensis pada saat penelitian yaitu 0.8. Hal ini sangat memprihatinkan karena telah melebihi laju eksploitasi perairan umum. Nilai ini menunjukan bahwa ikan R. tawarensis belum sempat matang gonad (memijah) sudah tertangkap. Sehingga wajar jika ikan ini makin menurun populasinya.
Tantangan kedepan adalah bagaimana kita melestarikannya agar ikan ini tidak punah. Pemda Aceh Tengah melalui Dinas Peternakan dan Perikanan telah melakukan terobosan berupa penetapan kawasan konservasi Danau Laut Tawar. Lokasi yang telah terbangun yaitu di Utung-utung, Kala Pedemun dan Bewang. Namun pembangunan ini akan bermanfaat bila masyarakat dan pemangku kepentingan bersama-sama menjaga dan mengawasi kawasan ini. Selain itu pemahaman konsep konservasi harus diperjelas di masyarakat dan pemangku kepentingan agar tidak salah kaprah.
Selanjutnya pemerintah perlu memikirkan usaha domestifikasi ikan ini. Diharapkan dengan usaha ini restocking di Danau Laut Tawar dapat berjalan. Kedepannya mari kita dukung penyelamatan Danau Laut Tawar kedepan dan kita kritisi segala kebijakan pemangku kepentingan yang mengancam kelestarian Danau Laut Tawar.Oleh:Iwan Hasri, M.Si