Sebelum banyak berdirinya perusahaan /pabrik-pabrik di pasuruan dan sebelum tercemarnya air laut dengan limbah pabrik kuran lebih pada tahun 1996, waktu aku masih kecil sangat mudah mencari kepiting bakau di pertambakan petani pada malam hari, hanya bermodal senter untuk menerangi gelapnya jalan di tambak dan semacam jaring untuk menangkap kepiting, kepiting ini tidak hanya hidup di hutan bakau tapi juga bisa hidup di tambak-tambak para petani. para petani pun sering mengelilingi tambaknya pada malam hari untuk mencari kepiting ini karena harganya lumayan mahal dan mengurangi kerusakan pada tanggul tambak, kepiting ini mencari makan atau mangsanya saat malam hari tibam, kepiting ini makanan atau mangsanya apa saja yang hidup di tambak kecuali hewan yang berkulit keras. sampai-sampai ular pun jadi santapan kalau tidak hati-hati mecari mangsa. kepiting ini bisa hidup di air dan didarat tapi tetep ekosistemnya di air jadi kalau lama di darat kepiting ini akan mati juga. kepiting ini manfaatnya sebagai simbol para petani untuk mengetahui udang windu yang di dudidayanya mati atau tidak sebab kepiting ini sangat sensitif terhadap air yang berkualitas buruk, jadi jika ada petani yang menemukan kepiting yang terdampar di tanggul tambak atau mati lebih dari tiga kepiting tidak diragukan lagi udang - udang yang dibudidayakan di tambak sudah mati semua dan tidak ada sisa satu pun yang hidup sama sekali. sekarang pun sangat sulit mencari kepiting ini di tambak-tambak dikarenakan air dari laut semakin hari semakin kualitasnya buruk. para petani tambak pun pada situasi dan kondisi saat ini banyak yang gigit jari dikarena hasil panennya hampir setiap kali gagal seharusnya pemerintah lebih tegas menanggulangi pencemaran limbah yang di buang kelaut dari pabrik - pabrik yang tidak bertanggung jawab. apalagi dengan terjadinya lumpur lapindo yang di buang ke sungai porong para petani tambak di Bangil tidak bisa berbuat banyak untuk menaggulangi kadaan seperti ini.