Siput Gonggong

Nama siput gonggong Strombus turturella kerap mengemuka kala berkunjung ke Bangka Belitung. Hidangan salah satu jenis binatang laut itu menjadi menu favorit para mania kuliner. Daging putih kenyal mirip cumi-cumi memberikan kelezatan fenomenal. ‘Menikmatinya mudah, tidak seperti kepiting. Cukup menggunakan cungkilan tusuk gigi, daging gonggong langsung di tarik keluar,’ kata Melanie.
Oleh karena itu siput gonggong dijadikan ikon Kepulauan Bangka Belitung. Patung tiruan cangkang siput gonggong, berukuran beberapa kali lipat aslinya bertebaran di setiap sudut kota. Mulai dari Bandara Depati Amir di Pangkalpinang hingga ke Blinyu, Kabupaten Bangka. Kepopuleran hidangan siput gonggong telah menandingi ketenaran escargo - hidangan keong dari Perancis.
Benang kusut
Sejatinya ada 3 jenis siput dari famili Strombidae yang disemati nama siput gonggong: Strombus turturella, S. canarium, dan S. luhuanus. Habibat ketiga jenis biota laut itu pun serupa: mendiami daerah pasir berlumpur berkedalaman 3 - 4 m yang banyak ditumbuhi lamun atau rumput laut sebagai sumber pakan. Dua jenis yang disebut pertama banyak ditemukan di bagian barat wilayah Indonesia terutama di perairan Kepulauan Riau dan Bangka Belitung. Sedangkan S. luhuanus berlimpah di wilayah perairan Indonesia bagian timur.
Seiring sohornya kelezatan siput gonggong, populasinya di alam terus merosot. Mafhum saja tingginya permintaan berimbas pada makin maraknya perburuan. Siput-siput itu diambil tanpa pandang bulu. Betina produktif yang tengah bertelur pun disikat sehingga memutus mata rantai pengembangbiakan. Kondisi ini mendorong tim peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI melakukan upaya budidaya siput gonggong.
Tim peneliti mengamati aspek ekologi dan biologi perkembangbiakan siput gonggong di Teluk Kelabat, Bangka Barat dan Pulau Lepar dan Pongok, Bangka Selatan. Ternyata keduanya berbeda. Di Teluk Kelabat siput gonggong memijah pada Februari - Juli, sedangkan di Pulau Lepar dan Pongok sepanjang tahun. Informasi itu penting untuk memprediksi kematangan gonad sehingga memudahkan pemijahan di laboratorium.
Setelah diteliti selama 2 - 3 tahun, tim peneliti berhasil memijahkan dan membesarkan siput gonggong. Siput berbentuk mirip terompet Dewa Wisnu itu memijah pada Juli - Agustus. Seekor indukan berumur 2 - 3 tahun sekali memijah mampu menghasilkan 75.000 - 95.000 telur. Telur-telur berukuran 2 - 2,5 mikron itu terbungkus larutan jel - seperti kapsul - yang terangkai membentuk untaian panjang bagaikan benang kusut. Untaian benang kusut itu selanjutnya membentuk koloni di dasar perairan atau menempel pada benda-benda keras serta pada cangkang induk.
Dua tahun
Di dalam kapsul, telur-telur yang telah dibuahi mengalami perkembangan dan membelah menjadi 2, 4, dan 8 sel hingga terbentuk embrio yang siap menetas. Masa inkubasi embrio dalam kapsul berlangsung selama 3 hari. Setelah menetas embrio menjadi larva veliger yang berenang bebas di bak air. Tiga hari berselang larva mengendap di dasar bak karena bobot tubuhnya semakin berat. Cangkang pun mulai terbentuk untuk kali pertama dan larva sudah bisa mengkonsumsi pakan alami yang diberikan.
Sumber pakan alami berupa tumbuhan renik fitoplankton dari jenis Chlorella sp yang melayang di air. Fase mengendap ini dijalani selama 2 minggu hingga larva berukuran 1 - 3 mm dan bentuk mirip induknya. Gonggong seumur ini bisa mengkonsumsi pakan plankton seperti Navicula sp yang berada di dasar bak pemeliharaan.
Anakan dipelihara selama 4 bulan hingga mencapai ukuran 2 cm dan siap ditebar di kolam. Agar tumbuh optimal lokasi yang dibutuhkan berupa daerah paparan terumbu (reef flat) yaitu daerah pasir berlumpur yang dilimpahi lamun sebagai sumber pakan. Dari penetasan hingga siput gonggong dipanen memerlukan waktu pemeliharaan selama 2 tahun.
Dengan keberhasilan itu sudah selayaknya budidaya siput gonggong dilirik untuk kesinambungan produksi. Penangkapan di lokasi yang kritis perlu dihentikan. Habitat siput gonggong yang masih alami perlu dilestarikan agar populasinya terjaga. Selain tiu perlu dilakukan pencadangan lokasi suaka atau daerah perlindungan laut. Tujuannya agar siput gonggong tak mengalami kepunahan, sementara di sisi lain eksploitasi yang menunjang aktivitas ekonomi masih tetap berlangsung.
Mafhum, peluang pasar siput gonggong kian terbuka lantaran beberapa restoran di Kota Nagoya di Batam, dan Tanjungpinang, Riau turut-serta menyajikan siput gonggong rebus sebagai menu utama. Rasa maknyusnya tidak hanya memikat lidah Melanie, tapi juga wisatawan Singapura dan Malaysia. (Dr Ir Safar Dody MSi, periset di Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta)


Proses pengeringan siput gonggong di sentra pengolahan di Blinyu, Kabupaten Bangka
Siput gonggong dicungkil untuk keluarkan isinya
Rangkaian telur siput gonggong setelah pijah mirip benang kusut. Ukuran telur 2 - 2,5 mikron
Replika siput gonggong hiasi sudut-sudut Pangkalpinang
artikel ini dicopy dan diedit dari www.trubus-online.com